Loading

Liputan Khusus Diskusi Aktual Pesantren Media, 1 Februari 2012

Judulnya memang campur-campur bahasanya. Bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. “Soal judul sebenarnya sedikit problem jika semuanya dalam bahasa Indonesia, karena akan jadi panjang. Menggunakan bahasa Arab juga makin panjang. Maka,dicampur saja antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia supaya lebih sedikit simpel,” Ustadz Umar Abdullah memberi alasan saat membuka acara diskusi.

Tema diskusi kali ini memang agak berat, apalagi jika harus disimak oleh anak-anak seusia SD, tentu pembahasan diskusi ini jadi kian berat. Namun demikian, Ustadz Umar Abdullah tetap menggelar diskusi dengan harapan bagi peserta diskusi yang baru mengenal istilah kapitalisme, sistem ekonomi, liberalisme bisa menjadi informasi awal.

Diskusi yang digelar di Rumah Media, salah satu tempat belajar santri Pesantren Media, berlangsung hangat meski tidak dihadiri beberapa kru dari MediaIslamNet. Pukul 16.30 setelah Ustadz Umar Abdullah menyampaikan alasan memilih tema diskusi, peserta diskusi mendengarkan terlebih dahulu lagu “Tragedi Tugu Tani” yang dibuat beberapa hari sebelumnya oleh Ustadz Umar Abdullah dan dinyanyikan oleh Mas Dedy Arif. Setelah mendengarkan bersama lagu itu baru Ustadz Umar Abdullah menyampaikan prolog, dan beberapa kata pertama yang masih saya ingat adalah, “Berbahagialah kaum muslimin karena sudah diberikan syariat yang agung, risalah yang mengantarkan manusia ke dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Ya, syariat Islam akan menyelamatkan manusia dan akan ada hingga hari kiamat. Insya Allah,” papar Direktur Pesantren Media ini.

Lebih lanjut, Ustadz Umar Abdullah menjelaskan, “Masyarakat Kapitalisme yang bersandar pada ekonomi nonriil, adalah bukan orang-orang yang suka mengirit, sebaliknya boros. Memang, banyak yang kaya, tetapi itu para kapitalisnya, bukan negara. Selain itu, fakta di Eropa banyak BUMN yang diprivatisasi, termasuk mengeluarkan obligasi (surat utang). Tetapi ternyata malah ancur. Yunani jual pulau. PM Yunani dan Italia, mundur akibat tak bisa meredam krisis ekonomi di negara masing-masing. Spanyol pun kini diambang krisis,” jelasnya sambil merinci.

“Pertemuan Forum Ekonomi Dunia, di Davos, Swiss pada 25-29 Januari 2012 dihadari setidaknya 40 pemimpin negara. Peserta yang datang di antaranya adalah 1500 orang kaya di berbagai bidang usaha, di antaranya media. Intinya mereka mengecam kapitalisme liberal. Menurut mereka, pasar bebas adalah biang kehancuran kapitalisme liberal. Mereka menyebut bahwa Cina berhasil menerapkan kapitalisme negara,” demikian paparan tambahan yang disampaikan Ustadz Umar Abdullah sembari memberi contoh seputar kapitalisme negara yang dipraktikkan oleh Cina. Menurut Ustadz Umar Abdullah, di Cina negara menyiapkan infrastruktur yang sangat  hebat. Misalnya sungai Yangtze dibendung dan dibuat pembangkit listrik. Di desa-desa disebar untuk memproduksi barang-barang tertentu yang dibutuhkan masyarakat dunia dan yang mengekspor adalah negaranya.

Tema pertemuan itu cukup unik, yakni “Is 20th Century Capitalism Failing 21st Century Society?” (Apakah Kapitalisme Abad 20 Menggagalkan Masyarakat Abad 21?). Tema diskusi lain yang dibahas di antaranya ‘Fixing Capitalism’, ‘Has Globalisation Reached its Economic dan Political Limits?’ (Memperbaiki Kapitalisme, Apakah Globalisasi telah Mencapai Batas Ekonomi dan Politiknya?) dan ‘How Will the Eurozone Countries Emerge from the Eurozone Crisis?’ (Bagaimanakah Negara-negara Zona Euro bisa keluar dari Krisis Zona Eropa?)

Saat Menteri Keuangan AS Timothy Geithner membedah tantangan-tantangan bagi ekonomi AS, sekelompok negara berekonomi berkembang seperti India dan negara-negara Asia Tenggara akan antusias membahas tema, ‘Is this truly the Asian century?’ (Sungguhkah ini Abad Asia?).

Menurut Klaus Schwab, pendiri dan organiser Davos, pertemuan tahun ini akan memfokuskan pada bagaimana mengembangkan model dunia baru karena “kapitalisme dalam bentuknya yang sekarang, tak lagi mendapat tempat di dunia.” (seruu.com, 25 Januari 2012)

Bertabur tanya
Sebagaimana umumnya diskusi, tentu saja selalu ada pertanyaan dan membutuhkan jawaban. Ini arti penting diskusi. Meski di awal sudah disampaikan bahwa tema diskusi kali ini cukup berat, terutama bagi anak SD yang ikut serta dalam forum ini, namun ternyata ada juga pertanyaan yang disampaikan mereka.

Abdullah, siswa kelas 4 homeschooling mengajukan pertanyaan, “Kenapa di Cina memproduksi barangdalam jumlah besar? Kenapa pakai bahasa Inggris judulnya?” Ini bisa dibilang pertanyaan ‘polos’, namun perlu jawaban. Khususnya jawaban yang  disesuaikan untuk bisa dipahami oleh anak-anak.

Berikutnya yang bertanya adalah, Qais, siswa kelas 5 di sebuah SDIT di Bogor, “Apakah Islam mengatur ekonomi, seperti apa cara mengaturnya?” Disusul dengan pertanya dari Fathimah, siswi kelas 6 di sebuah SDIT, “Kapitalisme itu ideologi, kan? Siapa yang bikin ideologi kapitalisme dan kenapa dibikin kalau membuat sengsara?”

Setelah tiga siswa SD yang diberikan kesempatan bertanya, kini giliran perserta diskusi lainnya. Ilham Raudhatul Jannah, santri Pesantren Media dalam program jenjang pendidikan setara SMA asal Pandeglang ini mengajukan pertanyaan, “Kapitalisme liberal sekarat, sebagai muslim kita harus ngapain? Apakah berbeda antara kapitalisme liberal dengan kapitalisme negara?

Santri Pesantren Media lainnya, Novia Handayani mendapat giliran berikutnya untuk bertanya, “Mengapa tema ini diambil? Dampaknya seperti apa? Apakah imbasnya untuk Indonesia? Bagaimana Islam memandang masalah ini dan apa solusinya?

Farid Abdurrahman juga tak mau ketinggalan bertanya dalam forum diskusi yang digelar setiap pekan ini. Santri asal Sumenep, Madura bertanya, “Apa perbedaannya antara kapitalisme liberal dengan kapitalisme negara? Apakah kapitalisme negara berpotensi menyaingi Islam?” tukasnya.

Ustadzah Lathifah Musa yang ikut menjadi peserta diskusi pun ikut mengarahkan jalannya diskusi dengan mengajukan pertanyaan, “Di mana letak perbedaan antara kapitalisme negara dengan sosialisme negara?”

Diskusi yang digelar Pesantren Media setiap pekannya ini memang bagian dari upaya melatih kesadaran dan pemahaman para santri dan juga kru MediaIslamNet untuk peka terhadap segala informasi dan masalah dari berbagai peristiwa dan kejadian yang berkembang setiap pekannya. Baik lokal maupun internasional yang paling aktual dan paling mendekati kepentingan untuk kaum muslimin. Ini sudah menjadi komitmen MediaIslamNet dan Pesantren Media untuk menghadirkan diskusi yang berkualitas dan hasilnya bisa dimanfaatkan kaum muslimin secara umum yang tidak ikut terlibat dalam diskusi.

Menjawab persoalan

Ustadz Umar Abdullah, yang diamanahi menjadi pemimpin diskusi mencoba untuk melemparkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tadi agar bisa dijawab oleh peserta diskusi lainnya. Namun, karena belum ada peserta yang bersedia dan mampu menjawabnya, maka ia sendiri yang akhirnya memberikan jawaban.

“Sebenarnya sudah saya jawab di pengantar tentang pengambilan tema ini. World Economic Forum ini adalah pertemuan pemimpin pemerintahan, juga orang-orang kaya, termasuk bos-bos media berkumpul di satu tempat, membahas persoalan dunia, dan terutama masalah yang dihadapi mereka. Dalam pertemuan ini tidak dihadiri para pemimpin Yunani, Spanyol dan Italia yang semuanya dilanda krisis.  Yang juga tak akan hadir adalah pemimpin Rusia yang sibuk pemilu, dan pemimpin China yang sibuk merayakan tahun baru Imlek,” papar Ustadz Umar Abdulah.

Lebih lanjut Ustadz Umar Abdullah menyampaikan jawaban singkat dari Neng Ilham, panggilan akrab Ilham Raudhatul Jannah, “Beda antara kapitalisme liberal dengan kapitalisme negara,” simpulnya singkat. Namun karena ada pertanyaan dari Farid, maka jawabannya memang singkat dan akan diperjelas dalam jawaban untuk pertanyaan Farid. Menjawab pertanyaan juga perlu teknik agar tidak berulang atau berputar pada jawaban yang sebenarnya akan disampaikan juga pada jawaban atas pertanyaan lainnya yang masih berhubungan. Inilah alasan mengapa menjawab singkat pertanyaan dari Ilham.

Ustadz Umar Abdullah kembali melemparkan pertanyaan kepada peserta diskusi, “Siapa yang bisa jawab pertanyaan Farid?” tanyanya sambil menyeruput teh manis yang sudah tersedia sejak awal diskusi.

Hening sesaat dan karena tak ada juga yang mengajukan jawaban, akhirnya Ustadz Umar Abdullah kembali menjawab, “Kapitalisme liberal ciri khasnya adalah orang atau sekelompok orang yang diberikan kebebasan untuk mengembangkan modalnya secara bebas, tanpa hambatan dari pemerintah. Baik berupa subsidi maupun hambatan berupa tarif (pajak bea cukai dari barang-barang impor). Salah satu produknya adalah adanya pasar bebas. Sementara kapitalisme negara, negaralah yang berperan sebagai kapitalis. Pemilik modal sekaligus pengembang. Misalnya membuat BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Negara akan melakukan apapun untuk memproteksi barang-barang miliknya agar tak disaingi produk impor. Contoh, yang dibuat Cina sebenarnya mirip dengan apa yang dilakukan di Jepang. Milsanya disebar di desa-desa untuk jenis produksi tertentu. Hasil produksinya disetor ke negara, lalu dijual oleh negara ke negara lainnya,” demikian penjelasan Ustadz asal Surabaya ini.

Setelah jeda sebentar, Ustadz Umar Abdullah melanjutkan menjawab pertanyaan peserta diskusi. “Beda sedikit, hampir sama. Kapitalisme lebih ke arah yang terkait ekonomi. Sosialisme seluruh aspek kehidupan dikoordinir oleh negara. Jika melihat sudut pandang ekonomi, hampir sama, sulit dibedakan,” jelas Direktur Pesantren Media yang juga narasumber acara Warung Kopi di Voice of Islam yang diproduksi MediaIslamNet.

Untuk menjawab pertanyaan dari Fathimah tentang asal-usul ideologi kapitalisme liberal (dengan redaksi pertanyaan:  “Kapitalisme Itu Ideologi Kan? Jika Kapitalisme Itu Jahat Mengapa Dibuat? Siapa Yang Membuat Kapitalisme?”, Ustadz Umar Abdullah secara agak panjang menyampaikan sejarahnya.  Maka, bertaburanlah fakta yang bisa dijadikan tambahan informasi dan wawasan bagi para peserta diskusi ini.

“Ya, Kapitalisme itu adalah sebuah ideology, sebuah pemikiran (the think) yang menghasilkan cara hidup (way of life). Mengapa dibuat? Siapa yang buat? Wah itu ceritanya panjang.  Ceritanya akan saya singkat walaupun akan tetap panjang,” prolognya saat akan menjawab pertanyaan ini.

Lalu mengalir deras dari lisan Ustadz Umar Abdullah memaparkan sejarah kapitalisme. “Masyarakat Eropa merasa bahwa mereka berada pada masa keemasan ketika hidup di masa Yunani Kuno (Ancient Greek) khususnya di bawah Alexander from Macedonia dan masa Romawi Kuno (Ancient Roman). Pada masa itu kebebasan sangat diagungkan, mulai dari urusan mencari kekuasaan dan kekayaan hingga soal seksualitas. Mulai abad ke-4 M (tahun 312 M) Kekaisaran Romawi mulai menerima Kristen sebagai agama warga negaranya. Pada akhir abad ke-4 M (tahun 380 M) Kristen bahkan menjadi agama Negara Romawi. Hingga puncaknya terbentuklah Kekaisaran Romawi Suci (Holy Roman Empire) yang kaisarnya diangkat oleh Pope (Paus). Selama Kristen berkuasa di Eropa, Masyarakat Eropa merasa terkekang oleh aturan-aturan agama Kristen. Mereka menamakan masa ini sebagai The Dark Ages (abad-abad kegelapan).”

Lalu bagaimana sejarh berikutnya? “Akhir abad ke-15 M Columbus sampai ke benua Amerika. Dia menganggap dirinyalah yang pertama kali menemukan Amerika, padahal yang menemukan Amerika adalah bangsa Indian, kemudian bangsa Islam. Ketika Columbus sampai di Amerika ia menemukan masjid-masjid. Sayangnya Columbus menyembunyikan fakta ini,” jelas Ustadz Umar Abdullah.

“Okelah, lepas dari kebohongan Columbus, ‘penemuan’ Amerika ini memunculkan gairah masyarakat Eropa untuk pindah ke Amerika yang mereka sebut “dunia baru” (New world) bosan dengan kekangan Raja dan Kaisar yang mengatasnamakan ajaran Kristen. Apalagi ternyata di Amerika banyak emas yang dimiliki bangs a Indian. Kerakusan terhadap harta membuat masyarakat di negara-negara Eropa Barat seperti Spanyol. Portugis, Belanda, dan Inggris, keluar dari Eropa untuk mencari harta ke Amerika, Afrika, Asia Selatan hingga Asia Tenggara, termasuk Nusantara. Kita merasakan bagaimana Portugis bergegas melewati Tanjung Harapan di Afirka Selatan kemudian menguasai Gujarat India. Kemudian ia melanjutkan menaklukkan Malaka (1511) dan menaklukkan Tidore dan Timor Timur. Kemudian berusaha menguasai Jayakarta, Pelabuhan Kesultanan Banten, namun berhasil dihalau oleh gabungan pasukan Banten, Cirebon, dan Demak di bawah pimpinan Fatahillah. Spanyol lewat benua Amerika menaklukan Kesultanan Amanullah (Manila) dan menggantinya dengan nama Philipina sesuai dengan nama rajanya, Raja Philip. Inggris menaklukkan Bengkulu. Belanda dengan VOC-nya menguasai Kesultanan Ternate,Kesultanan Goa-Tallo, dan akhirnya menguasai Jayakarta dan menggantinya dengan nama Batavia (1619 M),” panjang lebar penulis buku Kapitalisme, “The Satanic Ideology” ini menjelaskan.

Tak berhenti di situ, sebagaimana disampaikan di prolog untuk menjawab pertanyaan ini, Ustadz Umar Abdullah melanjukan ‘kisahnya’, “Melalui penjajahan yang diterapkannya, negara-negara di Eropa Barat menjadi kaya raya dengan emas dan perak. Inilah yang disebut Kapitalisme Merchantilis yang termasuk dalam Kapitalisme Negara. Kenapa? Karena Negara menjadi kapitalisnya. Negara membantu perusahaan-perusahaan swasta untuk mencari kekayaan, dimana saja dengan cara apa saja. Ingat VOC adalah nama sebuah perusahaan Belanda. Begitu juga EIC juga adalah perusahaan Inggris yang berkedudukan di Gujarat, India.”

“Sementara itu, di Eropa Barat dan Eropa Tengah masih didominasi kekuasaan Kristen. Muncul aliran Protestan yang memprotes praktek-praktek yang dijalankan Gereja Katolik Roma. Aliran Protestan segera disambut secara cepat di Negara-negara Eropa Barat. Ingat, Eropa Timur saat itu di bawah kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmani. Akhirnya terjadilah Perang Agama antara penganut Katolik dan Protestan di banyak negara Eropa Barat. Perang Agama ini dan kerakusan masyarakat Eropa akan harta melahirkan Perjanjian Westphalia, sebuah kota di Jerman, pada abad ke-17 M (tahun 1648 M) yang memunculkan ide Sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan). Sekulerisme inilah yang menjadi dasar dari ideologi Kapitalisme. Sehingga agama hanya mengurusi urusan ritual, sementara urusan lainnya biarlah manusia sendiri yang membuat. Jika menyangkut manusia yang banyak, biarlah mereka membuat kesepakatan antarmereka sendiri. Inilah sumber kerusakan ideology Kapitalisme, karena aturan yang mereka sepakati pasti hanya untuk memuaskan nafsu mereka tanpa batas-batas. Jika terjadi persengkatan, yang kuatlah yang menang,” perlu nafas panjang, memasang telinga dan memperhatikan dengan seksama jawaban panjang dari Ustadz Umar Abdullah yang tampak sangat menguasai sejarah, khususnya kapitalisme liberal dalam hal ini.

Mengakhiri jawaban untuk pertanyaan dari Fathimah ini, Ustadz Umar Abdulla menyampaikan pedapatnya, “Pertanyaan Fathimah tadi, jika memang jahat, mengapa Kapitalisme itu dibuat? Jawabannya agar mereka bisa dengan leluasa memuaskan nafsu bejatnya, termasuk dalam hal kepemilikan harta, Persetan dengan aturan-aturan Kristen yang merek a sebuta sebagai peraturan-peraturan agama. Siapa yang membuat ideology Kapitalisme? Jawabannya banyak orang, baik dari kalangan bangsawan dan orang kaya, yang tidak ingin lagi terikat aturan apapun kecuali aturan yang mereka buat sendiri.”

‘Pemakaman’ kapitalisme

Ustadzah Lathifah Musa ikut menyampaikan pendapatnya, “Kapitalisme liberal sudah terjadi. Pertemuan Davos akhir Januari 2012 itu membicarakan dampak dari kapitalisme liberal. Ketua para serikat buruh juga hadir dan menggugat. Peran kepala negara-negara di Barat, perjanjian-perjanjian internasional, juga negara yang menjadi pemilik kapital. Dulu, ketika VOC bangkrut—yang merupakan contoh penerapan kapitalisme liberal—lalu diambil alih pengelolaannya oleh pemerintah Hindia Belanda. Jadi, selama kapitalisme diterapkan akan selalu ada kapitalis. Keserakahan, menumpuk kekayaan dalam diri mereka, siapapun yg memimpin,” tegas Produser Majalah Udara “Voice of Islam” ini.

Jam dinding di ruang diskusi sudah menunjukkan waktu 18:15 WIB. Artinya, diskusi harus segera diakhiri karena waktu adzan magrib sebentar lagi. Masih ada pertanyaan yang belum dijawab dan segera membutuhkan penjelasan meskipun singkat karena keterbatasan waktu.

Ustadz Umar Abdullah kembali menjawab pertanyaan secara menyeluruh dari semua pertanyaan tersisa, “Kapitalisme Negara, untuk jangka waktu dekat bisa bagus. Tetapi karena sama-sama tidak ingin diatur oleh Islam maka mereka tetap akan liberal. Prinsip mereka, yang penting menang, yang penting kaya. Bahkan sebenarnya kapitalisme negara memiliki potensi perang antar negara, bahkan mungkin saja  akan memicu perang dunia. Secara umum produk yang dihasilkan dikelola oleh negara. Itu sebabnya, malah bisa membahayakan karena bisa memproduksi produk haram dan dilindungi oleh negara,” jawabnya atas pertanyaan dari Novia dan juga Farid.

“Apa dampak bagi umat Islam? Jelas berdampak. Sebagian besar umat Islam menggunakan kapitalisme liberal. Sementara untuk menerapkan kapitalisme negara mereka juga masih belum tahu. Karena belum tahu tentang ideologi Islam. Padajal Khilafah Islam sudah mencontohkan penerapan sistem ekonomi Islam yang handal. Negara akan memproteksi dari serangan-serangan perdagangan orang kafir, demi kemakmuran rakyat. Negara juga mengkoordinir produk-produk dalam jumlah massal dengan harga murah sehingga bisa dibeli oleh warga negara Islam. Sumber Daya Alam di negeri-negeri Islam, juga pasar yang ada di negeri-negeri muslim sudah cukup untuk memasarkan produknya. Jadi, tidak tergantung Eropa maupun Cina dalam hal ini. Lalu solusinya bagaimana? Pelajari ekonomi Islam, baik mikro maupun makro. Perkuat akidah dan keimanan bahwa risalah Islam itu pasti benar dan pasti menyelamatkan umat Islam dan seluruh umat manusia. Kita lihat saja akan ada perubahan dalam waktu dekat ini. Bisa jadi perang, tapi mungkin setiap negara akan ngosngosan karena didera krisis ekonomi parah. Jika diterapkan kapitalisme negara oleh banyak negara untuk mencontoh keberhasilan Cina saat ini, bisa saja nantinya akan terjadi perang. Tetapi bukan perang antar perusahaan tapi antar negara,” panjang lebar Ustadz Umar Abdullah menjelaskan jawaban atas pertanyaan dari Novia dan Qais.

Tepat ketika adzan magrib berkumandang, diskusi ini berakhir. Saya buru-buru menyampaikan poin-poin penting untuk mengingatkan peserta diskusi dalam pembahasan tema ini. Sebagai kesimpulan: Insya Allah dalam waktu dekat ini, kita akan menyaksikan pemakaman kapitalisme. Percayalah, meski Kapitalisme tampak digdaya saat ini dan diperjuangkan serta diterapkan banyak negara, tapi Kapitalisme dibangun di atas pondasi yang sangat rapuh. Menurut George Ritzer dan Douglas J Goodman (keduanya pakar sosiologi) menjelaskan dalam bukunya, Modern Sociological Theory–bahwa Kapitalisme cenderung menaburkan bibit kehancuran bagi dirinya sendiri. Ya, Kapitalisme memang sudah cacat sejak lahir. Jadi insya Allah seharusnya akan lebih gampang untuk menguburnya. Itu sebabnya, mari kita terus opinikan indahnya syariat Islam dan sekaligus memperjuangkan institusi untuk menerapkannya, yakni Khilafah Islamiyah, sebagai pengganti kapitalisme. [OS]

By Administrator

Pesantren MEDIA [Menyongsong Masa Depan Peradaban Islam Terdepan Melalui Media] Kp Tajur RT 05/04, Desa Pamegarsari, Kec. Parung, Kab. Bogor 16330 | Email: info@pesantrenmedia.com | Twitter @PesantrenMEDIA | IG @PesantrenMedia | Channel Youtube https://youtube.com/user/pesantrenmedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *