Loading

Sore itu Doni sedang berada di dalam mobil angkot menuju perjalanan pulang.

“hmm, sore  yang mendung. Apa akan turun hujan sekarang?” Tanyanya dalam hati. Doni melihat keluar.

“ternyata sebentar lagi hampir sampai. Eh, kiri pak!” ujarnya. Namun ketika Doni turun dari angkot, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Lalu Doni berteduh di bawah pohon. Tidak lama kemudian ada seorang wanita pucat pasi dari balik pohon itu menghampirinya. Wanita itu menawarkan pinjaman payung kepadanya karena hujan yang terus menderas.

“Hai, hujannya sangat deras, dan hari semakin sore. Nggak baik lho sendirian di kebun jam segini.” Sapanya sambil menyodorkan payung kepada Doni.

Dengan kaget Doni menjawab. “Eh, kebetulan saya lupa tidak bawa payung, terima kasih?“

“Sama-sama.” Jawab wanita itu.

“Rumahmu dimana?” Tanya Doni kemudian.

“Rumahku dekat kok, di sebelah sana.” Jawab wanita itu sambil menunjuk ke arah belakang. Doni keheranan dan melihat-lihat ke belakang wanita itu.

“Hanya sebuah kebun, gak ada rumah yang terlihat. Apa wanita ini gila?” pikir Doni merasa aneh dan ketakutan. Ketika Doni mau menanyakan namanya, wanita itu telah pergi. Ketika Doni melangkah, Doni merasa telah menginjak sesuatu dan ternyata  itu sebuah dompet milik  wanita tadi.

Doni berusaha menyusul wanita tadi untuk mengembalikan dompetnya. Namun tidak tersusul karena tidak tahu arahnya harus kemana. Doni kembali ke dekat pohon itu . Karena hari yang semakin sore, Doni langsung pulang dan berniat besok saja untuk mengembalikannya sekalian dengan payung.

Ketika sampai di rumah, Doni melihat lagi dompet wanita itu.

“Lho kok, tadi pas ditanya rumahnya dia jawab di belakang sana. Tapi mengapa alamat di kartu nama wanita itu tepat berada di seberang jalan sebelah kanan? Jalan yang selalu saya lewati setiap hari kalau mau berangkat kerja.” Tanyanya dalam hati dengan heran.

Esok harinya sebelum berangkat kerja, Doni  menghampiri rumah yang alamatnya ada di kartu nama dalam dompet wanita itu untuk mengembalikan payung yang kemarin dipinjamkannya.

Tuk.. tuk.. Tuk..

Doni mengetuk pintu rumah itu, lalu seseorang  menyahut dari dalam.

“Tunggu sebentar!” sahut seseorang di balik pintu.

“Kamu siapa ya? Ada perlu apa kemari?” Tanya orang itu.  Ternyata orang yang menyahut itu adalah wanita yang kira-kira berumur 50 tahunan.

“Dindanya ada, Bu?” tanya balik Doni.

“Enggak, di sini gak ada yang namanya Dinda!” jawab ibu itu dengan kaget.

Dengan heran Doni menjawab, “Masa Bu, saya gak percaya! Baru saja kemarin saya bertemu dengannya di pohon seberang sana. Dia juga menjatuhkan dompetnya. Dan memang alamatnya juga tertuju ke sini, masa gak ada yang namanya Dinda?”

Mendengar perkataan Doni ibu itu menangis dan diam. Namun Doni keheranan. Hingga ibu itu merasa tidak enak hati, akhirnya ibu itu menjawab “Sebenarnya saya di sini hanyalah seorang pembantu yang menjaga Non Dinda. Namun dia sudah meninggal dunia 2 minggu yang lalu karena sakit kanker hati.” Tutur ibu itu.

Doni kaget dan merasa takut.

“Jika demikian, apa yang dimaksud Dinda ketika saya menanyakan rumahnya menunjuk ke belakang?” Tanya Doni

“Rumah Dinda yang dimaksud di sana adalah kuburannya, dia dikubur tepat sekali di tempat kamu berteduh. Dinda adalah wanita yang sangat baik hati dan suka menolong, makanya ia meminjamkan payungnya kepadamu. Jangan kaget, itu sudah terjadi pada banyak orang yang lewat ke sana. Namun rata-rata jika ada orang yang sudah lewat ke sana, umurnya tidak akan lama lagi.”  Jawab ibu itu

Doni terkejut seolah tidak percaya, namun Doni langsung memberikan payung dan dompet milik Dinda. Kemudian Doni  berpamitan.

ooOoo

Nyata tapi seperti dalam mimpi Doni memikirkan kejadian yang telah menimpanya.

“Mengapa semua itu bisa terjadi? Padahal sangat tidak masuk akal.” kata-kata itu terus bersemayam dipikiran Doni. Tapi ia tetap penasaran dengan kuburan Dinda. Ketika Doni hendak menyebrang di jalan tak jauh dari rumah yang baru saja ia datangi. Rumah Dinda. Doni masih memikirkan tentang Dinda, hingga ia tidak sadar bahwa ada mobil di depannya.

Brruukkkkk…

Doni terjatuh tertabrak mobil. Ibu pembantu di rumah Dinda mengetahuinya kejadian itu dan ia berlari untuk menolong Doni. Dan banyak warga yang datang berkerumunan melihat tubuh Doni yang penuh dengan darah. Ternyata Doni telah meninggal dunia.

“Apakah dia meninggal karena perkataanku tadi. Bahwa siapapun yang lewat di dekat kuburan Non Dinda tidak akan panjang umur?” Tanya pembantu Dinda khawatir.

“Tidak Bu, itu salah. Hidup dan mati kita di tangan Allah, dan tidak ada yang mengetahuinya.” bantah Pak Ridwan, salah seorang warga.

“Lalu bagaimana dengan orang-orang yang telah meninggal karena telah melewati kuburan Dinda?” Tanya ibu pembantu lagi.

“Itu adalah sebuah takdir. Kita tidak tahu apa alasan sebenarnya orang meninggal. Mengenai tadi kuburan Dinda itu hanyalah sebuah mitos belaka.” Jawab Pak Ridwan lagi.

Kemudian ibu itu sadar. Pak Ridwan mengambil kartu pengenal milik Doni yang ada di dompet di saku celananya. Lalu menghubungi keluarga Doni. Setelah pihak keluarga Doni datang, akhirnya jasad Doni dimakamkan tepat di sebelah makam Dinda.

[Tya Intan, santriwati jengjang SMA kelas 1 di Pesantren Media]

By Chairunisa Bayu Parameswari

Chairunisa Bayu Parameswari | Santriwati Pesantren MEDIA, angkatan ke-2, kelas 3 SMA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *