Loading

Oleh Farid Ab (Santri Pesantren Media)

Kita semua tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah korupsi. Setiap hari media masa baik cetak maupun elektronik menghadirkan berita tentang korupsi. Banyak pejabat baik itu di tingkat eksekutif maupun legislatif terlibat kasus korupsi. Sementara itu, dari waktu ke waktu jumlah pejabat yang terindikasi melakukan korupsi bukannya berkurang melainkan semakin bertambah. Negara pun kehilangan trilyunan rupiah akibat ulah para pejabat yang egois dan tidak bermoral ini.

Jika di jaman dahulu seseorang malu melakukan korupsi, maka sekarang ini keadaan seolah –olah terbalik. Para pejabat malah mecari-cari celah dan kesempatan untuk melakukan korupsi. Seakan-akan kurang sreg rasanya jika selama mereka menjabat tidak melakukannya. Korupsi sudah menjadi budaya terselubung di kalangan pejabat.

Banyak faktor yang menyebabkan korupsi membudaya di kalangan pejabat. Di antaranya adalah mahalnya ongkos politik. Untuk menjadi seorang pejabat misalnya, dibutuhkan biaya yang begitu besar. Biaya itu digunakan untuk berbagai keperluan misalnya untuk biaya kampanye, memberi uang untuk calon pemilih, suap sana-sini, dan lain sebagainya. Akibatnya tentu sudah bisa diduga. Jika tidak terpilih mereka akan mengalami depresi atau bahkan menjadi gila. Dan jika mereka terpilih, sudah dapat dipastikan bahwa mereka tidak akan benar-benar memikirkan nasib pemilihnya, melainkan akan berusaha mencari cara bagaimana mengembalikan modal yang telah dikeluarkan.

Korupsi ibarat benalu yang tumbuh pada sebatang pohon. Ia memperoleh makanannya dengan menggerogotinya dari pohon tempat dia tumbuh. Jika benalu itu tidak dibuang, maka ia akan sangat merugikan bagi pohon inangnya. Lama-kelamaan sang pohon akan kehilangan produktivitasnya. Jika sebelumnya pohon itu berbuah banyak, maka ia tidak akan berbuah lagi. Bahkan, jika benalu yang menempel banyak, maka si pohon akan mati karena kehabisan nutrisi.

Jika korupsi sudah merasuk ke dalam sendi kehidupan suatu bangsa, maka ia akan memberikan dampak negatif bagi tumbuh kembang dan masa depan bangsa itu. Berbagai program negara bisa macet karena anggaran yang ada sudah ludes. Kekayaan negara yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, malah masuk ke kantong para pejabat.

Sementara itu, setiap harinya rakyat bergelut dengan kesusahan dan kemiskinan. Harga barang-barang yang mahal membuat daya beli masyarakat menurun. Banyak di antara mereka yang tidak tahu besok mau makan apa. Banyak juga di antara mereka yang tidak punya tempat tinggal tetap. Mereka terpaksa memilih kolong-kolong jembatan sebagai tempat berteduh.

Hukum yang lemah dan tidak membuat jera membuat korupsi semakin menjadi-jadi. Para pejabat tidak takut lagi korupsi karena hukumannya yang ringan. Apalagi akhir-akhir ini banyak remisi diberikan kepada para koruptor. Mereka bahkan diberi berbagai fasilitas yang memberikan kenyamanan sehingga mereka betah di dalam sel tahanan.

Seorang koruptor seharusnya mendapatkan hukuman yang berat dan membuat jera. Korupsi bisa disamakan dengan mencuri. Dan hukuman bagi seorang pencuri ialah dipotong tangannya. Bahkan seorang koruptor bisa juga dihukum mati jika dana yang dia korupsi sangat banyak.

Akankah Kita Rela?

Pertanyaannya sekarang akankah kita legowo dengan budaya korupsi para pejabat? Jika kita menjawab iya, maka besar kemungkinan kita adalah bagian dari mereka yang melakukan korupsi. Kita tidak rela dengan kenyamanan yang selama ini didapat. Kenyamanan di atas penderitaan orang lain. Kenyamanan yang bersumber dari rasa mementingkan diri sendiri atau kelompok.

Namun jika tidak, berarti kita masih termasuk golongan orang-orang yang masih hidup hatinya. Kita tidak buta dengan keadaan. Kita masih bisa melihat penderitaan orang lain di sekitar kita. Masih banyak orang-orang yang lebih menderita dari kita dan membutuhkan bantuan. Alangkah kejamnya jika dana yang seharusnya dibuat untuk meringankan beban mereka kita pakai untuk kepentingan pribadi kita.

Perlu juga diingat bahwa dunia yang kita tempati bukanlah untuk kita saja. Masih ada generasi mendatang. Sangat disayangkan jika generasi yang akan datang lahir di tengah situasi dan kondisi kacau balau dan mendapat pekerjaan rumah untuk memperbaikinya.[]

By Administrator

Pesantren MEDIA [Menyongsong Masa Depan Peradaban Islam Terdepan Melalui Media] Kp Tajur RT 05/04, Desa Pamegarsari, Kec. Parung, Kab. Bogor 16330 | Email: info@pesantrenmedia.com | Twitter @PesantrenMEDIA | IG @PesantrenMedia | Channel Youtube https://youtube.com/user/pesantrenmedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *