Loading

cute-little-muslim-baby-holing-holy-quran

Tahukah kamu apa itu Hafizh? Berasal dari bahasa apa? Apakah hafizh itu nama orang? Lalu apa hubungannya dengan Banjarmasin?  Mungkin inilah pertanyaan yang ada di benak kalian saat pertama kali membaca judul tulisan ini.

Hafizh adalah sebutan untuk penghafal  Al Qur’an.  Tentunya, yang benar-benar hafal  dan paham isi Al Qur’an. Jadi orang yang hafal dan paham Al Qur’an itu biasa disebut Hafizh. Seperti  Hafizh satu ini yang akan saya ceritakan lewat tulisan kali ini. Nama aslinya adalah Rahmatullah Noor Hidayat. Sebut saja  Ustadz Rahmat. Banjarmasin adalah kampung halamannya, karena memang beliau berasal dari sana. Pria berumur 28 tahun ini adalah anak pertama dari pasangan Ustadz Ramli dan Siti Noor Laela Wati. Beliau pernah mengenyam pendidikan di SDN Belitung Selatan 1 Banjarmasin, SLTP Rahmatillah, SMU Islam Sabilal Muhtadin, Fakultas Dakwah IN Antasari, dan Ulumul Qur’an dan Hadist di Jakarta.

Sejak kecil Ustadz Rahmat senang membaca Al Qur’an. Beliau mulai menghafal pada akhir Desember  tahun 1998. Ketika kelas 3 SMP sudah hafal 6 juz. Dalam perjalanannya selama menghafal Al Qur’an,  beliau mendapat rintangan dan kesulitan. Untuk menghafal Al Qur’an beliau menggunakan media kaset dan tape recorder.  Saat itu kaset murottal susah didapatkan. Wajar saja, teknologi belum canggih dan memadai.  Berbeda dengan sekarang. Untuk menghafal salah satunya bisa menggunakan MP3/MP4 Player. Saat ditanya apa motivasi dan alasan menggunakan kaset dan tape recorder, Inilah jawaban beliau.

“ Motivasi saya menghafal Al Qur’an adalah karena saat itu saya mendapat cobaan. Mata kurang awas, ada masalah pada penglihatan,  tidak bisa melihat dengan jelas. Sedangkan saya ingin tetap membaca Al Qur’an. Nah, karena tidak bisa membaca Al Qur’an secara langsung jadi saya menghafal. Sejak kecil sudah suka membaca Al Qur’an. Jadi sekalian melanjutkan hobi saya dulu yaitu membaca Al Qur’an meskipun dengan cara menghafal.” Jelasnya.

Dalam metodenya, Ustadz Rahmat  menghafal Al Qur’an secara acak. Saat itu menggunakan kaset yang qorinya adalah Muammar  Z.A. Hanya saja loncat-loncat dari satu juz ke juz lain. Misalnya Juz 1, 3, 6, 10 dan lainnya. Hal ini dikarenakan kaset yang susah untuk didapatkan. Nah, ketika SMA beliau mendapatkan kaset yang berisi 30 juz. Qorinya adalah Abdurrahman Assudais. Kedua qori ini memiliki cirri khas yang berbeda. Suara Muammar Z.A pelan sedangkan Abdurrahman cepat.

Di akhir SMA beliau mendapat kesulitan. Hafalan sebanyak 6 juz yang telah didapatkan hilang. Kenapa bisa hilang? Itu karena kesibukan, malas, belum bisa memanajemen waktu dan belum fokus. Meskipun begitu, berkat tekad yang kuat di awal kuliah tahun 2002, beliau mulai mengulang kembali hafalannya. Allah memberi rezeki dan kemudahan sehingga bisa membeli Al Qur’an digital. Berkat pertolongan dari Allah ini, di akhir kuliah beliau bisa menyelesaikan hafalannya. Pada tahun 2006 beliau lulus kuliah dan selesai juga hafalannya. Jadi membutuhkan waktu 4 tahun untuk mengulang dan menambah hafalan.

Pada tahun 2008, Ustadz Rahmat menyetorkan hafalannya secara utuh yaitu sebanyak 30 juz di Ciputat kepada seorang hafizh bernama Alifakhuluddin dari madrasatul Qur’an, Jombang. Dari sana beliau mendapatkan ijazah. Namun, sebelumnya beliau juga pernah menyetor ke beberapa ustadz dan  hafizh di Banjarmasin. Hanya saja saat itu hafalannya belum selesai.

Ustadz Rahmat adalah sosok yang tidak suka mengikuti ajang perlombaan misalnya MTQ. Namun, sekali dalam hidupnya beliau pernah mengikuti lomba tingkat kecamatan Ciputat . Dan Alhamdulillah beliau mendapat 20 juz dan meraih juara ke-2. Hal ini dilakukannya karena untuk menghormati gurunya yaitu Alifakhuluddin. Gelar Ustadz Rahmat adalah S.Sos.I (Sarjana Sosial Islam) MA.

Sekarang Ustadz Rahmatullah telah menjalin bahtera rumah tangga dengan istrinya yang bernama Wita Dahliani (30 tahun). Mereka menjalin keluarga dari tahun 2007 dan telah dikaruniai dua  orang putri. Anak yang pertama bernama Alfia Syafa Rahmatullah ( 2 tahun 5 bulan) dan Hamna Tsaqifa Rahmatullah ( 1 tahun 3 bulan). Saat ini beliau menjadi guru tahfizhul Qur’an di Pesantren Media, Bogor.

Bagi Ustadz Rahmat, tantangan yang beliau hadapi selama menghafal Al Qur’an adalah lingkungan yang tidak kondusif. Saat itu beliau tidak berada di lingkungan kondusif seperti di pesantren. Jadi menghafal Al Qur’an perlu usaha yang besar. Tidak hanya tantangan, beliau juga merasakan sukanya ketika menghafal. Menghafal apalagi sendiri serasa ada temannya siapa lagi kalau bukan Al Qur’an. Di saat galau atau badmood. Orang tua dan teman senang dengan aktifitas yang saya lakukan itu. Walaupun support dari orang tua tidak terlalu besar.

“Kesedihan itu bisa diobati dengan membaca Al Qur’an. Tidak ada kesedihan bagi penghafal Al Qur’an. Balasan bagi orang yang menghafal Al Qur’an adalah dimudahkan Allah baik di dunia maupun akhirat. Di dunia dimudahkan rezeki sedangkan di akhirat diberikan syafa’at. Syafa’at untuk orang tua. Al Qur’an adalah obat dari segala penyakit. Obat hati dan petunjuk bagi kita. Insya Allah.” Tuturnya.

Untuk para pembaca, ada pesan dari beliau. Pesannya, jadikanlah Al Qur’an sebagai orientasi hidup untuk meraih keridhoan Allah. Nah, itulah tadi sekilas profil dari Ustadz Rahmatullah. ‘Si Hafizh dari Banjarmasin’. Semoga kita termasuk orang yang suka menghafal Al Qur’an. Bagi yang sebelumnya tidak suka, mudah-mudahan setelah membaca tulisan ini kalian tergugah hatinya untuk menghafal Al Qur’an dan berkeinginan menjadi seorang hafizh/hafizhoh seperti beliau. Karena Al Qur’an adalah  pedoman hidup kita semua. Amiin. [Siti Muhaira, santri tahun pertama SMA di Pesantren Media]

Catatan: tulisan ini adalah sebagai tugas menulis feature kelas menulis kreatif Pesantren Media.

By Hawari

Hawari, santri angkatan ke-2 jenjang SMA di Pesantren Media | Blog pribadi: http://downfromdream.tumblr.com | Twitter: @hawari88

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *