Loading

Liputan Khusus Diskusi Aktual Pesantren Media Rabu, 28 Agustus 2013

Rabu, 28 Agustus 2013 Pesantren Media kembali mengadakan Diskusi Aktual. Diskusi ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari Rabu. Kali ini yang menjadi moderatornya adalah Ahmad Khoirul Anam, santri tingkat SMA asal Sanggau, Kalimantan Barat. Sedangkan notulennya adalah Siti Muhaira (saya). Seperti biasa, santri lain yang tidak menjadi moderator atau notulen, bertugas sebagai peserta diskusi. Ustadz  O. Solihin yang biasa mengawasi jalannya diskusi, tidak bisa ikut karena ada urusan lain. Abdullah Musa Leboe atau ‘si santri kalong’ juga hadir dalam diskusi kali ini.

Diskusi dimulai pukul 10.30 WIB dan bertempat di Pesantren Media. Para santri, baik ikhwan atau pun akhwat sudah berkumpul. Mereka dibatasi oleh tembok. Jumlah peserta diskusi bertambah karena Pesantren Media telah menerima santri baru. Sekilas info, pada tanggal 28 Juni 2013 Pesantren Media mengadakan acara penyambutan santri baru.

Tidak menunggu waktu lama, Anam (nama panggilan Ahmad Khoirul Anam) memulai diskusi dengan mengucapkan salam dan menyampaikan tema diskusi. Tema untuk diskusi kali ini adalah “Ustadz Ideologis VS Ustadz Seleb”.

Sebelumnya, di media massa gencar memberitakan adanya perseteruan antara Ustadz Solmed dengan panitia sebuah acara di Hongkong. Panitia acara itu bermaksud mengundang Ustadz Solmed utnuk berceramah. Kabarnya, Ustadz Solmed memasang tarif yang tinggi. Pro dan kontra pun bermunculan, baik di jejaring sosial Facebook, Twitter dan lain-lain.

Balik lagi ke diskusi. Selesai menyampaikan tema, Anam menjelaskan alasan membahas tema tersebut. “Karena ini sangat penting bagi kita. Sejauh ini kita lihat banyak ustadz-ustadz di media massa seperti mencari ketenaran bukan untuk mendakwahkan Islam. Bahkan kita sering melihat mereka membintangi sinetron-sinetron remaja. Ya, pada akhirnya kita bertanya, itu ustadz apa seleb?” Tuturnya.

Tiba saatnya masuk ke sesi pertanyaan. Setelah menyampaikan prolognya, Anam memberikan kesempatan kepada para peserta diskusi untuk bertanya dan mengangkat tangan. Ada satu santri ikhwan yang mengangkat tangan. Dia adalah Ihsan, santri baru tingkat SMP. Ia bertanya,“Apa maksudnya Ustadz Ideologis dengan Ustadz Seleb?”

Dari santri akhwat belum ada yang mengangkat tangan. Pertanyaan selanjutnya datang dari Hawari. ”Bagaimana caranya supaya Ustadz Seleb tidak bermunculan lagi?”

Setelah Ihsan dan Hawari, pertanyaan masih diajukan oleh santri ikhwan. Kali ini giliran Rizki yang mengajukan pertanyaan. Ia bertanya,“Kenapa Ustadz Seleb menjual ayat-ayat Allah Swt?”

Sholahuddin Umar tidak mau kalah untuk mengangkat tangannya. Ia bertanya,”Apakah Ustadz Seleb berguna bagi masyarakat?”

Kini tiba giliran santri akhwat untuk bertanya. Adalah Neng Ilham Raudhatul Jannah atau biasa disapa Neng Ilham. Santri tingkat SMA kelas tiga ini menanyakan,”Kenapa MUI tidak menegur Ustadz Seleb itu?”

Fathimah Nurul Jannah, santri tingkat SMP yang merupakan anak dari Alm. Ustadz Umar Abdullah  juga mengangkat tangan. Ia bertanya,”Bagaimana agar para pendengar ceramah tidak mengidolakan ustadznya?”

Pertanyaan berikutnya adalah dari Saknah Reza Putri atau biasa dipanggil Putri. Santri tingkat SMP asal Martapura ini suka sekali membuat cerpen. Bahkan cerpennya mencapai 20 ribu karakter. Ia menanyakan perihal,”Apakah ada persamaan antara Ustadz Ideologis dengan Ustadz Seleb?”

Setelah Neng Ilham, Fathimah dan Putri, kini giliran Novia Handayani atau dikenal dengan panggilan Teh Novi untuk mengajukan pertanyaannya. Saat diskusi, ia duduk di sebelah kiri saya. Ia bertanya,”Dalam Islam pendakwah yang baik itu seperti apa?”

Pertanyaan terakhir datang dari Noviani Gendaga. Santri asal Samarinda ini bertanya,”Apa hukumnya menjadi Ustadz Seleb, misalnya ada Ustadz  Ideologis yang menyebarkan agama Islam dengan ikhlas, tidak meminta bayaran dan tidak minta disorot media. Sedangkan media sendiri yang menyorotnya dan menjadikannya sebagai Ustadz Seleb. Apakah boleh ustadz mengambil job itu?”

Ya, pertanyaannya cukup panjang. Hingga saya dan moderator sedikit sulit memahaminya.

Selanjutnya Anam mempersilahkan kembali santri lain yang ingin bertanya. Tapi tidak ada lagi santri yang mengangkat tangan dan mengajukan pertanyaan. Oleh karena itu, semua pertanyaan berjumlah sembilan. Kini tiba saatnya masuk ke sesi pembahasan dan jawaban.

Pertanyaan yang pertama dibahas adalah pertanyaan dari Ihsan. Anam mengulangi pertanyaan Ihsan yang menanyakan maksud atau pengertian dari Ustadz Seleb dan Ustadz Ideologis. Kemudian Anam mempersilahkan santri yang bisa menjawab untuk mengangkat tangannya.

Fadlan, santri baru tingkat SMP mengangkat tangannya. “Ustadz Seleb itu Ustadz Selebriti.” Jawabnya singkat.

Selain Fadlan tidak ada santri lagi yang menjawab. Oleh karena itu, Anam meminta Kak Farid untuk menjawab. Kak Farid adalah santri senior di Pesantren Media. Bersama dengan Hawari, Neng Ilham, Noviani Gendaga, Novia Handayani, Indah Dini dan Ustadzah Wita, mereka telah berhasil membuat antologi cerpen berjudul “Cinta Tiga Wanita”.

Saat ditanya oleh Anam, awalnya Ka Farid diam. Tapi kemudian ia bersuara.

“Sepengetahuan saya, Ustadz Ideologis adalah ustadz yang benar-benar ikhlas menyusung ideologi. Apa ideologinya? yaitu Islam. Ustadz Seleb berbeda dalam hal keikhlasannya. Mungkin kalau Ustadz Seleb itu hanya mengejar popularitas. Misalnya jika ada suatu pengajian yang tidak menjanjikan popularitas, mungkin dia tidak akan hadir. Mungkin karena tempat pengajiannya jauh dan lain sebagainya. Sedangkan Ustadz  Ideologis, di mana pun tempatnya, dia akan hadir dan benar-benar menyampaikan Islam.” Jelasnya pelan namun cukup dimengerti.

Anam setuju dengan jawaban dari Kak Farid. Kemudian pertanyaan dari Putri adalah yang kedua dibahas. Pertanyaannya mengenai persamaan antara Ustadz Seleb dengan Ustadz Ideologis.

Jawaban datang dari Sholahuddin Umar. “Mereka sama-sama memakai nama ustadz dan bicara Islam.” Katanya.

Dari akhwat, Cylpa Nur Fitriani menjawab,” mereka sama–sama menyebarkan Islam.”

Rizki juga menjawab. “Sama-sama mendakwahkan Islam. Tapi Ustadz Seleb itu niatnya bercampur antara berdakwah dengan  mencari ketenaran.” Katanya.

Setelah menyimak jawaban dari ketiga santri itu, Anam mengeluarkan pendapatnya. “Saya setuju dengan jawaban-jawabannya. Mereka sama-sama mendakwahkan Islam, hanya saja berbeda keikhlasannya. Kalau Ustadz  Ideologis itu kan murni ingin berdakwah dan menyebarkan Islam. Sehingga mereka tidak memandang apa pun kecuali mereka ingin berdakwah.” Jelasnya.

Pertanyaan yang selanjutnya dibahas adalah pertanyaan dari Rizki. Pertanyaannya adalah tentang alasan para Ustadz Seleb menjual ayat-ayat Allah Swt. Seperti biasa, Anam mepersilahkan santri yang ingin menjawab untuk mengangkat tangan.

Umar kembali mengeluarkan pendapatnya. “Demi uang.” Katanya. Karena tidak ada yang mengangkat tangan, Anam menunjuk Holifah Tussadiah untuk menjawab. Holifah Tussadiah adalah santri akhwat tingkat SMA yang berasal dari Ciapus, Bogor. Awalnya ia diam dan terlihat bingung. Tapi beberapa menit kemudian, ia menjawab. “Mereka ingin tenar.” Ucapnya pelan dan singkat.

Selain Holifah, Anam juga menunjuk Abdullah untuk menjawab. Abdullah sendiri adalah adik kandung Fathimah. Jawaban Abdullah sama dengan jawaban Umar yaitu karena untuk mendapatkan uang. Begitu juga dengan jawaban Hawari.” Untuk mendapatkan uang.” Katanya.

Lanjut lagi. Pertanyaan dari Umarlah yang dibahas berikutnya. Pertanyaannya tentang apakah Ustadz Seleb itu berguna bagi masyarakat atau tidak. Anam menunjuk Noviani Gendaga untuk menjawab.

“Menurut Via, ada gunanya ada tidaknya. Kalau gunanya itu misalnya ustadznya benar-benar ikhlas dan tidak ada niat untuk mendapatkan uang. Pokoknya ikhlas untuk menyebarkan agama. Kalau ustadznya tidak terkenal, maka kita juga tidak kenal dan tidak mendapatkan ilmu dari beliau.” Jawabnya.

Selain Noviani, santri ikhwan ada juga yang menjawab. Dia adalah Diva. “Enggak, karena dia hanya mencari ketenaran.” Katanya singkat.

Suasana diskusi berjalan lebih lambat dari biasanya. Setiap satu pertanyaan dibahas, Anam selalu meminta santri untuk menjawab. Tapi di dalam diskusi kali ini, tidak banyak santri yang menjawab.  Entah karena bingung atau karena mereka benar-benar tidak tahu jawabannya. Kebanyakan dari mereka diam, geleng kepala dan menunduk saat ditanya oleh Anam.

Dalam diskusi, sesekali terdengar suara sepeda motor yang melintas di dekat Pesantren. Di depan Pesantren ada jalan yang namanya diambil dari jenis tanaman bunga yakni Jalan Seruni. Kendaraan semisal sepeda motor dan mobil bebas melalui jalan itu. Suara dari kendaraan itu sedikit mengganggu diskusi. Dan membuat siapa saja yang sedang berbicara dalam diskusi harus berhenti. Hal ini dikarenakan suara mereka kalah dengan suara sepeda motor tersebut.

Tak hanya itu, sesekali juga terdengar candaan dan perkatan dari Muhammad. Sama seperti Abdullah, Muhammad juga adalah adik kandung Fathimah. Perkataan yang jelas didengar oleh saya adalah ia mengatakan, “Demi Tuhan, demi Tuhan.” Haha. Itu merupakan perkataan dari Arya Wiguna.

Sesi pembahasan dan jawaban dilanjutkan setelah sepeda motor berlalu. Pertanyaan dari Neng Ilham adalah yang dibahas berikutnya. Anam meminta Teh Novi untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ia menjawab,“kurang tahu.” Katanya singkat.

Setelah Teh Novi, tidak ada lagi santri yang menjawab. Tak ambil pusing, Anam langsung berbicara dan mengemukakan pendapatnya. “Di salah satu web diberitakan bahwa secara pribadi antar sesama ulama sudah ada yang menegur mengenai kehidupan Ustadz Selebritis yang mewah dan memasang tarif tinggi. MUI mengatakan bahwa ustadz bekerja untuk akhirat bukan untuk dunia. Jadi tidak ada yang dinamakan Ustadz Seleb. Mengenai tingginya biaya tarif Ustadz Seleb, Sinansari Encip, Ketua Bidang Komunikasi dan Infirmasi MUI mengatakan, “Seharusnya pekerjaan dakwah tidak boleh memasang tarif. Kalau dikasih honor, ya Alhamdulillah. Nah itu kata Encip.” Jelas Anam.

“Namun, lanjut Encip, secara kelembagaan MUI belum melakukan peneguran. Katanya, “Kami tidak ingin, nanti dikira badan sensor ulama.” Lanjut Anam

Kemudian dari penjelasan tadi, Anam menyimpulkan.“Jadi sudah ditegur. Tapi secara kelembagaan atau organisasi belum karena MUI takut dikira badan sensor ulama.” Kata Anam.

Selesai menjawab pertanyaan dari Neng Ilham, tiba saatnya pertanyaan dari Fathimah untuk dibahas. Sholahuddin Umar menjawab,“Kalau mengidolakan itu udah masing-masing. Cuma orang yang mengidolakan itu harus milih-milih, apa yang sebenarnya diidolakan. Jangan sampai timbul rasa, wah.. enak nih jadi ustadz. Bisa jadi idola, dapat uang dan kaya.” Tuturnya.

Lagi dan lagi, dari santri akhwat tidak ada yang menjawab. Oleh karena itu, Anam memutuskan untuk lanjut membahas pertanyaan lain yang belum dijawab. Pertanyaan itu adalah dari Noviani Gendaga. Ia menanyakan tentang bolehkah seorang ustadz  mengambil pekerjaan yang ditawarkan oleh pihak televisi.

Seperti biasa, Anam menunjuk santri untuk menjawab. Santri yang dipilih oleh Anam adalah Rizki. Ia menjawab,“Kalau masalah bayaran, okelah. Tapi kalau masalah dia dakwah menurut skenario itu tidak boleh.” Jelasnya.

Hampir semua peserta diskusi tertawa saat mendengar jawaban dari Rizki. Hal ini karena Rizki sudah berulang kali mengatakan hal yang sama, yaitu “menurut skenario film.” Hal ini juga membuat Anam termasuk saya tertawa geli.

Kemudian Anam menunjuk Umar untuk menjawab. Kata Umar, “Boleh menerima, asal di dalam hati mereka sudah menetapkan bahwa saya ini untuk berdakwah bukan untuk pekerjaan.”

Selain Umar, Anam menunjuk santri akhwat. Hal ini karena akhwat tidak ada yang mengangkat tangan. Dan Fathimah adalah yang ditunjuk oleh Anam. “Terserah aja kalau nerima sih boleh, asal niatnya tidak untuk jadi terkenal atau dijadikan idola. Asal niatnya untuk berdakwah,  tidak untuk yang lain.” Tuturnya.

Dari santri akhwat hanya Fathimah yang mengeluarkan pendapatnya. Selanjutnya Anam memberikan kesimpulan dari jawaban Rizki, Umar dan Fathimah.

“Setuju. Menurut saya, kalau dapat tawaran berdakwah di televisi boleh aja diterima, asalkan niatnya dibenahi bahwa kita mau berdakwah bukan untuk ketenaran. Karena sebagai pendakwah nggak boleh memasang tarif. Kalo pun mereka bayar, ya terima aja tapi kita jangan memasang tarif.” Jelasnya.

“Rasulullah Saw bilang dalam Al- Qur’an surat Huud ayat 51, yang artinya, “Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidaklah kamu memikirkannya.” Lanjut Anam.

“Nah, Rasulullah saja tidak meminta upah kalau berdakwah.” Katanya singkat namun jelas.

Oke. Pertanyaan selanjutnya yang dibahas adalah dari Teh Novi. Pertanyaannya mengenai pendakwah yang baik dalam Islam. Umar menjawab,”Yang luas wawasannya dan mereka ikhlas dalam berdakwah.” Katanya.

Jawaban lain datang dari Rizki. Ia menjawab,“Seperti Ustadz Abdurrahman Al Baghdadi.”

Ustadz Abdurrahman Al Baghdadi adalah Guru Besar Tafsir Al- Qur’an dan Hadist yang berasal dari Yordania. Santri Pesantren Media rutin mengikuti kajian tafsir yang diisi oleh beliau. Kajian itu dilaksanakan setiap hari Sabtu dan bertempat di Masjid Nurul ‘Ilmi, Bogor.

Anam mengulangi pertanyaan dari Teh Novia Handayani. “ Pendakwah yang baik itu seperti apa ya?” Tanyanya. Abdullah langsung mengatakan perkataan khas Ustadz Maulana, yakni “Jama’ah???” Para peserta diskusi pun tertawa mendengarnya.

Kemudian Anam meminta penjelasan dari Kak Farid. Ka Farid menjawab,“Pendakwah baik itu yang cerdas, yang berdakwahnya ikhlas. Juga yang berdakwah hanya untuk Allah Swt. Ulama yang baik itu adalah yang keilmuannya luas. Tapi jika yang ada hanya keilmuan saja namun tidak iklhas maka bisa menjual ayat dan lain-lain. Kalau keiklasannya ada tapi keilmuannya tidak luas, nanti apa yang didakwahkan.” Tuturnya.

Yup. Selesai menyimak penjelasan dari Kak Farid, kini tiba saatnya untuk membahas pertanyaan dari Hawari. Hawari adalah santri tingkat SMA asal Temanggung, Jawa Tengah. Karena tidak ada santri yang bisa menjawab, Anam meminta Kak Farid untuk memberikan jawaban.

“Menurut saya, ada dua. Ibarat sumber air yang kotor. Jadi ada dua pemecahannya. Pertama, membuang air kotor itu. Kedua, menutup sumber dari air kotor itu. Jadi kalau Ustadz Seleb bermunculan, apa yang bisa kita lakukan? yaitu menasehati atau mendakwahkan mereka. Bahwa berdakwah itu harus ikhlas, tidak ada kepentingan lain selain untuk dakwah kepada Allah Swt. Namun, jika tetap bermunculan mungkin harus ada usaha bagi kita untuk membentuk ulama-ulama baru yang ideologis. Jadi biarkanlah mereka, Ustadz Seleb yang tua-tua itu hilang sendiri. Tugas kita adalah membentuk generasi baru dan ulama-ulama baru yang ideologis.” Jelasnya mantap.

Selesai menyimak jawaban dari Kak Farid, Anam memintanya untuk menyampaikan kesimpulan. Seperti kata Ustadz O. Solihin, yang memberikan kesimpulan di akhir diskusi adalah Kak Farid.

“Antara Ustazd Seleb dan Ustadz Ideologis seperti yang telah saya paparkan tadi. Yakni berbeda dalam  keikhlasannya. Juga tujuan utama Ustazd Seleb dari nuraninya itu untuk mengejar popularitas, harta dan lain sebagianya. Namun jika Ustadz Ideologis, benar-benar untuk dakwah Islam. Jadi apa konsekuensinya? Jika seorang ulama tidak ikhlas dan hanya mengejar gengsi atau popularitas, itu bisa mempengaruhi dakwahnya. Akhirnya, dia bisa disetir oleh televisi hanya untuk menyampaikan yang baik-baik saja, yang senang-senang saja.Yang ngeri-ngeri semisal hukum potong tangan, dll itu mungkin tidak akan disampaikan. Misalkan hanya menyampaikan  terkait ahlak saja. Kalau disuruh menyampaikan tentang negara Islam, dia mungkin tidak akan mau karena mungkin beresiko ditendang sama televisi itu. Tidak boleh mengisi lagi.” Jelasnya panjang lebar.

“Kalau dia Ulama Ideologis, dia tidak akan peduli terhadap hal itu. Apa pun yang terjadi, dia akan menyampaikan Islam apa adanya atau secara keseluruhan, tanpa pilih-pilih. Nah, itu konsekuensi dari keikhlasan. Jadi, tidak masalah meskipun dakwah di daerah terpencil dan bayarannya kecil atau bahkan tidak ada bayaran sama sekali. Tidak masalah bagi seorang Ulama Ideologis. Bagi Ustadz Ideologis, penyampaiannya tidak pandang bulu yaitu karena keikhlasannya itu.” Tambahnya.

Kesimpulan Kak Farid tadi dirasa sudah cukup jelas. Anam selaku moderator memberikan sedikit kesimpulan. “Nah, tadi udah jelas kan? Jadi, Ustadz Ideologis yaitu ustadz murni, dia ingin menyebarkan Islam bukan ada maksud lain dan tidak mengikuti skenario.” Katanya.

Pukul 11.40 WIB. Akhirnya diskusi aktual untuk pekan ini selesai dilaksanakan. Selanjutnya Anam mengakhiri diskusi dengan mengajak semua peserta diskusi untuk membaca do’a kafaratul majlis. [Siti Muhaira, santri angkatan ke-2, jenjang SMA, Pesantren Media]

Catatan: tulisan ini sebagai tugas yang diberikan pemimpin diskusi aktual kepada panelis, dan menjadi bagian dari tugas menulis di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media

KOMENTAR: Tulisan hasil diskusi ini sudah bagus. Detil dalam informasi dan mengalir dalam penyampaian pesannya. Terus diasah kemampuan menulisnya dan tetap semangat menambah wawasan agar tulisan kian berbobot.

O. Solihin
Instruktur Kelas Menulis Kreatif

*gambar dari sini

By Administrator

Pesantren MEDIA [Menyongsong Masa Depan Peradaban Islam Terdepan Melalui Media] Kp Tajur RT 05/04, Desa Pamegarsari, Kec. Parung, Kab. Bogor 16330 | Email: info@pesantrenmedia.com | Twitter @PesantrenMEDIA | IG @PesantrenMedia | Channel Youtube https://youtube.com/user/pesantrenmedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *