Nggak kerasa udah hari Jum’at aja nih. Perasaan baru kemarin ng-post di sini. Eh, tahunya udah giliran Nissa lagi nih nemenin para pembaca setia blog.pesantrenmedia.com. Semoga nggak bosen ya…
Kenapa judulnya TaRian? Jadi, sebenarnya TaRian itu ‘Catatan Harian Nissa’. Isinya ya… seputar kehidupan sehari-hari. Insya Allah dekat dengan kamu-kamu semua.
Ok. Minggu ini Nissa mau curhat nih. Ceilaahh… curhatnya nggak face to face, tapi bisa sama semua orang di dunia (kalo ada orang luar negeri juga visit dan baca tulisan ini.Terutama kamu yang lagi ‘kepo’ bacanya. Hehe…). Isi curhatannya bukan mengenai masalah pribadi ya, bukan juga tentang suka sama Si Doi. Ceritanya itu berawal dari niat yang sudah lama tertunda dengan sekian juta alasan yang membuatnya terabaikan. Begh…bahasanya.
Jadi, begini. Nissa mulai semester awal di kelas 2 SMA ini diberi kepercayaan buat nempatin kamar atas rumah Ustadz Rahmat yang nempel dindingnya satu sama lain dengan bangunan Pesantren Media. Nah, di sana tentu nggak sendiri dong. Ela juga ikut serta ngisi kamar mirip kos-kosan gitu. Kami berdua tinggal di sana ya… hampir 2 bulan setelah pulang libur panjang Idul Fitri tahun ini.
***
Jadwal belajar Hari Kamis untuk santri kelas 2 memang banyak kosong. Cuma ada pelajaran 3X90 menit. Nah, otomatis di waktu kosong itu, nggak boleh disia-siain cuma buat bengong atau sekadar merenungi nasib dong ya. Jadi setelah pelajaran Tahfidz. Nyetor sesuai target selesai, Alhamdulillah Nissa boleh pulang lebih dulu nih. Terus karena panggilan untuk jagain temen muraja’ah. Langkah kaki Nissa terhenti buat pulang.
Jagain temen muraja’ah finish. Time to come back…
Nissa teringat ajakan Ela mau beres-beres dan bersihin drum, penampung air. Spontanlah Nissa teriak ngasih tahu plus konfirrmasi. Ternyata Ela masih ingat dan mau. Ok. Saatnya basah-basahan.
Sebenarnya drum itu drum ajaib. Kenapa? Kalo kita jangkau pake akal seandainya drum itu bisa di angkat ke lantai atas lewat tangga, logisnya pasti di bawa turun pasti bisa juga dong? Tapi drum ini nggak. Sampai-sampai waktu itu Ustadz Rahmat pernah mau nurunin drum untuk nampung air di kamar mandi, karena di rumah itu air sering mati. Mulai jam 6 pagi sampai 12 siang. Berulang kali dicoba, dipaksain, tetap aja nggak mau juga.
Ternyata selidik punya selidik, drum itu memuai. Jadi karena langsung kena terpaan sinar matahari di atas dengan jangka waktu yang lama, Si drum ini mengeras. Biasanya kan drum ini setidaknya ya… bisa dikompres supaya bisa diturunkan lewat tangga yang sangat minimalis itu. Gimana nggak, ukuran lebar tangganya cuma seukuran badan Nissa. Hanya dilebihkan sedikit.
Akhirnya dari pada bersusah payah menurunkannya dan memang sudah tidak bisa. Kami memutuskan untuk tetap menaruhnya di atas. Karena jarang dipakai, bagian mulut drum, beberapa punggung drum, dan pantat drum itu kotor. Warnanya kehitaman. Memang awalnya kami malas membersihkannya. Rasanya ingin dibuang saja. Namun apa daya, Sayang, walhasil kami bersihkan juga.
***
Setelah Nissa sholat Dzuhur, barulah kami memulai permainan kami bersama drum, sikat, sabun, dan air yang meluber hampir masuk ke kamar kami. Karena alibi lemas, Ela rela basah-basahan dan kerja lebih keras menggosok drum dan sudut-sudut lantai yang mulai berkerak. Nissa hanya sesekali membantu menyiram dan bergiliran menggosok kalau Ela mulai capek.
Sambil bergosok-gosok ria, kami bercanda-canda sampai terbahak-bahak. Sebenarnya sih takut mengganggu. Karena waktu itu Ustadz Rahmat lagi istirahat. Alias bobo ciang J. Sesekali kukerjai Ela. Nissa matikan kran air saat Ela mau membilas drum yang sudah susah payah digosok sampai kinclong. Alhamdulillah, berkat kerja kerasmu. Sekarang kita tidak perlu khawatir kehabisan air untuk persediaan kalau mati air. Jazakillah ya ukhti, Ela…
[Zahrotun Nissa, santriwati jenjang SMA angkatan ke-3, Pesatren Media | @zaninoshukyieYS]