Loading

Namaku Kania Putri. Biasa dipanggil Kania. Baru beberapa bulan aku menimba ilmu di sebuah Pesantren di luar kota. Saat itu adalah tahun pertamaku di sana. Hari Jum’at adalah hari libur di Pesantren. Pada hari itu aku bisa pulang ke rumahku. Rasa rindu, bahagia dan sedih seakan tercampur menjadi satu. Bahagia  bisa bertemu dengan anggota keluarga. Rindu yang sempat bersemayam di hati pun sudah terobati. Namun, rasa sedih karena harus berpisah sementara waktu dengan teman-teman di Pesantren.

 

Hari itu sebahis sholat Ashar aku membaca Al-Qur’an di ruang tamu di rumahku. Kebetulan saat itu aku sendirian di ruang tamu. Sementara yang lain ada yang belum pulang kerja, Mama ke pasar dan adikku, hmm… sepertinya ia ada di kamar. Aku pun membuka Al-Qur’an dan mencari ayat yang sebelumnya sudah dibaca. Biasanya aku tandai dengan melipat ujung lembarannya. Atau dengan melihat huruf  ‘ain’ yang ada di tepi ayat. Ya, hal itu aku lakukan agar tidak susah payah menemukan sudah sampai mana ayat yang sudah aku baca.

 

Saat itu aku lupa membaca surat apa. Entah surat al-Baqarah, Ali Imron, An-Nisaa atau lainnya. Seingatku, suratnya di bagian depan. Entah juz 1, 2 atau 3. Aku pun mulai membaca Kalamullah itu. Tentunya dengan membaca ta’awudz dan basmalah agar terlindung dari godaan syetan. Ayat demi ayat aku baca. Saat itu, meskipun bacaanku masih berantakan dan ada yang belum sesuai dengan ilmu tajwid, aku tetap berusaha membacanya.

 

Aku membacanya sambil mengingat pelajaran tahsin yang diajarkan di Pesantren. Dan, ketika aku membaca ayat yang terdapat kata ‘azab’nya, aku tertegun sesaat. Kemudian aku mencoba melanjutkan. Ternyata kata ‘azab’ ada lagi dan kini ditambah kata ‘annaar’ sehingga menjadi ‘azabunnaar’ atau artinya ‘azab neraka’.

 

Usai membaca ayat yang berisi kata itu, hatiku seakan sesak. Aku mulai mengingat masa lalu. Apa yang sudah aku lakukan saat itu. Aku ingat, aku yang dulu sering melawan kepada ibuku, aku yang selalu bertengkar dengan adikku hanya karena masalah sepele, yaitu menyapu. Aku yang nggak mau jika disuruh ke warung oleh ibu hanya karena aku sedang menonton tv. Kemudian aku ingat saat aku di sekolah. Terutama tahun pertama di SMP. Aku yang kadang boros bahkan sering meminta uang untuk keperluan sekolah. Bahkan terkesan ‘memaksa’.

 

Kemudian aku melanjutkan membaca ayat berikutnya. Aku merasa dadaku seakan sesak mengingat itu semua. Ada dering kekhawatiran di hatiku. Air mata pun tak bisa aku bendung. Perlahan namun pasti ia mengalir dan membasahi pipiku. Menyadarinya, aku berusaha menyeka air mata itu. Ya, aku sungguh menyesal telah melakukan hal-hal yang tidak baik dan sia-sia itu. Aku telah banyak berdosa terutama kepada ibuku. Aku takut jika beliau tidak mau memaafkanku. Aku takut dengan semua dosa-dosaku. Aku takut Allah memasukkanku ke dalam neraka.

 

Ya, neraka. Tempat yang tak diinginkan oleh hampir setiap orang. Melanjutkan ayat berikutnya, tangisku pun keluar. Aku berhenti sejenak. Menyeka air mata dan mengucap istighfar. Aku sungguh sangat menyesal dan takut dengan azab Allah. Ya, karena memang hanya kepada-Nyalah seharusnya kita takut. Takut dengan azab-Nya yang begitu dahsyat. Aku nggak bisa bayangkan bagaimana jika setiap membaca Al-Qur’an menangis seperti ini. Karena hal ini jarang terjadi padaku saat itu. Tangisan ini tak lain karena aku takut dengan Allah Swt.

 

“Ya Allah, ampunilah hamba-Mu yang penuh hina ini…Amiin.”

[Siti Muhaira, santriwati kelas 2 jenjang SMA, Pesantren Media]

 

By Siti Muhaira

Santriwati Pesantren Media, angkatan kedua jenjang SMA. Blog : http://santrilucu.wordpress.com/ Twitter : @az_muhaira email : iraazzahra28@ymail.com Facebook : Muhaira az-Zahra. Lahir di Bogor pada bulan Muharram.

2 thoughts on “Sekilas Cerita dari Kania”
  1. Assalamualaikum wr wb,

    Maaf Nak Siti Muhaira, apakah ini kisah nyata dari anak Kania ? Kania yg di Ponpes modern Sahid?

    Kalau Benar, 2 hari yang lalu dia telah meninggalkan kita semua menghadap Sang Pencipta.

    1. wa’alaikumussalam wr wb
      afwan, kisah ini memang saya buat berdasarkan pengalaman seseorang. Namun, bukan kisah dari Kania Ponpes Modern Sahid. Nama Kania di tulisan saya ini hanya karangan saja.
      Untuk Kania yang di Ponpes Modern Sahid, saya turut berduka cita. Semoga semua amal ibadahnya diterima Allah Swt. Aamiin.
      Jazakallah khairan katsiro sudah mengunjungi situs ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *