Loading

Liputan Khusus Diskusi Aktual, Rabu 19 Februari 2014.

Rabu, 19 Februari 2014. Untuk yang kesekian kalinya, Pesantren Media kembali mengadakan Diskusi Aktual. Untuk diskusi kali ini, Ustadz Oleh memilih tema “Berburu Caleg Artis, Bukti Ngawur Demokrasi.” Mendekati masa-masa pemilu seperti ini, kita mengetahui partai-partai politik sedang sibuk-sibuknya melakukan pemburuan terhadap caleg-caleg yang akan mereka turunkan dalam pemungutan suara nanti. Sehingga, beberapa partai politik terlihat memanfaatkan selebriti demi mendapatkan perolehan dukungan terbanyak dari masyarakat, bahkan mereka sudah tidak perduli lagi dengan kualitas caleg yang mereka turunkan, kemenangan sudah menjadi preioritas yang tak terkalahkan. Oleh karena itu, hal ini menjadi sangat penting dibahas bagi santri-santri Pesantren Media.

Diskusi yang diadakan di lantai bawah gedung Pesantren Media ini dimulai sekitar pukul 11:45. Diawali dengan pembukaan dan sedikit pengumuman dari Ustadz Oleh Solihin, juga beberapa prolog terkait dengan tema yang akan dibahas..

Kemudian diskusi diserahkan kepada para petugas yang telah ditunjuk hari-hari sebelumnya. Teh Ira dan Holifah sebagai moderator yang akan menuntun dan memimpin acara, kemudian saya sendiri, Ahmad Khoirul Anam sebagai notulen yang bertugas mencatat setiap pembahasan diskusi.

Moderator naik ke panggung, notulen mempersiapkan netbooknya, diskusi pun dimulai.

Tak ada prolog atau pembukaan sedikit pun dari kedua moderator, Ustadz Oleh yang membuka diawal tadi dirasa sudah cukup untuk membuat peserta diskusi memahami ke arah mana tujuan pembahsan diskusi kali ini.

Sebagai notulen, saya berhasil mengumpulkan 10 pertanyaan dari para peserta diskusi, meski yang berhasil terbahas hanya 6 pertanyaan dikarenakan waktu yang terbatas.

Berikut ini pembahasan-pembahasannya.

  • Pertanyaan yang pertama ini dari Nissa, Bagaimana awal mula kenapa sekarang banyak yang berburu caleg artis, siapa yang memperkenalkan sistem seperti itu?

Pertanyaan pertama ini langsung dijawab oleh Fadlan, menurutnya yang mengawali semua ini tentu saja dari setan.

Jawaban dari Fadlan tersebut membuat peserta lain tertawa, terdengar lucu. Tidak ada yang salah dengan jawabannya, namun bukan jawaban mendasar seperti itu yang dibutuhkan.

Tak mau ketinggalan, Tia juga menjawab, “kita semua tahu, artis kan banyak penggemarnya, jadi dengan memilih artis menjadi caleg, tentu saja popularitasnya semakin naik.”

“Karena partai-partai politik ingin menguasai pemerintahan, karena ada juga yang sampai membeli pertambanagan batu bara.” Tambah Fathimah.

Berikutnya dari Ihsan, menurutnya partai-partai politik kan kesusahan mencari suara, jadi untuk mengatasinya mereka memanfaatkan artis untuk memperbanyak suara, sehingga mereka menawarkan artis-artis untuk menjadi caleg dengan harapan dapat mengumpulkan suara banyak.

Jawaban yang benar dari Ihsan, namun belum sesuai dengan pertanyaannya.

Jawaban lain ditambahkan oleh Teh Ira selaku moderator, “yang jelas para artis mulai jadi caleg itu mulai populer sejak 2009, tapi siapa yang pertama kalinya tidak tahu.”

Banyak yang terlibat menjawab pertanyaan ini, namun semua peserta sepertinya tidak ada yang tahu kapan pertam kali partai-partai politikmulai memanfaatkan artis atau selebriti sebagai caleg.

Ustadz Oleh yang menjadi pembina dalam diskusi ini akhirnya mengeluarkan pendapatnya. Menurutnya, fenomena pemanfaatan selebriti oleh partai politik sebenarnya sudah dimulai sejak jaman 80an, pada zaman itu hanya ada 3 partai politik, golkar, PDI, PPP. ketika itu Roma Irama menjadi juru kampanye PPP karena Roma Irama saat itu memiliki banyak penggemar, sehingga di beberapa tempat PPP hampir selalu menang, meski secara nasional masih kalah dari Golkar. Namun yang pertama memanfaatkan artis menjadi caleg saya tidak tahu pasti, namun karena pada tahun 2009 untuk pertama kalinya legislatif dipilih oleh rakyat, kemungkinan tahun itulah artis mulai dimanfaatkan di bangku legislatif.

Jawaban terakhir dari Ustadz Oleh menutup pertanyaan pertama. Diskusi dilanjutkan dengan pertanyaan selanjutnya.

  • Pertanyaan yang berasal dari Difa, apa yang membuat artis ingin mencalonkan diri jadi caleg?

Mayla menjawab, mungkin soal gaji yang diinginkan.

Icha juga menambahkan, menurutnya ketika mereka sudah menjadi artis, mereka memiliki rencana masuk ke dunia politik, supaya dianggap masyarakat bahwa ia peduli dengan masyarakat sehinga meningkatkan popularitasnya juga.

Lagi lagi Ihsan tak mau ketinggalan, “Karena merasa pamornya mulai memudar, sehingga para selebriti tersebut mencari lahan baru dengan mencoba peruntungan di bidang politik, ini diambil dari pengamat politik Univerisity Airlangga Surabaya, Haryadi.”

Jawaban lain juga disampaikan oleh Nissa, “terjun ke dunia politik alasannya, pertama karena kampanyenya tidak laku, misalnya seorang pemain sintron, terus udah nggak laku, akhirnya ngambil kuliah bidang poltik, akhirnya masuk dunia politik, dan menjadi DPR untuk mencari peruntungan lain di dunia politik, intinya seperti itu.”

4 jawaban dari para peserta, Ira sang moderator menambahkan, “memang benar, agar popularitasnya semakin tinggi, ada juga kasus seperti desy ratnasari, menurut pengakukannya ia menjadi caleg karena dorongan dari masyarakat untuk menjadi caleg, sedangkan seperti Arzeti Bina, ia mengaku  ingin lebih berarti dan bermanfaat bagi masyarakat, juga terpancing oleh temannya yang sukses di politik, jadi pengin ikut juga. Namun berita yang mengahrukan saat ini adalah, dari sekian banyaknya caleg artis, ada juga yang berasal dari bintang porno, Destiara Talita, resmi jadi caleg pada pemilu 2014 partai PKPI, kabupaten Cirebon dan Indramayu.

 Na’udzubillah min dzalik, miris mendengarnya.

  • Pertanyaan selanjutnya dari Qois, anggota legislatif itu tugasnya apa? Apakah artis tidak boleh jadi caleg? Yang jadi legislatif seharusnya seperti apa kriterianya?

Novia menjawab pertanyaan pertama dari Qois, menurutnya, mungkin anggota legislatif harusnya tugasnya mengurusi rakyat.

Neng Ilham menambahkan, “kalo dalam pelajaran PKN waktu sekolah, anggota legislatif itu ditugaskan untuk membuat UUD, Eksekutif melaksanakn UUD. Dan legislatif itu bentuknya seperti DPR, DPD, dll.”

Kemudian Tia menjawab pertanyaan kedua Qois, sebenarnya bolehkah artis jadi caleg? Menurut Tia, boleh-boleh aja, tapi apakah ia layak atau tidak? Itu yang dipertanyakan. Kalo bisa ngurusin rakyat dan ngerti atau memahami rakyat, ya nggak apa-apa, dan moralnya juga harus baik.

Neng Ilham kembali menambahkan, “kenapa harus milih artis? Nanti bagaiamana nasib rakyat, dia bisa nggak ngurusi rakyat? nanti bisa bisa malah akan dilegalkan pornografi, karena ada juga artis seksi-seksi yang jadi legislatif, malah ada juga bintang porno.”

Tia juga menambahkan lagi, “kenapa mesti perempuan, dalam islam juga nggak boleh prempuan jadi pemimpin.”

Jawaban lain terdengar dari Mas Farid, “kalo misalkan dijawab dengan mengesampingkan islam, maka untuk menjadi caleg , artis boleh-boleh saja , asalkan yang ditampilkan bukan hanya kualitas fisik, kecantikan popuratis, tapi harus memiliki kulaitas dalam hal politik, pemahaman. Sedangkan kualitas artis sekarang tidak seperti itu. Namun jika dijawab dengan Sistem Islam, maka dalam Islam, untuk jadi caleg zaman ini, bukan artis pun tidak boleh karena menjadi caleg sama dengan mengokohkan demokrasi, sedangkan demokrasi bukanlah sistem Islam, Islam memiliki sistem sendiri.”

Pertanyaan kedua dari Qois dirasa sudah terjawab, maka dilanjutkan dengan membahas pertanyaan ketiga dari Qois, yang jadi caleg harusnya seperti apa kriterianya?

Cypa menjawab, “ harus bijaksana, adil, nggak milih milih atau tidak memihak ke salah satu pihak.”

Kemudian dari Ela, “menurut sistem yang ada sekarang ini, seharusnya legislatif mempunyai kemampuan wawasana yang luas, intelektual tinggi, moral baik, jadi saat mengambil keputusan nggak mementingkan salah satu kelompok tapi memntingkan masyarkat secara luas.”

Pertanyaan dari Qois pun selesai dibahas.

  • Pertanyaan dari Alifa, apakah kedepannya indonesia menjadi lebih baik atau buruk dengan memilih artis menjadi caleg?

Tia menjawab, “mau artis atau siapapun yang jadi caleg, kalao sistemnya masih belum menggunakan sistem Islam maka nggak akan baik. Adapun baik tapi tidak akan lebih baik dari sistem Islam.”

Neng tak ketinggalan berpendapat lagi, “caleg artis yang dipilh saat ini kan kebanyakan perempuan, dan perempuan ketika dipilih jadi pemimpin maka akan berbahaya, seperti contohnya Ratu Atut yang banyak terkena kasus. Perempuan itu mudah dieksploitasi, karena kebanyak perempuan hanya mengandalkan perasaan, mudah dibohongi, ditipu, bujuk rayu.”

  • Pertanyaan terakhir Dari Novia, kenapa pihak partai memilih calon legislatifnya artis, padahal dari pihak bukan artis juga bisa. Apakah islam memperbolehkan sistem seperti itu, yaitu memilih legislatif?

Pertanyaan ini lagi-lagi dijawab oleh Neng, menurutnyaitu dikarenakan dengan artis pasti akan memperoleh banyak suara karena popularitasnya yang membuatnya banyak penggemar.

Kemudian untuk menjawab terkait bagaimana sistem Islam, Ustadz Oleh yang menjawab, “dalam Islam, tidak ada legislatif, yang ada hanya majlis syuroo yang dipilih dari masing masing daerah untuk mengatasi masalah masalah umat pada masing-masing daerah, seperti bantuan tenaga listrik, dan majelsi syuroo dibentuk tentu demi kemaslahatan umat. Jadi di Islam nggak ada Legislatif, bahkan tidak boleh ada.”

Dengan selesainya pembahasan untuk pertanyaan terakhir dari Novia, maka diskusi pun berakhir sekitar pukul 12:00. Ditutup dengan sebuah kesimpulan dari Ustadz Oleh.

“Kesimpulannya, jadi saking ngawurnya demokrasi, sehingga untuk menacri caleg aja menggunakan artis hanya untuk mengdapatkan suara terbanyak. Kalau pun ada partai partai Islam, maka Islam tidak akan dimenangkan melalui demokrasi, karena Islam memiliki sistem sendiri, yaitu sistem dari Allah.”

 [Ahmad Khoirul Anam, santri angkatan ke2, jenjang SMA, PesantrenMedia]

By anam

Ahmad Khoirul Anam, santri angkatan ke-2, jenjang SMA di Pesantren Media | Blog pribadi: http://anamshare.wordpress.com | Twitter: @anam_tujuh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *