Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan yang terasa sangat aneh dengan sebelumnya, karena pada tahun ini aku aku menjalani puasa di kota orang dan jauh dari keluarga, mungkin ini adalah hal yang biasa bagi bebrapa orang tapi bagiku ini adalah hal yang luar biasa, karena kau sendri aslinya tinggal di Sanggau, salah satu kabupaten yang ada di kalimantan Barat, orang tuaku aslinya adalah orang Jawa, yang dulunya pernah ikut transmigrasi ke Kalimantan.
Jauh dari orang tua juga baru sekali, dan di bulan Ramadhan ini aku tidak pulang ke kota kelahiranku, bahkan mungkin sampai lebaran nanti aku tidak pulang, karena lebaran nanti ibuku atau biasa aku panggil Umi akan datang kesini untuk bertemu denganku.
Bogor adalah kota baruku saat ini, tempat aku mencari ilmu, aku merasa suasana Ramadhan yang sangat berbeda dengan di Sanggau tempat aku dilahirkan. Dan ini adalah suasana baru untuku, dan aku merasa senang bisa Ramadhan di sini, sekalian menambah pengalaman.
Di samping senang ada juga sedihnya, karena kau tidak bisa menikmati makanan sahur dan berbuka dengan keluarga seperti biasanya, dan ditambah lagi karena di Bogor ini aku belum banyak kenal dengan orang dan tetangga-tetangga disini, sehingga au merasa kalau aku adalah tamu di sini.
Banyak teman-teman SMP ku yang mengharapkan agar aku pulang saat lebaran nanti, karena biasanya jika lebaran kami selalu bersama-sama mengunjungi rumah teman-teman yang lain dan guru-guru untuk bersilaturahmi, namun aku tidak bisa pergi bersama mereka lagi, karena sekarang aku ada di kota baruku, menempuh hidup baru, suasana baru, dan menjalani semua nya dengan serba baru.
Aku menjalani semua ini tanpa teman-teman lama yang menemaniku. Mungkin lebaran nanti aku bingung aku harus bersilaturahmi kemana, tetangga yang aku kenal hanya beberapa, ini semua akan menjadi lebaran yang sangat berbeda sepanjang hidupku, aku mungkin lebih banyak di rumah. Tidak seperti di Sanggau, jika lebaran aku selalu pergi bersilaturahmi ke rumah keluarga, teman, tetangga dan guru-guruku, aku jarang di rumah, selalu saja sibuk ke rumah-rumah orang untuk silaturahmi.
Apalagi Ramadhan ini juga terasa sangat beda sekali dengan biasanya, aku harus bisa menyesuaikan suasana baru ini.
Aku teringat di tempatku klaimantan barat, jika bulan Ramadhan kami selalu jalan-jalan pagi atau mungkin orang sana menyebutnya dengan kata sepor, atau mungkin sport ya, aku nggak tau juga karena aku bukan asli orang sana. Biasanya hal itu dilakukan sekitar ba’da shubuh.
Di pagi itu jalanan kota di penuhi dengan anak-anak yang berkumpul dan tak jarang terlihat anak-anak yang berpacaran, banyak suara petasan, bahkan antar kelompok kadang juga terlibat perang mengunakan petasan, walaupun perang nya terlihat main-main dan untuk bersenang-senang, namun bahaya juga, karena bisa melukai tubuh. setiap ramadhan ada saja anak-anak yang terkena akibatnya.
Kegiatan jalan pagi itu selalu dilakukan setiap pagi dan selalu ramai, apalagi di taman, di sanalah tempat berkumpulnya kelompok-keompok tertentu, kadang sampai jalanan dipenuhi dengan asap akibat petasan yang mereka gunakan.
Jika sudah mulai memasuki lebaran, anak-anak disana banyak yang memainkan meriam, hanya dengan bambu yang besar dan minyak tanah, meriam sudah dapat berbunyi.
Dimana-mana terdengar meriam, apalagi sehari sebelum lebaran, selalu saja menjadi tradisi. Aku biasanya hanya melihat mereka main, karena aku sendiri tidak terlalu seuka dengan permainan seperti itu, mungkin bagiku tidak menyenagkan karena hanya mengeluarkan bunyi yang berisik, tapi bagi mereka mungkin itu adalah hal yang sangat menyenangkan.
Tapi sekarang berbeda sekali, aku tidak bisa merasakan suasana itu semua, tapi aku mencoba menjalani suasana ynag baru, aku belajar hidup mandiri, dan aku belajar untuk tidak selalu bersenang-senang, karena kita harus memikirkan untuk masa depan dan menjadikan akhirat sebagai tujuan hidup nantinya. [Ahmad Khoirul Anam, santri Pesantren Media, Kelas 1 SMA]
Catatan: tulisan ini adalah bagian dari tugas menulis diary di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media