Narator: Suatu pagi, Yumna dan Nyunyun sedang halqoh di rumah Musyrifah mereka.
Musyrifah: ….(menjelaskan materi halqoh). Baik. Sampai sini, ada yang mau ditanyakan? Atau mau mendiskusikan sesuatu? (jeda) Tidak ada? Ustadzah rasa sudah cukup jelas, ya. Mari kita tutup halqoh kita ini dengan…
(Yumna dan Nyunyun pamit pulang)
Narator: Saat di jalan pulang, Yumna terlihat sedikit agak pucat. Yumna juga merasa sedikit ngilu pada kepalanya.
Nyunyun: Yumna, kamu kenapa? Kok kamu pucat? Kamu sakit? Kamu belum makan? Kamu masuk angin? Atau kamu…
Yumna: Nyun! Aku tambah pusing nih.
Nyunyun: Oh, kamu pusing. Mau kuantar ke dokter?
Yumna: Nggak usah, Nyun. Aku langsung pulang ke rumah aja. Lagian ini cuma pusing biasa, kok.
Nyunyun: ya, udah. Aku duluan, ya. Kamu hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa, telpon aku aja.
Narator: Akhirnya, Yumna dan Nyunyun pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya di rumah Yumna…
Yumna: Assalamu’alaikum..
Ibu: Yumna! Dari mana aja kamu?! Kenapa muka kamu pucat kayak gitu?! (membentak)
Yumna: Ng… Yumna… Dari rumah teman, Bu… (takut-takut)
Ibu: Teman? Teman yang mana? Temanmu yang gendut itu?
Yumna: (menggeleng sambil menunduk, takut-takut)
Ibu: sudah Ibu bilang, Yumna! Jangan main sama anak itu! Dia itu sesat! Apa lagi gurumu yang sering ngajakin kamu pengajian itu! Mereka itu sesat!
Yumna; Tapi, Bu…
Ibu: Sudah! Sudah! Tidak usah banyak alasan! Sana bantu bapakmu siapkan sesajen! Sudah banyak pasien yang antri. (pergi meninggalkan Yumna)
Narator: Mendengar amarah ibunya, Yumna merasa sakit hati dan hanya bisa berdo’a agar ibunya mendapatkan hidayah dari Allah. Dengan perasaan campur aduk, Yumna membantu bapaknya menyiapkan sesajen. Bapak Yumna adalah seorang dukun. Yumna masih kebingungan untuk menjelaskan kepada keluarganya, bahwa mereka sudah sangat jauh meleset dari hukum Allah.
Narator: Hari ini, Yumna tidak sekolah karena pusing di kepalanya kambuh kembali. Dan kali ini, pusing yang Yumna rasakan semakin parah dari biasanya.
Yumna: Assalamu’alaikum, Nyunyun… (lemas)
Nyunyun: Walaikumussalam, Yum… Ada apa? Kok kamu lemas banget?
Yumna: Kepalaku tambah pusing, Nyun… Aku khawatir kalau ini bukan sakit kepala biasa. Hari ini aku enggak masuk sekolah dulu ya… Tolong bilangin ke Ustadzah Wanti ya…
Nyunyun: MasyaAllah, Yumna… Dari dulu kamu pusing melulu! Dan sekarang, kamu malah baru khawatir. Yasudah, nanti aku sampaikan ke Ustadzah Wanti. Syafakillah, ya…
Yumna: Jazakillah, Nyun… Wassalamu’alaikum.
Nyunyun: Waiyaki. Walaikumussalam.
Narator: Setlah perbincangan singkat antara Yumna dan Nyunyun di telfon tadi, Yumna memilih untuk beristirahat sejenak, agar pusingnya sedikit mereda. Tiba-tiba…
Ibu: Heh! Kenapa kamu enggak sekolah? Mau bolos supaya bisa ikut-ikutan acara sesat ya?!
Yumna: (lemas) Yumna sedang tidak enak badan, Bu… Yumna enggak bakal pergi ke mana-mana kok hari ini…
Ibu: Ya udah istirahat yang bener. Sebentar, Ibu buatkan Teh Hangat dulu.
Yumna: (mengangguk, sambil kembali beristirahat.)
Narator: Ibu, tetaplah seorang ibu. Yang mempunyai hati dan kasih sayang yang begitu besar kepada anaknya, meski anaknya kerap kali tidak memenuhi kemauannya. Dalam setiap hembusan nafas, Yumna tidak pernah absen untuk terus-menerus mendoakan agar ibu dan ayahnya, akan menempuh jalan yang benar.
Narator: Di sebuah pagi hari yang cerah. Yumna sudah sembuh dari pusingnya. Yumna mengendap-endap pergi ke luar rumah, agar tidak ketahuan oleh orang tuanya. Pagi ini, Yumna hendak pergi halaqoh di rumah musyrifahnya.
Yumna: (mengendap-endap) Ya Allah, semoga Ibu enggak ada di ruang tengah. Yumna pengen berangkat halaqoh, ya Allah…
Narator: tanpa sengaja, Yumna menyenggol sebuah gelas kaca dan membuat Ibunya mengetahui keberadaan Yumna.
Ibu: Siapa itu?! (berteriak)
Yumna: …
Ibu: Macan atau tutul?
Yumna: Enggak dua-duanya, Bu…
Ibu: Yumna! Bukannya kamu lagi sakit? (menghampiri Yumna di ruang tengah)
Yumna: Su… sudah sem…
Ibu: (memegang kening Yumna) Kamu mau kemana?
Yumna: ngg… mau belajar bareng, Bu…
Ibu: Belajar bareng atau mau ke pengajian sesat itu?
Yumna: Itu bukan pengajian sesat, Bu…
Ibu: Berani kamu membantah Ibu?! Sini, biar ibu liat isi tas mu! (merogoh2 isi tas Yumna) Apa ini? Kitab botak? Apa lagi ini? terjemahan kitab botak?! Mau jadi teroris kamu? Sudah sana masuk ke kamar! Enggak usah kemana-mana! Dasar anak enggak tahu diuntung!
Yumna: (terduduk di ruang tengah) Eh! Ibu udah pergi! Alhamdulillah! Semoga ini peluang supaya bisa ikutan halaqoh! (bangkit)
Narator: akhirnya, Yumna bisa berangkat halaqoh dengan selamat. Sesampainya di tempat halaqoh, Yumna kembali merasa pusing.
Ustadzah: MasyaAllah Yumna! Kamu kenapa?
Yumna: (menggeleng-geleng lemah)
Nyunyun: Pekan kemarin, Yumna cerita ke Nyunyun kalau belakangan ini dia sering pusing, Ustadzah…
Ustadzah: MasyaAllah… Kenapa enggak periksa?
Yumna: Enggak dibolehin sama Bapak.
Ustadzah: Ya sudah, kalau begitu sekarang kita pergi ke rumah sakit. Kondisimu sangat lemah, Yumna…
Yumna: (tidak sadarkan diri)
Narator: Suasana pagi itu menjadi kalut. Hanya Allah satu-satunya zat yang menjadi tempat bergantung. Ustadzah Wanti dan Nyunyun sangat khawatir dengan kondisi darissahnya itu. Nyunyun dan Ustadzah Wanti tidak henti-hentinya berdzikir dan berdo’a, hingga saat dokter tiba…
Dokter: Permisi, Ibu orang tua dari Yumna?
Ustadzah: Saya gurunya, Dok…
Dokter: Bisa kita bicara sebentar?
Ustadzah: InsyaAllah… (mengikuti dokter)
Di ruang dokter…
Dokter: Jadi begini, Bu… Yumna mengalami penyempitan pembuluh darah pada otaknya. Penyempitan itu dikarenakan terjepitnya pembuluh darah di otak. Pasien akan merasa pusing kalau terlalu banyak berpikir yang berat-berat, atau banyak tekanan. Kita harus segera mengambil tindakan agar tidak terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.
Ustadzah: Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. InsyaAllah segera akan saya sampaikan pada pihak keluarga Yumna. Semoga Allah memberi kemudahan. Amin… terima kasih, Dok atas informasinya.
Di ruang pasien…
Yumna: Nyunyun… Aku di mana?
Nyunyun: Kamu lagi di rumah sakit, Yum… udah, kamu istirahat saja dulu…
Ustadzah: (masuk) Assalamu’alaikum…
Yumna & Nyunyun: Walaikumussalam…
Yumna: Ustadzah, Yumna pulang saja. Takut ibu khawatir…
Ustadzah: Enggak, Yumna. Kamu harus banyak istirahat. Sudah, tidak usah pikirkan tentang Ibumu… Biar Ustadzah saja yang jelaskan pada beliau…
Yumna: Enggak, Ustadzah… Yumna belum izin pergi. Yumna takut kalau Ibu enggak ridho dengan perginya Yumna. Lagi pula, Yumna bisa istirahat di rumah. InsyaAllah, Allah memudahkan.
Narator: Karena Yumna keukeuh dengan pendapatnya. Akhirnya, Ustadzah Wanti menuruti kemauan Yumna. Yumna pulang diantarkan dengan Nyunyun dan Ustadzah Wanti. Setibanya di rumah…
Ustadzah: (mengetuk pintu) Assalamu’alaikum…
Ibu: (panic melihat Yumna) Ya Tuhan , Yumna!!! Ada apa ini?! (lalu menarik Yumna dalam pelukannya) kalian apa kan anakku?!
Ustadzah: Tenang, Bu… Kami baru saja mengantarny periksa di rumah sakit. Dokter bilang…
Ibu: Sudah! Kalian tidak usah ikut campur! Sana pergi! Merasa malaikat kesiangan ya kalian?! Dasar sesat! (membanting pintu)
Yumna: bukan salah mereka, Bu…
Ibu: (menyeret Yumna ke dalam wc) Jadi salah siapa? Salah kamu?! Berarti kamu memang pantas untuk dihukum! Disuruh di rumah saja, malah kelayapan sama orang gila itu! Sudah bosan di rumah kamu?! (merendam kepala Yumna ke dalam ember berkali-kali) dasar anak enggak tahu diuntung!
Narator: Yumna merasa lemah dan tidak mampu lagi melawan siksaan ibunya. Yumna hanya meminta Allah agar menguatkan perjuangannya yang masih tak sebanding dengan saudara-saudarinya di negeri Palestine sana. Dari kisah ini, kita bisa mengambil hikmah. Bahwa masih banyak saudara-saudari kita yang begitu susah untuk menggali ilmu Allah. Lantas? Apakah kita masih membuang waktu kita lebih banyak lagi, untuk berfoya-foya dan mengulur waktu untuk mengemban hukum Allah?
[Noviani Gendaga, santriwati Pesantren Media, jenjang SMA, angkatan ke-2]
selamat berjuang ya mba semoga allah membalas semuanya sebagai mana allah berfirman dalam surah cintanya (muhammad:7) 🙂
anngota hti ya mba ???