Loading

Saatnya pulang, saat yang sangat dinanti-nantikan oleh sebagian santri di Pesantren Media. Contohnya Teh Eneng, kakak kelasku yang satu ini sangat menantikan kepulangannya. Ia selalu menghitung hari, mulai dari 2 minggu, seminggu, 5 hari, sampai 1 hari menjelang pulang. Dan pada saat sehari menjelang pulang ia selalu berkata “besok pulang…!”. Sampai-sampai teman sekamar bosan mendengar kalimat itu keluar dari mulutnya. Namun kami memahami betapa bahagianya hatinya. Kami pun memaklumi.

Lain Teh Eneng, lain denganku. Aku tak pernah menantikan momen kepulangan. Karena menurutku lebih enak di pesantren. Begitu juga dengan temanku Ica, kami berdua tak terlalu memedulikan momen kepulangan.

ooOoo

5 Agustus 2012. Sehari sebelum pulang aku membereskan barang-barang yang akan kubawa, mulai dari baju, notebook, al-Qur’an, dan perlengkapan lainnya. Sehabis membereskan perlengkapan yang akan kubawa, aku memasukkan itu semua ke dalam tas ranselku. Setelah itu aku bersama teman-teman sekamar ngobrol-ngobrol. Ngobrol malam itu terasa kurang, karena sebagian teman-temanku yang rumahnya di luar Pulau Jawa sudah pulang ke kampung halamanya lebih awal. Tapi kami tetap menikmati momen-momen terakhir bulan ini di pesantren sebelum kami semua pulang besok. Setelah ngobrol-ngobrol kamipun turun untuk membantu mengemas parcel. Di sela-sela mengemas parcel, aku dan teman-temanku menyelipi dengan guyonan agar suasana menjadi lebih asik. Aku menyanyikan lagu dukun ciptaan temannya via, lagunya lucu. Ada juga yang ngelawak dengan melesetin kata-kata. Pokoknya suasana pada saat itu serius, tapi santaiiii…

Sekitar jam sebelas tiga puluh kami selesai mengemas parcel. Setelah itu kami masuk ke kamar dengan mata berkekuatan 5 watt. Tapi sebelum tidur, aku tak lupa membersihkan diri, seperti membersihkan muka, gigi, tagan dan kaki. Setelah itu aku bersiap untuk tidur.

ooOoo

 

6 Agustus 2012. Pukul 03:40 aku bangun. Aku bangun kesiangan, jadi aku putuskan untuk sahur terlebih dahulu baru setelah itu aku mandi. Aku bersama teman-teman yang masih tersisa, makan dengan menu nasi, ikan tongkol balado, dan dipadukan dengan sayur sop. Sebenarnya aku kurang nafsu, tapi kalo aku tak sahur, pasti nanti aku lemas. Jadi aku sahur.

Aku shalat subuh di rumah, karna aku malas untuk pergi ke masjidnya. Setelah shalat subuh, aku bersama teman-temanku membereskan kamar yang akan kami tinggalkan selama sebulan lamanya. Pertama mulai dari mengangkat kasur satu-satu, lalu ditumpuk menjadi satu di kamar kak Dini. Karena kamar Teh Dini terpisah dari kamar kami, jadi kamar dialah yang menjadi tempat penumpukan barang-barang kami. Setelah menumpuk kasur menjadi satu, selanjutnya kami membereskan lemari pakaian kami, dan pastinya di lemari-lemari itu ditaro di kamar Kak Dini lagi. Lalu setelah ruangan kamar kami kosong, barulah di sapu dan di pel. Setelah semua rapi, kami bersiap-sipa untuk pulang ke rumah. Dan lagi, yang paling heboh adalah Teh Eneng, karena dialah yang paling bersemangat untuk pulang ke rumah.

ooOoo

Teh Ika, kepala asrama putri menginstrusikan kami agar segera turun ke bawah karena ada beberapa hal yang igin disampaikan oleh Ustadz Umar Abdullah, beliau adalah pemilik sekaligus pimpinan Pesantren Media. Setelah semua santri dan santriwati berkumpul di bawah, Ustadz Umar Abdullah memberikan beberapa informasi kepada kami, beliau memberitahu tatacara berpergian yang baik. Mulai dari tatacara membawa barang bawaan yang baik sampai ketika di perjalanan kita harus melakukan apa saja, dan ketika sampai kita harus memberi tahu Ustadz Umar Abdullah bahwa kita sudah sampai rumah dengan selamat. Menurutku itulah pimpinan yang baik, mengayomi dan melindungi yang dipimpinnya.

ooOoo

Setelah mendengarkan intruksi dari Ustadz Umar Abdullah, teman-temanku satu-persatu mulai pulang, seperti Teh Eneng, Teh Ira, dan Teh Novi. Mereka bertiga diantar oleh Ustdaz Umar sampai terminal Baranangsiang. Salah satu terminal antar kota yang terletak di Kota Bogor.

Setelah itu disusul oleh kepulangan Holifah, tapi ia pulang hanya untuk menaruh barang bawaannya, setelah itu kembali ke pesantren untuk ngambil baju yang sudah ia pesan dari Umiku. Baju batik hijau, Holifah memang suka warna hijau. Sampai barang-barangnya hampir semua berwarna hijau.

Kemudian Ica, dia dijemput oleh ayahnya. Ica salah satu teman yang dekat denganku, selain kita banyak memiliki persamaan, dia juga menjadi teman curhat yang baik. Kami banyak memiliki persamaan, ibu kami sama-sama penjahit dan guru PAUD, kami sama-sama memiliki kakak dan adik laki-laki, dan masih banyak lagi persamaan.

Sekarang tinggalah aku sendiri di ruangan yang biasa kami sebut sebagai kamar. Tapi alhamdulillhnya Fatimah, salah satu santri di PM sekaligus anak tertua dari Ustadz  Umar Abdullah datang, kami ngobrol-ngobrol sebentar. Lalu ia meminjam notebookku, lalu aku tiduran sambil menunggu Holifah dan Umiku. Beberapa menit kemudian Holifah datang mengendarai motor Yamaha Mio warna merah muda miliknya. Sambil menunggu kedatangan umiku, Holifah dan aku tidur, sedangkan Fatimah asik dengan notebook.

ooOoo

Ketika aku sedang asik dengan mimpiku tiba-tiba terdengar suara sms yang nyaring dari HP-ku. Akupun membuka sms itu, ternyata sms dari Umi. Dalam sms itu Umiku bilang bahwa yang menjemputku Abi, bukan Umi, karena Umi kecapean.

Setelah membaca sms itu aku pun melanjutkan mimpi yang tadi sempat terpotong. Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 12:00 WIB. Waktunya untuk shalat zuhur. Akupun terbangun dari mimpiku. Setelah berhasil mengumpulkan nyawa yang sempat pergi, akupun mengambil butiran-butiran suci di tempat yang biasa kami sebut  dengan sebutan kamar mandi. Setelah membersihkan diri, aku mulai bertemu dengan Allah Swt pemilik alam semesta. Tak lupa aku memanjatkan permintaanku kepada-Nya. Setelah itu aku ngobrol-ngobrol dengan Holifah dan Fatimah sambil menunggu abiku.

Sekitar sejam kemudian Abiku datang bersama adikku Hanif. Ketika sampai Abi tak langsung mengajakku pulang. Abi ngobrol-ngobrol sebentar dengan Ustadz Umar Abdullah. Oh iya, Abi tak lupa membawa pesanan Holifah. Baju batik berwarna hijau. Yang sudah ia pesan dari umiku.

Setelah Abiku ngobrol-ngobrol dengan Ustadz Umar Abdullah, Abi mengajakku pulang. Karena cuaca saat itu sedang gerimis, Ustadz Umar mengantar kami dengan mobilnya ke depan. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan dengan menaiki mobil bertuliskan 03 yang akan membawa kami ke Stasiun Bogor. Oya, angkot 03 ini tujuan akhirnya ke Terminal Baranangsiang, tetapi melewati Stasiun Bogor.

Di perjalanan aku mengamati keadaan sekitar. Dan salah satu yang paling menarik perhatianku adalah seorang laki-laki di depan Giant. Laki-laki itu sedang berdiri, mungkin sedang menunggu kendaraan umum. Laki-laki itu tampak seperti lelaki pesolek atau bahasa kerennya metroseksual. Itu semua terlihat dari cara berpakaiannya, mulai dari atas sampai bawah kaki yang sangat ditata sedemikian rupa sehingga terlihat elok. Rambut yang dirawat dan dicat dengan warna pirang, dan pakaiannya yang terlihat sekali seperti lelaki pesolek. Pokoknya semua unsur tubuhnya yang terlihat dari luar menunjukan bahwa ia adalah lelaki pesolek alias lelaki metroseksual.

Akupun melanjutkan perjalananku. Ketika sampai di Stasiun Bogor. Aku bersama abi dan adik laki-lakiku langsung menuju stasiun dan membeli tiket kereta Commuter Line. Ketika kami sedang membeli tiket kereta, aku melihat keluarga rege. Itu terlihat dari cara berpakaian suami dan istrinya. Rambut suaminya digimbal, memakai celana 3/4 dan cara berpakaiannya yang menurutku itu adalah cara berpakainya anak rege. Istrinyapun memakai pakaian yang santai namun memberi kesan bahwa mereka adalah pasangan pecinta rege.

Setelah menunggu kira-kira 20 menit, kereta yang akan kami naiki pun datang. Keadaan kereta saat itu agak lengang, dan alhamdulillah kami mendapatkan tempat duduk. Aku duduk bersebelahan dengan seorang  bapak-bapak. Dari cara berpakain yang aku lihat, seperti Ustadz Oleh Solihin. Guru menulisku di Pesantren Media. Walaupun aku tak melihat keseluruhan pakaian yang ia kenakan, tapi aku merasa cara berpakainnya seperti Ustadz Oleh. Pake jaket pula. Saat itu aku tak berani meliat mukanya. Tapi tiba-tiba laki-laki itu bertanya kepadaku,

“Mau ke mana Dek?”

Dalam hati aku berkata, “alhamduliihah, ternyata bukan Ustadz Oleh Solihin”.

Aku pun menjawab pertanyaanya, “mau ke Depok”.

Lalu ia bertanya lagi “ kalau Depok ke Tanah Abang deket nggak ya?” sepertinya laki-laki itu belum lama tinggal di di Jakarta.

Akupun menjawab “kurang tahu juga ya pak..”

ooOoo

Kereta memasuki stasiun Bojonggede penumpang kerete ada yang masuk ada pula yang turun, dan salah satu penumpang yang masuk ada yang menarik perhatianku lagi. Seorang laki-laki kira-kkira umurnya 22 tahun, tingginya mungkin 180 cm mungkin tingginya sama dengan personel SUJU, Siwon. Penampilannya seperti lelaki pesolek. Mungkin lebih tepatnya ‘bukan seperti’ , tapi emang lelaki pesolek. Lalu di stasiun berikutnya naik juga penumpang, dan lagi, salah satu penumpang yang naik menarik perhatian. Dia perempuan, lebih tepatnya ibu-ibu, mungkin umurnya berkisar antara 30 sampai 35 tahun. Ibu itu memakai kunciran bunga crisanium besar, saking besarnya kunciran itu hampir menyaingi besar kepalanya. Bajunya ketat sekali, apalagi badanya yang berisi, jadi tambah memperlihatkan bentuk dan lekuk tubuhnya. Ibu itu memakai celana pencil dan sepatu wejes yang harganya berkisar antara 25 sampai 30 ribu. Aku tahu harga sepatunya, karena aku sering liat di pasar. Diobral, terlebih ketika malam lebaran, sepatu-sepatu seperti itu dijual dengan harga murah.

Di kereta aku juga melihat anak alay. Yang penampilannya pastinya kurang enak dipandang. Dia memakai celana seragam SMP, bentuk celananya seperti celana anak alay, cungklang dan model celana pencil, dia juga memakai kacamata besar, jaket batik aneh, dan kaos kaki hitam yang sering dipakai oleh anak-anak alay. Dia sempat melihatku, lalu aku membalas tatapannya dengan muka  sinis.

ooOoo

Turun dari kereta akupun langsung menuju terminal dan mencari angkutan umum berwarna biru bertuliskan angka 04. Yang nantinya kendaraan itu akan mengantarkan aku ke rumahku. Ketika di angkot aku merasa panas, karena penumpangnya penuh. Sumpek. Ditambah aku membawa barang bawaan yang bisa dibilang lumayan banyak.

Saat sampai di dekat Multazam, tepat aku les sempoa dulu, mobil yang kutumpangi mogok. Dan terpaksa kami turun untuk berganti angkot. Pada saat aku menaiki angkot pengganti, aku bertemu teman SMP-ku, namanya Bayu. dulu aku sempat sekelas dengannya. Dia salah satu anak yang populer di sekolah.

Sampai di rumah aku istirahat sebentar, lalu mandi dan shalat ashar. Setelah itu aku bersendagurau bersama adikku sambil menunggu waktu berbuka.

Itulah cerita singkat  perjalananku. *Bagaimana dengan ceritamu? 🙂

Kukusan, 07 Agustus 2012

[Syifa Rufaidah, Santriwati Pesantren Media, Kelas 1 SMA]

Catatan: Tulisan ini sebagai tugas menulis catatan perjalanan di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media

By Administrator

Pesantren MEDIA [Menyongsong Masa Depan Peradaban Islam Terdepan Melalui Media] Kp Tajur RT 05/04, Desa Pamegarsari, Kec. Parung, Kab. Bogor 16330 | Email: info@pesantrenmedia.com | Twitter @PesantrenMEDIA | IG @PesantrenMedia | Channel Youtube https://youtube.com/user/pesantrenmedia

One thought on “Perjalanan Singkatku”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *