Loading

Rabu, 5 September 2012

Hari ini aku dalam perjalan kembali ke Tanggerang.

Saat ini aku sedang berada di lantai II dari Bandara Sulthan Iskandar Muda. Harus menunggu kurang lebih 3 jam. Awalnya pesawat yang ku tumpangi take off pukul 12.15 WIB, tapi karena ayah aku telat antar ke bandara. Makanya pas Chek-in telat dan system telah ditutup. Uhh… untungnya tidak ada penambahan biaya jika keberangkatan dialihkan.

Kesan selama di Banda Aceh membosankan. Tidak ada hal yang begitu istimewa. Semua berjalan seperti biasanya. Paling yang aku rindukan ya apalagi kalau bukan pemandangan pantai dan pegunungan dilengkapi dengan bentangan permadani hijau plus air yang mengalir dalam hijau lumut yang bekelok-kelok lebar mengikuti alur tanah. Hmm sungguh mengagumkan.

Jadi jangan heran jika objek foto ku memang banyak mengeksplor pemandangan daripada objek/situs benda bersejarah lainnya. Bukannya aku tak suka pada sejarah melainkan objek yang difoo pasti itu-itu saja kita cari di internet pun ada. Beda dengan pemandangan alam yang jika hasil jepretan sendiri terasa gimana gitu. Selain itu yang namanya ciptaan or lukisan tangan Tuhan memang nggak ada habis-habis keindahan dan cerita dari setiap take disetiap angelnya.

Suasana Bandara yang baru rampung setelah tsunami ini cukup besar dan nyaman. Hal ini ditunjang agar banyak wisatawan asing maupun domestic yang berkunjung ke daerah ini.

Bandara ini mempunyai nama Sulthan Iskandar Muda. Kalian tau nama itu nama siapa?

Ya! Nama itu adalah nama raja yang pernah memerintah kerajaan AtjehDarussalam. Pada kempemimpinannya, Aceh waktu itu sangat maju dan terkenal diseluruh dunia. Pernah datang penawaran perdagangan internasional antara Kerajaan Aceh dan Kerajaan Ingris Raya, yang suratnya langsung dikirim oleh ratu Elizabeth I.

Dan ditolak secara halus dan terhormat dengan Sulthan Iskandar Muda. Bahkan surat yang ditulis tangan langsung oleh Sulthan menggunakan tinta emas murni! Bayangkan. Bagaimana makmurnya Aceh waktu itu.

Dan raja ini juga terkenal arif dan bijaksana. Hokum sangat ditegakkan tanpa pandang bulu. Bahkan anak beliau sendiri yang dituduh melakukan zina pada seorang gadis juga dihukum cambuk 100 x. Padahal tuduhan tersebut tidaklah benar adanya.

Tapi karena raja sangat takut akan siksaan Allah di Akhirat maka hukuman itupun dilaksanakan. Hingga anaknnya sendiri meninggal dalam proses cambukan itu.

Saat ini makam Sulthan Iskandar Muda beserta keluarga dapat dilihat di daerah Peuniti. Tepatnya di kompleks museum gedung Joeang dan Pendopo Gubernur, Banda Aceh.

Banyak lagi benda-benda purbakala dan peninggalan zaman dahulu di Bandda Aceh. Sehingga kota Banda Aceh juga sering disebut History City. Dan peradaban Islam Indonesia telah tumbuh berabad-abad lalu disini.

***

Tiba-tiba cuaca mendung dan hujan. Ntah lah aku berharap akan baik-baik saja ketika di perjalanan nanti.

Jam telah menunjukkan pukul 15.00 WIB saatnya aku check-in dan memasukkan barang ke bagasi. Lalu membayar boarding pass Rp 25.000,- . Serta merta aku langsung menuju ke boarding pass untuk istirahat dan menunggu kedatangan pesawat yang ku tumpangi Lion Air 305. Suasana masih sepi hanya aku yang berada di ruang itu sehingga dengan leluasa aku keliling dan memotret apa saja yang menurutku menarik. (foto diatas adalah boarding roomnya yang masih kosong).

Banyak hal yang kutemui selama di bandara. Ada bule yang sangat mirip dengan Maher Zain, hingga pemandangan indah di balik kaca besar yang mendisplaykan Gunung Seulawah yang sedang bersembunyi di balik kabut tipis beserta perbukitan yang memagarinya. (foto diatas menunjukkan betapa cantiknya pemandangan di tengah rintik gerimis hujan gunung api yang masih aktif dan belum pernah meletus itu.)

Tak terasa waktu untuk take off pun tiba. “kepada calon penumpang Lion Air JT 305 dengan nomor sit 25 keatas dipersilahkan untuk naik ke kabin pesawat.”

Aku segera mencari tempat duduk yang di maksud yaitu sit 26 A. Asik dekat jendela yang artinya aku bisa enjoy dan memotret pemandangan. hap aku dapat dan langsung menaikan tas ranselku ke atas kabin pesawat. Di kursi aku jumpai seorang abang-abang dengan berkulit hitam manis. Berperawakan tinggi tegap khas orang Aceh pesisir.

Obrolan tak bisa dihindari. Akhirnya kami berkenalan dan mengobrol denga asyiknya hingga waktu take off tiba kami terdiam sejenak menikmati lepas landas. Dan tak lupa dan takkan kulewati momen melihat pemandangan Tanah Rencong dari ketinggian. Pas pulang gersang, pas pergi hujan membasahi tanah yang gersang itu.

Perbandingan pemandangan pas baru tiba di Banda (bawah) dan ketika meninggalkan Banda (atas).

***

Burung besi ini transit di Bandara Polonia, Medan. Para penumpang di suruh melapor ke kantor. Dan sekitar 20 menit berlalu kami balik lagi ke pesawat. Pas melapor tadi, aku kebelet pipis. Melihat gelagakku yang menahan pipis, sepertinya abang itu menawarkan sekalian melapor, tiketku pun di kasi ke abang itu. Aku langsung menuju toilet. Naas. Harus mengantri. Terlihat nenek-nenek cina bercelana pendek. Serta dandanan wanita batak lainnya yang aneh di mataku. Walaupun hanya berjalan 45 menit dari Banda Aceh ke Medan langsung di dapati pemandangan yang jauh berbeda.

Sapp. Akhirnya perasaan ku harus dibuang. Untung saja ada ibu-ibu berbaik hati yang mendahulukan aku.

Sejurus kemudian aku ke pintu gerbang untuk pergi lagi ke kabin pesawat. Aku takut tertinggal pesawat dan tertinggal di ranah batak ini.

Alhamdulillah aku menemukan abang itu kembali karena tiket aku ada sama dia. Pas aku perlihatkan ke kakak petugas itu, ternyata tiket kami tertukar. Dan dari situ barulah aku tau nama abang itu yang sebenarnya. Fachrul nama yang sangat singkat.

Rupanya ia ke Jakarta untuk membeli pakaian yang akan dijual lagi ke Banda Aceh. Wah pedagang ni. Dan blalablaa…

Setelah 4 jam berlalu.

Terlihatlah teluk kota Jakarta yang dihiasi lampu-lampu kota dan yang menarik perhatianku adalah lampu-lampu dari perahu-perahu nelayan yang dari atas seperti kafe terapung. Wah romantisnya suasana seperti itu…..

Syukurlah di atas kabin pesawat ini aku tidak mengalami kedinginan seperti perjalanan ku sebelumnya.

Aku langsung bergegas ke tempat pengambilan bagasi. Cukup lama juga aku menunggu. Setelah mengambil bagasi, aku langsung keluar dan menunggu jemputan Bang didit. Setelah menunggu beberapa menit dan aha! Itu dia mobil sedan Lancer berwarna coklat krem metallic dengan plat B 1513 SW. kendaraan ini pun melaju mengantarkan kami ke Cluster Edelweiss, Cipondoh Tanggerang. [Dini Purnama Indah Wulan, santriwati Pesantren Media, jenjang 1 SMA]

Catatan: tulisan ini sebagai bagian dari tugas menulis catatan perjalanan di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media

By Administrator

Pesantren MEDIA [Menyongsong Masa Depan Peradaban Islam Terdepan Melalui Media] Kp Tajur RT 05/04, Desa Pamegarsari, Kec. Parung, Kab. Bogor 16330 | Email: info@pesantrenmedia.com | Twitter @PesantrenMEDIA | IG @PesantrenMedia | Channel Youtube https://youtube.com/user/pesantrenmedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *