Siapakah idola yang seharusnya?
Namaku Sany Udin. Seumur hidupku aku selalu ingin menjadi penyanyi yang hebat. Seperti idolaku, Jibby Man. Aku sangat mengidolakannya karena nyanyiannya yang memberiku semangat. Setiap waktu aku mendengarnya dan menontonnya. Tapi setelah kejadianku ini, aku tahu bahwa aku mengidolakan orang yang salah.
Ayahku selalu bilang padaku, “Nak, ayah tahu ini sulit. Tapi, bisakah kau menganti idolamu itu? Karena kita sebagai muslim harus selalu mengidolakan Rasulullah.” Setiap ayahku mengatakannya aku langsung membentak ayahku dan masuk ke kamarku dengan jedoran pintu kamarku. Layaknya anak durhaka. Setelah perbuatanku itu, ibuku langsung bicara marah-marah dengan ayahku. Setelah itu, ibuku masuk ke kamarku dan mengatakan hal-hal yang menyenangkan dan memotivasiku untuk terus memperjuangkan idolaku itu.
Saat itu, ibuku terus mendukungku dalam belajar menyanyiku. Sedangkan ayahku tidak. Ayahku selalu menasihatiku tapi aku tidak mendengarkannya.
Kisahku berawal dari tempat tinggalku yang terletak di suatu pulau yang bernama P. Ngomong. Pulau ini dekat satu pulau yang bernama pulau seram. Pulau tempat tinggalku sebenarnya terlihat di peta. Tapi itu terhalangi oleh huruf M di tulisan pulau seram. Mengapa dinamakan pulau Ngomong? Karena penduduk di pulau semuanya susah berbicara apalagi bernyanyi. Tapi anehnya aku berbeda dengan mereka para penduduk.
Karena perbedaanku yang selalu bicara menggunakan logat nyanyian. Orang disekitarku selalu menertawakanku saat itu.
“Hey, bung! Apa kabarmu?” Aku berkata pada temanku menggunakan logat nyanyian. Lalu temanku bicara, “Ya! Lalu bagaimana kabarnya, Jey mey?” Temanku yang mengatakannya dan yang mendengarnya menertawakanku.
Tapi aku takkan menyerah saat itu. Dan akhirnya aku bersama ibuku bisa menirukan gaya idolaku, Jibby Man. Saat ahli bicara pulau mengetahuinya, akhirnya aku dan ibuku diangkat menjadi guru vocal se-pulau. Kami berdua menjadi artis. Kami berdua bisa mengendalikan pikiran penduduk. Yaitu dengan membuat software pengendalian pikiran dengan lagu.
Saat para penduduk membuat lagu mereka sendiri dengan software kami. Mereka mengendalikan pikiran orang dengan pikiran yang gila. Waktunya untuk menghentikan software aku dan ibuku. Dengan meng-backup dan menghindari software itu. Aku dan ibuku mempunyai sesuatu yang lebih besar. Yaitu para penggemar.
Mungkin jika aku sadar saat itu, aku akan langsung minta maaf pada ayahku. Tapi karena perbuatan tidak terpuji kami. Akhirnya kami lupa dengan ayahku. Ayahku pergi kesebuah pulau yang kami tidak ketahui.
Saat itu, tak kusangka Jibby Man datang ke pulauku. Jibby Man datang dengan kepedulian saat itu. Dia menawarkan kepada kami untuk membersihkan pulau kami. Kami para penduduk gembira saat mendengarnya. Kami akan diungsikan ke Jakarta. Dan aku ditawarkan oleh Jibby Man untuk mengikuti lomba yang diadakannya. Yaotu lomba idola seluruh dunia.
Aku menerima tawaran lomba itu dari JM. Lalu kami mengungsi ke Jakarta dan kami tinggal di suatu rumah susun. Aku dan ibuku tinggal di rumah susun tersebut. Saat pemilihan perlombaan yang lolos hanya boleh satu. Yaitu aku atau ibuku. Tapi ibuku menyerah dan memilih untuk aku yang diloloskan.
Ibuku yakin bahwa aku yang lebih baik mengikuti lomba ini. “Jadilah idola bagi dunia, nak.” Aku terinspirasi oleh ibuku, “Baiklah, bu, aku akan terus berjuang.” Aku terinspirasi.
Setelah beberapa babak dan sesi-sesinya. Akhirnya aku masuk babak final. Dan saatnya pengumuman pemenangnya. Saat belum diumumkan siapa yang menang aku kegeeran. Ibuku tidak ikut aku melihat pengumuman karena sibuk menyiapkan pesta untuk kemenanganku. Padahal ibuku belum tahu kalau aku akan menang. Saat pengumuman aku kegeeran sendiri karena JM menjelaskan ciri-ciriku.
Setelah beberapa perkataan…. Kira-kira lima menit lebihlah….
“Dan inilah pemenangnya adalah san…” Perkataan JM membuat semua orang kepo. “Sun Rocks…!” Setelah JM mengatakan pemenang yang sebenarnya aku langsung bernyanyi karena aku mengira bahwa aku pemenangnya. “Yeah… Yeah… We’re the champion, man!” aku bernyanyi. “Din, ngapain kamu?” Sun Rocks sambil tertawa mengatakannya lalu semua orang di tempat menertawakanku. Dan JM memberi wajah marahnya padaku. Saat itulah kemaluanku yang terdalam.
“Teng… teng… teng… teng… teng… teng… teng” Suara gitar.
“Sang idola pulang…. Percaya dirinya terguncang…”
“Dia galau dan sendiri…. Lalu dia jadi anak mami…” Satpam bernyanyi.
“Siapa yang kau bicarakan?” Aku membentaknya. “Tidak, tidak ada apapun…. KABUR….” Satpam itu bicara dengan terbata-bata lalu pergi. Lalu aku menelpon ibuku sambil menangis, “Bu, Udin kalah, bu.” Aku menangis lalu, “Maaf, nomor yang Anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi.” Operator bicara bahasa inggris.
Sesampai dirumah susun, aku langsung jatuh menidurkan diri dengan ditutup dengan selimut. “Siapa idolanya ibu?” Ibuku dengan gembira mengatakannya. “Ta-da…!” Aku semakin terharu dengan ibuku semakin besar pula tangisanku. “Ibu tahu pestanya tidak terlalu meriah karena dia (ayahku) tidak ada disini tapi kita masih bisa merayakan, nak.” Ibuku memberi nasihat padaku. “Bukan itu masalahnya, bu. Hari ini aku merasa sangat merasa bersalah pada ibu. Dan aku minta maaf.” Sambil jalan kekamar dan bersedih. “Tak apa, nak. Mungkin sekarang waktunya belum tepat. Dan mungkin kau lelah. Tidurlah, nak. Selamat malam, nak.” Ibuku sambil menutup hordeng kamarku dan aku menarik selimutku. “Malam juga, bu. Dan aku menyesal.” Saat ibuku mematikan lampu.
Bersambung…..
Tunggu tulisan saya yang selanjutnya… Terima kasih sudah membaca….
[Ihsan Abdul Karim, santri angkatan ke-3, jenjang SMP, PesantrenMedia]