Loading

Trip in Malioboro

Hari itu adalah hari terakhir kami berada di Jogja. Rencananya kami akan pergi ke pasar Malioboro untuk membeli oleh-oleh dan sebagainya. Sebelum pergi ke pasar, kami mampir ke laundry untuk mencuci pakaian yang kami pakai di sini, agar sampai di Parung, Bogor nanti tidak perlu lagi mencuci. Hanya aku, Teh Fathimah dan Teh Amilah yang melaudry.

Kami sampai di pasar Malioboro sekitar jam sembilanan, telat satu jam dari yang direncanakan. Awalnya kami akan ke sini menggunakan Trans Jogja (TJ) tapi karena para pekerjanya demo jadi kami memakai taksi. Di daerah itu tidak ada satupun mobil angkot yang melintas. Entah karena alasan apa.

Dibimbing Teh Ari dan Teh Wina, kami berlima menyusuri sepanjang toko di pinggiran gedung mall malioboro. Kukira pasar akan pengat oleh lalu lalang orang, ternyata masih cukup sepi, dan para pedagang pun belum semua buka.

Pertama aku singgah di tempat gantungan kunci. Ada berbagai variasi gantungan kunci dari batok kelapa yang lucu, yang paling kusuka adalah ukiran burung hantu. Setelah memilah aku ingin membayarnya tapi tidak jadi, soalnya aku teringat pada perkataan ibuku untuk “melihat-lihat” dulu.

Setelah berjalan cukup lama, kami menemukan pedagang yang menjual gantungan kunci eceran, dan lebih murah dari pedang-pedagang sebelumnya. Kami memborong gantungan kunci, kecuali Teh Ari dan Teh Wina.

Kami bertujuh melanjutkan menyusuri pinggiran mall. Pedagang kaki lima mulai dari yang menjajakan gantungan kunci, baju, makanan sampai perhiasan kami lewati. Sempat kami singgah di tempat gantungan kunci lainnya, hanya menanyakan harga saja awalnya, tapi karena Teh Fathimah tertarik membeli, Zuyyina jadi turut serta.

Awalnya aku hanya ingin membeli makanan dan gantungan kunci sebagai oleh-oleh, tapi begitu melihat baju-baju dijajakan, aku ingin membeli satu untuk adikku yang paling kecil. Akhirnya aku memutuskan membeli satu, saat itu Zulfa juga ikut membeli baju. Setelah itu kami berjalan lagi.

Aku membeli kue bapia setelah singgah ke beberapa toko, untuk mengetahui harga. Kami melanjutkan perjalanan lagi. Semakin ke dalam barang yang dijajakan makin beragam, ada tas berbagai ukuran, ukiran-ukiran dari kayu seperti sepeda, kapal, vespa dan sebagainya. Zulfa dan aku membeli tas, awalnya aku juga ingin membeli ukiran sepeda tapi tidak jadi karena tidak cukup praktis.

Kami masuk ke dalam terowongan yang sepertinya mengarah pada pintu belakang mall, tapi kami tidak masuk, hanya lewat saja. Kami berjalan mengikuti jalan besar di sana sampai menemukan tulisan “Beringharjo” terpampang besar. Kami menyusuri sepanjang ruas jalan lalu berbelok, melewati beberapa toko dan berhenti di toko “Bella”.

Masuk ke Bella, kami terpencar-pencar. Awalnya aku tidak begitu tertarik untuk membeli apapun di Bella, tapi setelah sampai ujung yang adalah tempat berbagai makan manik-manik, benang dan sejenisnya aku jadi ketagihan untuk membeli. Aku melihat-lihat model manik-manik lalu berinisiatif untuk membeli beberapa yang akan kusulam sendiri di tas-tas yang sudah kubeli.

Setelah menetapkan pilihan, aku membayar ke kasir lalu bergabung dengan teman-temanku yang kini ada di lantai dua. Di lantai dua semakin beragam aksesoris yang kutemui, mulai dari kipas sampai bando. Tapi karena tidak ada yang ingin dibeli lagi aku dan Teh Fathimah juga Zuyyina turun ke lantai satu dan melihat-lihat koleksi cincin mereka.

Yang awalnya tidak ada niat untuk membeli, ternyata Teh Fathimah dan Zulfa membelinya, dengan potongan harga pula, karena mereka menggunakan kartu pelajar.

Aku duluan keluar dari Bella dan bersama Kak Ara yang ternyata ada di Bella pula. Kami menuju toko Satria yang khusus menjual berbagai macam alat dan bahan untuk menjahit. Aku membeli senar yaitu benang berwarna transparan untuk merangkai sulaman yang akan kubuat di tas-tas yang kubeli.

Setelah selesai, kami, tanpa Kak Ara, meninggalkan Bella dan kembali ke tulisan Beringarjo untuk berfoto. Setelah puas berfoto kami, dipandu Teh Ari berjalan menuju halte TJ untuk pulang, yang alhamdulillah, para pekerja sudah tidak demo lagi.

Sebelum kami meninggalkan pasar Malioboro, kami berfoto dulu di depan monumen serangan umum 1 Maret 1949. Setelah itu barulah kami naik TJ dari halte menuju ke asrama Panatagama Putri.

Sesampainya di asrama, kami tidak membuang-buang waktu karena satu jam lagi taksi yang kami pesan untuk ke stasiun akan tiba. Setelah berpamitan dengan seisi asrama, barulah kami pergi ke stasiun untuk naik kereta menuju ke Pasar Senen. Di sana kami akan dijemput oleh guru-guru.

 

willyaaziza

[ZMardha]

tugas laporan dari Jogja

By Zadia Mardha

Santri Pesantren Media kunjungi lebih lanjut di IG: willyaaziza Penulis dan desainer grafis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *