Brak..
Drap..Drap..Drap..
Tiba-tiba saja pria-pria dewasa yang membawa senjata api telah mengepung ruangan tempat mereka bermain. Rika mencoba melindungi adik-adiknya; Adelia, Kalifa dan Lavina di balik punggunngnya yang kecil. berapa pria menodongkan senjata ke arah mereka. mereka bergetar ketakutan.
“Periksa yang lainnya!” perintahnya pada beberapa orang pria bersenjata yang berdiri di sisi kanan dan kirinya. Mereka mengangguk dan naik ke lantai dua dengan berhati-hati, sebagian memeriksa tempat lainnya di lantai satu. Tak lama mereka kembali.
“Tak ada orang Bos.. Cuma mereka saja.”
Mendengar laporan itu, orang yang dipanggil ‘Bos’ menyeringai. Bagus!
“Sebagian mencari barang berharga, sebagian lagi di sini bersamaku! Kita akan bermain bersama anak-anak ini.” Semua menjalankan perintah.
“Hei, kau!” tunjuknya pada Rika. Tak ada sahutan, mereka semua sangat ketakutan.
Di tariknya Rika menjauh dari adik-adiknya “Hei, gadis dungu! Aku berbicara padamu! Di mana orang tuamu menyimpan barang berharganya?” Rika diam tak mengerti. Penjahat itu merasa kesal, pertanyaannya tak gubris. Moncong pistol itu mengarah tepat pada kepala Rika.
“Aaaku.. Tak.. Ta..hu.” ucapnya tergugu sambil menggelengkan kepala.
Pria-pria bersenjata itu tertawa melihat ketakutan Rika.
“Kalo begitu, cari sekarang!” teriak pencahat itu di telinga Rika.
sedetik kemudian arah pistolnya berubah! Pistol itu mengarah pada adik-adiknya.
“Dengar! Sepuluh menit setiap nyawa!” Didorongnya Rika dengan kasar menuju lantai atas. Rika bingung apa yang harus ia lakukan. Di mana dia mulai mencari? Apa yang harus dia cari? Ia bingung. Sepuluh menit, ingat Ten Minutes waktunya. Jika tidak, adik-adiknya…
###
“AAAARRRGGGHHH!!!”
Teriakan histeris Salvia memenuhi penjuru rumah, ia marah pada dirinya sendiri. Menyesal karena meninggalkan anak-anak mereka sendirian di villa. Liburan yang menyenangkan berakhir menjadi bencana. Sungguh tragis dalam waktu kurang dar satu jam nyawa anak-anak mereka melayang, kendrick mencoba menenangkan istrinya. Merangkulnya dalam dekapan. Memanggil polisi dan ambulan agar tiba secepatnya di kediaman mereka. Sebelum hal mengerikan itu terjadi, tentu saja kediaman mereka nyaman di balik bukit.
###
Doorr!!!
Kalifa menggelepar tak terkendali tanpa ada tanda-tanda kehilangan darah. Salah satu penjahat itu mendorong tubuh adelia dan menembak lehernya. Tubuhnya berhenti menggelepar.
Adelia dan Lavina shock melihat adik kecil mereka tewas, laju darah mereka tidak lagi normal, wajah pucat pasi, suara mereka senyap, tekanan darah mereka turun drastis. Badan mereka bergetar hebat. Mata mereka terbelalak di sudut matanya air mata mengucur deras.
“Hei gadis kecil! Lihat! Akibat yang kau perbuat! Adikmu tewas!” teriakannya menggelegar memenuhi ruangan rumah.
“Cepatlah! Kami sudah tak bisa bersabar lagi! Bukankah sudah ku katakan padamu gadis dungu! Setiap sepuluh menit yang kau buang akan berujung pada kematian adik-adikmu!” lanjutnya.
Rika semakin mempercepat langkahnya memasuki ruangan-ruangan yang berada di lantai dua. Mengobrak-abrik semua yang ada di sana. Mencari sesuatu yang diinginkan para penjahat.
“Aku menemukannya!” teriak rika dari dalam ruangan.
Salah satu penjahat naik untuk memeriksanya. Penjahat itu mendapati sebuah guci di tangan gadis itu. Diambilnya guci itu lalu di bantingnya ke lantai. Prang! Suara pecahan memenuhi ruangan. Di tariknya gadis itu dengan kasar dan di bantingnya ke dinding lalu memukul wajah Rika.
“Dasar gadis dungu! Kami tidak membutuhkan benda itu! kami membutuhkan perhiasan dan uang!” Diludahinya wajah pias gadis kecil itu. Berlalu pergi meninggalkannya menuju lantai bawah.
“Ck, sikat!” ucapnya pada salah satu penjahat yang bersenjata.
Doorr!
Suara tembakan , meraung kembali di udara. Kali ini Lavina yang tertembak. Matanya terbelalak sementara darah mengalir keluar dari lubang di dadanya. Adelia diam tak berkutik menyaksikan saudara-saudaranya tewas tertembak di depan matannya .
Rika menangis dalam diam, ia berusaha bangkit berdiri. Berlari kembali mencari hal yang dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa adiknya. Waktu terus berlalu. Ia ingin waktu berhenti sejenak. Ia membutuhkan lebih banyak waktu.
Dalam setengah detik sebelum sepuluh menit, Adelia berlari menuju kakaknya yang berada di lantai dua. Berlari sekuat tenaga mencari perlindungan sang kakak. Para penjahat tak menduga gadis kecil itu akan melakukannya. para penjahat segera mengejarnya. Rika mendengar suara gaduh di lorong yang menuju ruangannya. Dia membalikkan kearah muka pintu, sesaat ada Adelia yang berdiri sambil tersenyum di sana. Perasaan aman menghampirinya, ia lalu menghambur ingin memeluk Adelia, tapi belum sempat ia menjangkau tempat adiknya. Adiknya tiba-tiba tersungkur. Suara tembakan kembali mengisi udara yang senyap. Belum sempat Rika histeris peluru sudah menghantam tulang di tengah dahinya. Dunia menjadi gelap.
[Ela Fajarwati Putri, Santriwati Pesantren Media angkatan ke-3 jenjang SMA kelas 2]