Tulisan ini merupakan laporan hasil Diskusi Aktual 5 Mei 2013.
Tanggal 15 April 2013, teman-teman kita yang duduk di bangku kelas tiga jenjang SMA akan menjadi sekelompok orang yang pertama kali berhadapan dengan UN. Tepatnya, tanggal 15 hingga 18 April 2013.
Begitu juga dengan adik-adik kita di SD dan SMP. Untuk SMP, tanggal 22-25 April 2013 dan untuk SD dan sederajat, UN akan diadakan pada tanggal 6-8 Mei 2013. Bisa dipastikan, hari-hari tersebut merupakan hari-hari paling berat sepanjang sejarah bersekolah sobat semua. Kemudain, pertanyaan selanjutnya pun muncul.
Namun, sama dengan tahun-tahun sebelumnya, masalah pun kembali muncul pada pelaksaan ujian tahun ini, 11 Provinsi yang berada di Wilayah Indonesia Tengah, UN untuk SMA/SMK/MA dan sederajat diundur pelaksanaannya, yakni mulai diadakan tanggal 18 April 2013.
11 Provinsi tersebut diantaranya adalah, NTB, NTT, Kaltim, Kalsel, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo.
Lalu apakah penyebab terjadinya kemunduran ini? Jadwal pelaksanaan Unas 2013 di 11 provinsi diundurkan karena adanya keterlambatan dalam proses distribusi, karena satu dari enam perusahaan pencetak soal ujian, yakni PT Ghalia Indonesia Printing, belum menyelesaikan pekerjaannya. Percetakan Ghalia berlokasi di Bogor, Jawa Barat.
Dengan adanya pengunduraan jadwal pelaksaan UN ini, maka masalah baru pun mengancam. Terjadinya kebocoran soal sangatlah berpotensi. Tahun lalu UN yang dilaksanakan serempak saja bisa terjadi kebocoran soal, apalagi tahun ini yang pelaksaannya mengalami pengunduran.
Maslah pun tidak hanya terjadi pada keterlambatan distribusi. Dari beberapa sumber, disebutkan bahwa kualitas lembar jawaban pun banyak yang buruk, mudah sobek, sehingga siswa tidak hanya harus teliti dalam menjawab soal, tetapi juga harus berhati-hati dalam melingkari jawaban.
Melihat fakta ini, seharusnya soal ujian nasional tidak hanya dicetak di jawa agar masalah pendistribusian tidak lagi terulang, dan sebakinya di bangun juga di wliayah tengah Indonesia, seperti di makassar.
Dan selama ini, pelaksaan ujian selalu saja mengalami kendala, mulai dari kebocoran soal, salah soal, hingga terjadinya keterlambatan distribusi soal.
Lalu bagaimanakah solusi tepat dalam Islam untuk mengatasi masalah-masalah ujian yang setiap tahun selalu saja terjadi. Di dalam Islam sendiri, tidak dikenal yang namanya ‘Ujian Nasional’. Di dalam Pendidikan Sistem Islam, Ujian dilakukan satu-persatu secara lisan, sehingga tidak akan terjadi lagi kebocoran soal, contek-menyontek, apalagi keterlambatan soal, karena yang memberikan soal adalah gurunya sendiri, secara lisan.
Sehingga, guru yang mengajar harus benar-benar berkualitas, karena di dalam Islam sendiri, posisi guru adalah posisi yang sangat penting, guru sangatlah berpengaruh pada kualitas anak muridnya. Jika gurunya berkualitas, maka muridnya pun akan berkualias, begitu juga sebaliknya.
Selain itu, ujian juga seharusnya tidak hanya dilakukan dalam bentuk teori, namun juga disertakan dengan praktek secara langsung. Dan yang berhak menentukan kelulusan adalah guru, jika gurunya mengaggap sudah bisa, maka ia sudah dianggap lulus.
Pada masa Rasulullah SAW, seluruh kaum muslimin melakukan kegiatan belajar mengajar di Masjid, dan yang menjadi gurunya adalah Rasulullah sendiri. Pada saat itu kaum muslimin benar-benar antusias dalam menuntut ilmu, banyak sekali yang ingin mendapatkan ilmu. Saking banyaknya, para wanita yang duduk di bagian belakang kurang bisa mendengar suara Rasulullah yang mengajar di depan, sehingga para wanita meminta waktu khusus untuk belajar kepada Rasulullah.
Dan pelajaran utama yang disampaikan Rasulullah SAW adalah pelajaran mengenai al-Quran dan Hadits, karena itu adalah pelajaran utama bagi masyarakat. Selain itu juga diajarkan mengenai baca tulis oleh para sahabat dan tawanan perang yang bisa baca tulis, sebagai tebusan agar sebelum dibebaskan. Tidak hanya di masjid, pada masa Rasulullah SAW, kegiatan belajar-mengajar juga diadakan di rumah-rumah. Jadi, kaum muslimin saat itu sangat berantusias dalam menuntut ilmu.
Sangat jauh berbeda dengan masa kini. Fakta yang terjadi, remaja-remaja malah malas-malasan dalam menuntut ilmu, kebanyakan dari mereka sekolah hanya karena paksaan dari orang tua, dan datang ke sekolah bukan niat untuk belajar, melainkan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak diperlukan.
Bagi mereka, yang penting lulus ujian, maka itu sudah cukup. Yang penting dapat ijazah, maka itu sudah cukup. Karena sekarang mudah sekali untuk mendapatkan ijazah. Seperti yang kita ketahui, Ujian saat ini sangat identik dengan contek-menyontek. Sehingga nilai hasil ujian yang mereka terima biasanya tidak sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Bahkan sering terjadi kasus adanya siswa pintar yang secara mengejutkan tidak lulus ujian, sedangkan siswa yang terkenal bodoh malah secara mengejutkan juga mendapatkan nilai yang cukup tinggi.
Hal demikian merupakan tanda bahwa ujian yang selama ini diadakan di Indonesia sangat tidak efektif. Bisa dikatan untuk lulus ujian, kita tidak perlu belajar, karena dengan mudah kita bisa mendapatkan bocoran jawaban dan menyontek. Namun hal tersebut tidak akan terjadi jika menerapkan sistem pendidikan Islam. Dan seharusnya pemerintah juga tidak tinggal diam atas kecurangan-kecurangan yang selalu terjadi setiap tahunnya, harus ada tindakan nyata dari pemerintah, sehingga contek-menyontek dan kebocoran soal tidak akan terjadi lagi.
Dan bagaimana cara mengatasi kebiasanya menyontek yang selama ini selalu saja terjadi hampir di setiap sekolah. Masalah pendidikan sebenarnya tidak menjadi tanggungjawab penuh seorang guru, karena lingkungan sekitar juga sangat berpangaruh dalam pendidikan seseorang, terutama kedua orang tuanya. Orang tua seharusnya dapat mengarahkan anak-anaknya, mencegahnya dari pergaulan dan lingkungan yang tidak mendukung, memberinya pemahaman-pemahaman mengenai budi pekerti yang baik.
Jika saja seluruh siswa sekelas menyontek, maka berusahalah kamu menjadi satu-satunya yang tidak menyontek, maka itulah yang terbaik, jangan pernah mengikuti hal yang tidak baik.
Selain itu siswa juga dibekali pemahaman tentang Islam, karena itu sangat penting untuk masa depan bangsa dan Umat Islam. [Ahmad Khoirul Anam dan Hawari, santri angkatan ke-2, jenjang SMA, Pesantren Media]
Catatan: tulisan ini sebagai laporan hasil Diskusi Aktual, dan bagian dari tugas menulis di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media