Loading

Artikel ini merupakan tugas makalah dalam kelas tafsir. Diambil dari banyak sumber di internet

  1. Pendahuluan/Latar Belakang

Orang Arab mempunyai aneka ragam lahjah (dialek) yang timbul dari fitrah mereka dalam langgam, suara dan hururf huruf sebagaimana diterangkan secara komprehensip dalam kitb kitab sastra. Setiap kabilah mempunyai irama tersendiri dalam mengucapkan kata kata yang tidak dimiliki kabilah kabilah lain. Namun kam Quraisy mempunyai faktor faktor yang menyebabkan bhsa mereka lebih unggu di antara cabang cabang bahasa arab ainnya, yang antara lain karena tugas mereka menjaga baitullah, menjamu para jemaah haji, memamurkan masjidil haram dan menguasai perdagangan.

Karena orang arab memiliki perbedaan dialek dalam pengungkapan sesuatu makna dengan beberapa perbedaan tertentu, maka Qur’an yang diwahyukan Allah kepada RasluNya menyempurnakan makna kemukjizatannya karena ia mencakup semua huruf dan wajah qiraah pilihan di antara dialek dialek itu. Dan ini merupakan saah satu sebab yang memudahkan mereka untuk membaca, menghafal dan memahaminya.

Pada periode Makkah, Al-Quran memakai satu huruf yaitu bahasa Quraisy. Oleh karena itu Rasulullah dan para sahabat tidak menemukan kesulitan yang berarti dalam membaca dan memahami isi kandungan dalam Al-Quran. Namun, ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah, situasi dan kondisi telah berbeda jauh dengan apa yang ada di Makkah, di mana banyak orang berbondong-bondong masuk islam dari berbagai kalangan yang berbeda. Di antara mereka ada yang lanjut usia dan tidak mengerti baca tulis, sehingga mendapat kesulitan dalam membaca Al-Quran yang sebelumnya tidak pernah terjadi pada periode makkah. Oleh karena itu, Di dalam Al-Qur’an terdapat salah satu cabang ilmu pengetahuan yang disebut sab’atul ahruf.

Di kalangan para pengkaji ilmu Al- Quran dan hadits, gagasan tentang pewahyuan Al-Quran dalam tujuh huruf merupakan masalah yang rumit dan masih menjadi teka-teki dalam sejarah Al-Quran.

 

  1. Dali- dalil tentang turunnya al-Quran dalam tujuh huruf

Terdapat banyak hadits dalam berbagai riwayat yang intinya menyatakan, bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf, diantaranya adalah hadits berikut:

Dari ibn Abbas, ia berkata ; “Rasulullah berkata; ‘Jibril membacakan (Quran) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf ’ ”

Dari Umar bin Khattab, ia berkata ; “”Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surah al‐Furqan di masa hidup Rasulullah. Aku perhatikan bacaannya. Tiba‐tiba ia membacannya dengan banyak huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku melabraknya di saat ia shalat, tetapi aku berusaha sabar menunggunya sampai salam. Begitu salam aku tarik selendangnya dan bertanya : ‘Siapakah yang membacakan (mengajarkan membaca) surah itu kepadamu?‘ ia menjawab ; ‘Rasulullah yang membacakannya kepadaku’ lalu aku katakan kepadanya: ‘Dusta kau! Demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surah yang aku dengar tadi engkau membacanya (tapi tidak seperti bacaanmu).’ Kemudian aku bawa dia menghadap Rasulullah, dan aku ceritakan kepadanya bahwa ‘Aku telah mendengar orang ini membaca surah al‐Furqan dengan huruf‐huruf yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan surah al‐Furqan kepadaku.’ Maka Rasulullah berkata: ‘Lepaskan dia wahai Umar. Bacalah surah tadi, wahai Hisyam!’ Hisyam pun kemudian membacanya dengan bacaan seperti kudengar tadi. Maka kata Rasulullah : ‘Begitulah surah itu diturunkan.’ Ia berkata lagi: ‘Bacalah, wahai Umar!’ Lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan Rasululah kepadaku. Maka kata Rasullulah: begitulah surat itu diturunkan.’ Dan katanya lagi: Sesungguhnya Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu diantarannya. ”

”Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata: “Berkata Rasulullah SAW: “Jibril membacakan kepadaku atas satu huruf, maka aku kembali kepadanya, maka aku terus-menerus minta tambah dan ia menambahi bagiku hingga berakhir sampai tujuh huruf.” (HR. Bukhari Muslim).

Dan di dalam hadits yang lain:

 “Bersabda Rasul SAW: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah kamu mana yang mudah daripadanya.” (HR. Bukhari Muslim).

Diriwayatkan dari ubay bin ka’ab bahwa ketika rasul diperintah untuk membaca dengan Cuma satu huruf, rasul masih mengajukan banding pada jibril “aku mohon ampunan dan perlindungan allah, sesungguhnya ummatku tak akan sanggup” kemudian jibril pun berlalu hal itu terulang sampai empat kali, akhirnya Jibril datang dengan membawa titah “sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk membacakan Al-Qur’an kepada ummatmu dengan tujuh huruf, dari huruf yang mana saja ia membaca maka ia telah benar.

Dari Ubai bin Ka’b; “Ketika Nabi berada di dekat parit bani gafar, ia didatangi Jibril seraya mengatakan ; ‘Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan satu huruf’ Ia menjawab; ‘Aku memohonkepada Allah ampunan dan magfirah‐Nya, karena umatku tidak dapat melaksanakan perintah itu.’ Kemudian Jibril datang lagi untuk yang kedua kalinya dan berkata: ‘Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan dua huruf.’ Nabi menjawab: ‘Aku memohon ampunan dan magfirah‐Nya umatku tidak kuat melaksanakannya.’ Jibril datang lagi untuk yang ketiga kalinnya, lalu mengatakan: ‘Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan tiga huruf. ’ Nabi menjawab ‘Aku memohon ampunan dan magfirah‐Nya sebab umatku tidak dapat melaksanakannya.’ ’ Kemudian Jibril datang lagi untuk yang keempat kalinya seraya berkata: ‘Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan tujuh huruf, dengan huruf mana saja mereka membaca , mereka tetap benar.’”

  1. Pengertian dan Macam macam pendapat mengenai Sab’atul ahruf

Secara bahasa, pengertian kata  “harf” (jamaknya: ahruf) telah banyak dibahas oleh beberapa ahli. Secara etimologi,  harf berarti tepi/ujung terakhir dari sesuatu. Terkadang berarti sisi, arah, atau segi dari sesuatu. Arti lain adalah aksara (abjad), karena ia merupakan batas terputusnya suara atau ujung/akhir surat. Sedangkan pengertian kata  “tujuh”, ada yang mengartikannya secara harfiah, yakni sebagai sebuah bilangan dengan batasan yang jelas.

Ada juga yang mengartikannya secara makna, bahwa bilangan  “tujuh” bukanlah bilangan dalam arti sebenarnya, melainkan untuk maksud memudahkan, tidak mempersulit, dan memberi keleluasaan. Kata “tujuh” hanya menunjukkan pengertian jumlah yang banyak di dalam bilangan satuan.

Cukup banyak periwayatan hadits yang meredaksikan tentang penurunan al-Qur’an dengan tujuh huruf. Hadits yang dianggap paling jelas, menurut Subhi As-Shalih,1 adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Hadits ini menginformasikan bahwa suatu waktu Rasulullah saw. mencegah `Umar Ibn al-Khattab untuk melarang Hisyam Ibn Hakim memperdengarkan bacaan al-Qur’an surat al-Furqan yang sebagian dibaca dengan memakai beberapa “huruf” yang dianggap asing oleh ‘Umar. Rasulullah saw. menegaskan: (al-Quran diturunkan dalam tujuh huruf, karena itu bacalah mana yang mudah dari al-Quran).

Dari “tujuh huruf” tadi, para ahli telah banyak meneliti tentang maksudnya dan menghasilkan beragam interpretasi berdasarkan penekanan dan sudut pandang masing-masing. Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud tujuh huruf ini. Dengan latar belakang di atas, tidak heran bila muncul berbagai macam interpretasi tentang “tujuh huruf”. Bahkan, kata Ibn Hayyan, perbedaan para ahli tentang makna  “tujuh huruf” ada sekitar 35 pendapat lebih.

Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna. Dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka Al-Quran pun diturunkan dengan sejumlah lafad sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-Quran hanya mendatangkan satu lafadh atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda pendapat juga dalam menentukan ketujuh bahasa itu. Dikatakan bahwa ketujuh bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman.

Menurut Abu Hatim asSijistani, Qur’an diturunkan dalam bahasa Qquraisy, Huzail, Tamim, Asad, Rabi’ah. Hawazin dan Sa’d bin Bakar.

  1. Dalam pendapat yang lain, yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab yang ada, yang mana dengannyalah Al-Quran diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Al-Quran secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa paling fasih di kalangan bangsa Arab, meskipun sebagian besarnya dalam bahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Hudzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman; karena itu maka secara keseluruhan Al-Quran mencakup ketujuh bahasa tersebut.

Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya; akrena yang dimaksud dengan tujuh huruf dalam pedapat ini adalah tujuh huuf yang bertebaran di di berbagai surah alQuran, bukan tujuh bahsa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna.

Berkata Abu Ubaid: “Yang dimaksud adalah bukanlah setiap kata boleh dibaca dengan tujuh bahasa, tetapi tujuh bahasa yang bertebaran di dalam al Quran. Sebagaimana bahasa Quraisy, sebagian yang lain bahsa Huzail, Hawazin, Yaman, dan lain lain.”

  1. Sebagian ulama menyebutkan, yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh segi, yaitu; amr (perintah), nahyu (larangan), wad (ancaman), jadal (perdebatan), qashash (cerita) dan matsal ( perumpaman), Atau amr, nahyu, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal.

 

  1. Segolongan ulama berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam hal yang didalamnya terjadi ikhtilaf (perbedaan), yaitu: Perbedaan kata benda, Perbedaan segi I’rob, Perbedaan dalam Tashrif, Perbedaan dalam Taqdim dan takhir, Perbedaan dalam segi Ibdal (pergantian), perbedaan dengan adanya penambahan dan pengurangan, dan perbedaan lahjah dengan pembacaan tafkhim dan tarqiq.

 

  1. Beberapa ulama juga berpendapat bahwa tujuh huruf yang tujuh macam bacaan al Quran yang juga disebut Qiroah Sab’ah.

 

  1. Tujuh tidak diartikan secara harfiah ( ﻟﻪ ﻻﻣﻔﻬﻮم ), namun menunjukkan lambang kesempurnaan atau menunjukkan jumlah banyak dan sempurna.

 

  1. Pendapat terakhir mengemukakan bahwa tujuh huruf yang dimaksud adalah Tujuh wajah/segi dari lafadz-lafadz yang berbeda dalam satu kalimat, namun maknanya tunggal

 

 

  1. Tanggapan dan Analisis

 

  • Pendapat yang paling kuat di antara pendapat-pendapat itu semua adalah pendapat pertama, dan bahwasanya yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa (dialek) dari bahasa-bahasa Arab dalam satu makna. Yang berpendapat dengan pendapat ini adalah, Sufyan bin ‘Uyainah, Ibnu Jarir, Ibnu Wahb dan yang lainnya. Dan Ibnu Abdil Barr menyandarkan pendapat ini kepda kebanyakan ulama. Dan yang menunjukkan hal ini adalah hadits Abi Bakrah radhiyallahu ‘anhu:

”Sesungguhnya Jibril ‘alaihissalam berkata:”Wahai Muhammad, bacalah al-Qur’an dalam satu huruf.” Maka Mikail ‘alaihissalam berkata:”Mintalah tambahan huruf.” Maka Jibril ‘alaihissalam berkata:”Dalam dua huruf.” Dan Jibril ‘alaihissalam terus menerus menambahkannya sampai dalam enam atau tujuh huruf. Lalu ia mengatakan:”Semuanya adalah obat penawar yang memadai, selama ayat adzab (ayat yang menceritakan tentang siksa) tidak ditutup dengan ayat rahmat (ayat yang menceritakan tentang rahmat/kasih sayang) dan ayat rahmat tidak ditutup dengan ayat adzab. Seperti ucapanmu:تَعَالَ , أَقْبِلْ, اذْهَبْ , أَسْرِعْ , dan عْجِّلْ” (HR Imam Ahmad no. 21055)

Imam Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata:”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan lafazh-lafazh tersebut hanyalah untuk memberikan contoh terhadap huruf-huruh (dialek) yang dengannya al-Qur’an diturunkan, dan bahwasanya ia adalah makna-makna yang sama pemahamannya, dan beda pengucapannya. Dan tidak ada satupun di dalamnya makna yang saling bertentangan, dan tidak ada sisi makna yang kotradiksi dan menafikkan makna sisi yang lain, seperti kata rahmat yang berlawanan dengan adzab.”

  • Pendapat yang kedua yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa (dialek) dari bahasa-bahasa (dialek) Arab yang dengannya al-Qur’an diturunkan, yang artinya bahwa secara keseluruhan kalimat-kalimat al-Qur’an tidak keluar dari ketujuh huruf tersebut dan ketujuh huruf tersebut terkumpul dalam al-Qur’an. Pendapat ini dijawab bahwa bahasa Arab lebih dari tujuh. Dan bahwasanya ‘Umar radhiyallahu ‘anhu dan Hisyam bin Hakim keduanya adalah orang Quraisy, satu kabilah, namun keduanya berbeda dalam bacaan mereka. Dan mustahil kalau ‘Umar radhiyallahu ‘anhu mengingkari bahasanya sendiri, maka hal itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf bukanlah apa yang dimaksud oleh mereka (pendapat kedua). Dan tidak ada maksud yang lain (dari tujuh huruf) kecuali ia adalah perbedaan alfazh dalam mengungkapkan satu makna, dan itu adalah pendapat yang kami rajihkan.
  • Pendapat ketiga yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh sisi bahasa; yaitu berupa amr (perintah), nahyu (larangan), halal, haram, muhkam, mutaysabih, dan matsal (perumpamaan). Maka bisa dijawab bahwa zhahir (makna yang nampak) dalam hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah suatu kalimat yang dibaca dengan dua, tiga sampai tujuh model bacaan dalam rangka memberikan kelonggaran bagi ummat ini. Dan satu perbuatan atau benda tidak mungkin menjadi halal atau haram dalam satu ayat, dan makna kelonggaran bukan dalam hal mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram dan juga bukan dengan merubah sesuatu dari maknanya yang disebutkan.

Dan yang ada dalam hadits-hadts yang lalu menjelaskan bahwa para Shahabat radhiyallahu ‘anhumyang berselisih dalam bacaan menghadap kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau meminta masing-masing dari mereka untuk membaca, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam membenarkan masing-masing dari bacaan mereka sekalipun bacaannya berbeda-beda. Sampai-sampai sebagian shahabat bingung terhadap pembenaran beliau terhadap bacaan-bacaan tersebut. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para Shahabat yang bingung ketika beliau membenarkan semua bacaan:

”Sesungguhnya Allah memerintahkan aku untuk membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf.”

  • Adapun pendapat keempat yang mengatakan bahwa maksud dari tujuh huruf adalah sisi-sisi perbedaan yang di dalamnya terjadi perbedaan. Maka pendapat ini dijawab bahwa sekalipun pendapat ini menyebar dan bisa diterima, namun ia tidak tegak dihadapan dalil-dalil pendapat pertama yang secara tegas menunjukkan bahwa ia (maksud tujuh huruf) adalah perbedaan dalam lafazh dan kesamaan makna. Dan sebagian sisi perubahan atau perbedaan yang mereka sebutkan datang lewat Qira’ah Ahad (tidak mutawatir). Dan tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa semua yang ada di dalam al-Qur’an ditetapkan lewat riwayat yang mutawatir. Dan kebanyakannya kembali kepada bentuk kalimat atau cara penyampaian, yang tidak menjadikan adanya perbedaan dalam lafazh. Seperti perbedaan dalam ‘Irab, Tashrif (Sharf), Tafkhim (penebalan bacaan huruf), Tarqiq (penipisan bacaan huruf), Fath, Imalah, Izhar, Idgham, dan Isymam. Dan ini bukan termasuk perbedaan yang di dalamnya ada bermacam-macam lafazh dan makna, karena sifat-sifat tersebut yang berbeda dalam pengucapannya tidak keluar dari statusnya sebagai satu lafazh.
  • Pandangan lainnya yang cukup bermasalah adalah pemaknaan tujuh ahruf sebagai al-qiraat As sab’ (tujuh bacaan), khususnya yang dihimpun Ibnu Mujahid. Pandangan ini biasanya dinisbatkan kepada orang awam, karena tidak satu ulama pun yang memegangnya. Dalam kenyataannya, memang varian bacaan yang eksis di kalangan kaum muslim tidak sepakat tentang keabsahannya.
  • Sementara, sejumlah sarjana muslim lainnya seperti Sufyan ibn Uyainah, Ibnu Jarir, Ibnu Wahab, dan Mana’ Al-Qahthan, memaknai tujuh ahruf merujuk kepada suatu bilangan yang tidak tertentu banyaknya. Jadi, tujuh ahruf di sini bermakna bahwa Al-Quran dapat dibaca dalam berbagai cara. Keberagaman cara pembacaan Al-Quran ini, yang juga diakui oleh sejumlah sarjana muslim, membolehkan pembacaannya mengganti suatu kata dengan kata-kata lain yang memiliki makna senada.Tetapi penggantian ini tentunya bisa mencakup jumlah yang sangat banyak dan mungkin juga mencakup keseluruhan kata yang ada dalam suatu ayat. Oleh karena itu, pemaknaan sab’ah ahruf seperti ini terlihat tidak logis, karena akan berimplikasi pada beberapa permasalahan. Diantaranya adalah pembolehan periwayatan Al-Quran dengan makna, bahwa I’jaz Al-Quran bisa datang dari manusia biasa, pembacaan lafazh pengganti ini dinilai ibadah dan sah dibaca dalam shalat, bahwa Al-Quran bukan kalam Allah, namun manusia dan lain sebagainya.

 

  1. Hikmah diturunkanya al Quran dengan tujuh Huruf

Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dengan tujuh huruf (ahruf sab’ah) dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing, dan belum terbiasa menghafal syariat, apalagi mentradisikannya.
  2. Bukti kemukjizatan Al-Qur’an bagi kebahasaan orang arab. Al-Qur’an banyak mempunyai pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang arab, sehingga setiap orang arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama naluri mereka dan lahhjah kaumnya, tanpa mengganggu kemukjzatan Al-Qur’an yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka.
  3. Kemukjizatan Al-Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab, perubahan bentuk lafazh pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan berbagai hokum dari padanya. Hal inilahyang menyebabkan Al-Qur’an relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para fuqaha dalam istimbat dan ijtihadnya berhujjah dengan qira’at tujuh huruf ini.
  4. Bukti kemukjizatan Quran bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab. Al Quran mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang Arab, sehingga setiap orang Arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama yang telah menjadi watak dasar mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap keberadaan Al Quran sebagai mukjizat yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka. Dan mereka tidak mampu menghadapi tantangan tersebut. Sekalipun demikian, kemukjizatan itu bukan terhadap bahasa melainkan kepada naluri kebahasaan mereka itu sendiri.

 

  1. Kesimpulan

Dalam pembahasan mengenai tujuh huruf dalam al Quran, dapat diambil kesimpulan bahwa pada awal masa Rasulullah SAW, al Quran diturunkan dalam tujuh Huruf, telah banyak hadits yang menjelaskan masalah tersebut.

Meski terdapat pula banyak pendapat mengenai tujuh huruf yang dimaksud tersebut, namun sebagian besar ulama dan para ahli tafsir berpendapat bahwa tujuh huruf yang dimaksud tersebut adalah  tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna. Dan pendapat tersebut merupakan pendapat yang lebih kuat dari pendapat pendapat lainnya.

Adanya fenomena tujuh huruf hanya memperjelas realitas kemajemukan bahasa di jazirah Arab, dan kemajemukan dialek yang berbeda-beda. Tujuh huruf itu sendiri, apabila ditafsirkan dalam konsep dialektika teks dengan realitas di satu sisi, dan atas dasar cara kelisanannya dalam menerima dan menyampaikan teks di sisi lain, dapat menegaskan adanya respon wahyu terhadap realitas. Dan sebenarnya, tujuh huruf hanyalah semacam bentuk pemberian kemudahan bagi umat islam dalam membaca teks.

Oleh karena penafsiran sab’ah ahruf bersifat ijtihadi.

Wallahu a’lam………..

[Ahmad Khoirul Anam, santri angkatan ke2, jenjang SMA, PesantrenMEDIA] @anamgram

By anam

Ahmad Khoirul Anam, santri angkatan ke-2, jenjang SMA di Pesantren Media | Blog pribadi: http://anamshare.wordpress.com | Twitter: @anam_tujuh

2 thoughts on “7 Huruf dalam al Quran (Sab’atul Ahruf)”
  1. alhamdulillah, bertambah pula pengetahuan saya mengenai pengertian 7 ahruf dalam Al Qur’an trimakasih banyak. semoga menjadi amal anda dan bermanfaat bagi pembaca yang lain nya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *