Loading

Choki Si Kucing Liar

Hari Jumat yang cerah. Pagi ini tenang di Asrama Akhwat karena penghuninya tidak memiliki kegiatan lain selain bermalas-malasan di kamarnya masing-masing. Aku bersyukur pagi ini bisa tidur dengan nyenyak. Karena biasanya tidurku selalu diganggu penghuni asrama. Mereka selalu menyiksaku. Menyebalkan…

Namaku Choki atau Coki. Emh…aku tidak tahu asal-usul namaku. Para penghuni asrama memanggilku dengan nama itu begitu saja. Tanpa bertanya apakah aku menyukainya atau tidak. Lagi-lagi menyebalkan…

Sejujurnya, aku tidak terlalu menyukai nama itu. Karena terdengar seperti nama hewan yang selalu patuh pada pemiliknya. Padahal kan, aku bukan kucing peliharaan. Aku adalah seekor kucing liar yang ganas. GA-NAS!

Aku pernah menggigit. Emh…banyak orang. Yang paling sering kugigit adalah salah satu penghuni asrama bernama Zadia. Sepertinya dia masokis. Dia bilang gigitanku tidak sakit dan menganggap itu lucu. Kupikir dia memang masokis. Tidak tahu saja dia kalau aku menggigit dengan serius, dagingnya mungkin akan kumakan sekalian. Pasti enak…hehe…

Aku juga pernah menggigit salah satu penghuni asrama bernama Fathimah. Tapi aku sedikit kasihan padanya. Tampaknya dia penakut. Dia selalu was-was kalau aku mulai mengeluarkan cakarku atau menampakkan gigiku.

Aku tahu itu semua karena instingku. Seharusnya dia tidak perlu merasa was-was karena perasaan itu akan mengangguku. Lagipula aku tidak akan benar-benar menggigitnya. Walaupun dia cukup sering menggangguku, aku menyayanginya. Dia sering memberiku makan, hehe…

Yang paling kusuka dari penghuni asrama adalah Amilah. Dia baik. Sangat baik. Terkadang dia memarahiku, sih. Karena aku nakal. Aku sedih tiap kali dimarahi olehnya. Mungkin lain kali aku tidak boleh berbuat nakal padanya.

Pagi ini badanku terasa pegal-pegal. Tentu saja. Ini pasti karena semalaman aku tidur di teras luar yang dingin. Belum lagi semalam gerimis. Buluku pasti basah.

Syukurlah salah satu kamar asrama yang pintunya paling mudah dibuka sudah tidak dikunci. Om Racik mengajariku cara membuka pintu. Dan itu sangat mudah. Aku tinggal mendorongnya kesamping dan pintu terbuka. YIPPI!

Aku berjalan tanpa suara memasuki kamar. Salah satu penghuni kamar ini agak sedikit sensitif soal suara. Dia bisa saja langsung tahu keberadaanku hanya dengan suara pintu. Tapi tadi pintu yang kubuka tidak bersuara. Jadi pasti aman.

Ada tiga kasur yang masih tergelar. Ah, sepertinya yang paling nyaman adalah kasir yang pertama. Aku akan tidur di sana dan menghangatkan diri. Bergelung di atas tempat tidur yang empuk pasti nyaman.

Aku melompat diam-diam ke atas kasur. Sayangnya saat itu juga pemilik kasur terbangun dan mengusirku. Menyebalkan. Aku akan tetap tidur di sini, Pemilik Kasur Yang Menyebalkan!

Aku mengelak dari tangkisannya dan berjalan ke sisi lainnya. Tapi lagi-lagi dia mengusirku dan mendorongku menjauh. Aku menggeram kesal. Kalau aku mau menggigitnya, dia pasti sudah menangis sekarang! Untung aku cukup logis dan tidak melakukannya sekarang. HUH!

Aku melihat Pemilik Kasur Yang Menyebalkan sudah tertidur lagi sekarang.

Baiklah, ini giliranku! Aku akan diam-diam ke kasurnya dan tidur! Lihat saja!

………….

………

……

“ISH, CHOKI KOK ADA DI SINI!”

Aku terbangun ketika mendengar suara yang memekakkan telinga itu. Aish, kenapa dia harus teriak, sih.

Aku meregangkan tubuhku dan turun dari kasur, menjauh darinya sejaaauuuh mungkin. Aku pindah ke kasur lain. Bergelung dan tertidur.

…………..

………..

…….

“Choki…duhh…sayang-sayang…”

Aku terbangun karena suara aneh itu. Hah…tidak ada tempat yang cukup normal dengan pemilik kasur yang normal juga di sini. Sebaiknya aku pergi ke kamar lain. Mungkin aku harus ke kamar salah satu penghuni asrama bernama Amilah. Dia pasti akan menyambutku, memberiku makan, dan membiarkan aku tertidur dengan nyenyak dan nyaman.

Ah, tapi aku harus berhati-hati kalau ada di kamarnya. Dia memiliki teman sekamar yang menyeramkan. Mereka Fathimah dan Tasya. Aku takut mereka akan menyiksaku dengan melemparku, memelukku terlalu erat, menimang-nimang aku, memaksa membuka mulutku. Atau yang paling menyeramkan, memaksaku dance! Mudah-mudahan mereka tidak di sana, sekarang.

Yang paling kusukai di antara semua penghuni asrama adalah santri bernama Amilah. Tapi ada dua orang yang paling normal di antara semua santri akhwat. Yaitu santri bernama Zuyyina dan Zulfa. Mereka tidak menyiksaku. Kadang mereka memberiku makan. Tapi seringkali mereka memberiku sosis. Aku, kan, tidak suka sosis, tapi mereka terus saja memberikanku itu. Kubiarkan saja Tae—salah satu kucing bawahanku di sini—yang memakannya.

Ah, kalau ada Om Racik, aku akan mengajaknya bermain. Kami sering berlomba memanjat pohon. Dan itu menyenangkan.

Aku berdoa supaya tidak ada kucing bernama Bule hari ini. Dia menyebalkan. Dia selalu bersikap baik di depan Om Racik. Aku tidak suka. Dia juga suka cari perhatian ke penghuni asrama. Tapi syukurlah, banyak penghuni asrama yang tidak menyukainya karena Bule sering mencuri makanan mereka. Hahahaha….

Ah, yang paling aku tidak suka dari Bule, karena dia mendekati Luca. Luca adalah kucing betina tetangga sebelah. Dia cantik, manis dan anggun. Penghuni asrama bilang dia pasanganku. Hehe… Lainkali aku akan memberinya ikan.

Luca punya kembaran. Namanya Cookie. Dia jarang ke asrama akhwat.

Oh, akhir-akhir ini ada kucing kecil yang datang ke asrama akhwat. Bulunya hitam putih. Sama sepertiku. Tapi bulu putihnya lebih dominan. Aku tidak terlalu menyukainya. Dia merebut perhatian sebagian penghuni asrama.

Belum lagi dua ekor kucing super kecil yang tiba-tiba muncul. Mereka belum diberi nama. Kuharap mereka tidak diberi nama. Karena aku tidak suka mereka.

Cukup banyak kucing kecil yang mendatangi Asrama Akhwat. Dan lagi ada kucing kecil berwarna kuning yang selalu ke Asrama Akhwat dan jalan-jalan di kamar Santri Amilah. Aku harus berhati-hati sama kucing itu walaupun, yah, aku sedikit menyukai kucing itu.

Hah… Hari Jumat ini cerah. Matahari bersinar dengan bersahabat. Hari ini aku belum bertemu Om Racik. Mungkin dia ada di kelas, atau di dekat rumah salah satu guru di Pesantren Media. Akhir-akhir ini kuperhatikan dia ada di sana alih-alih di Asrama Akhwat. Aku jadi mulai sebal sama santri ikhwan karena selalu membawa Om Racik ke Bedeng, nama untuk asrama ikhwan.

Tapi sudahlah…

Hari-hariku di lingkungan Pesantren Media memang berwarna. Sesekali warnanya cerah. Terkadang sepia, tapi bisa juga gelap. Bagiku, memang beginilah hidup. Tidak selamanya langit cerah, tidak selamnya pula hidup berjalan sesuai kehendak. Selalu ada warna lain di dalamnya.

Awalnya warna itu mungkin terlihat jelek atau menyesakkan. Sebagian, tidak menyukai warna itu. Tapi bisa jadi warna itulah yang memperindah kehidupan. Karena tanpa warna itu, kehidupan akan terasa membosankan. Tak ada tantangan.

Ujian sesungguhnya, apakah kita berani mengambil tantangan itu dan menyelesaikannya dengan cara yang baik. Atau memilih menghindar dan mencari jalan yang lebih aman.

Sekarang, aku harus bersiap menunggu waktu makan siang dan mendapat jatah makan siangku.

 

@willyaaziza

By Zadia Mardha

Santri Pesantren Media kunjungi lebih lanjut di IG: willyaaziza Penulis dan desainer grafis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *