Secercah cahaya menyelinap masuk
Lewat celah mata yang baru terbuka
Setelah terlelap dalam alunan mimpi indah
Indah yang menghanyutkan
Anganku melayang menyusuri gang-gang sempit
Mencari adakah seseorang di sana?
Rasanya aku melihat bayangan
Bayangan itu tak hanya satu
Bukan, bukan mereka yang aku cari
Mereka yang bersandar di dinding retak
Penuh coretan dosa yang terlukis
Mengotori dinding iman yang telah dibangun
Namun, mataku terbelalak
Telingaku seakan berdengung
Saat salah seorang datang dan bertanya “Apa agamamu?”
“Islam-lah” jawab mereka dengan nada tinggi
“Siapa Tuhanmu?”
“Allah-lah”
“Siapa Nabimu?”
“Muhammad-lah”
“Apa kitabmu?”
“Al-Qur’an-lah”
Salah seorang itu bertanya lagi
“Sudah sholat subuh belum?”
Mereka tak menjawab
Diam tanpa kata
Mungkin mereka tak tahu
Mungkin bahkan tak mau tahu
Layaknya keledai yang memikul tumpukan kitab
Dia hanya sekadar membawanya
Tak peduli apa yang dibawa
Akan ke mana dia pergi membawanya?
Kemudian aku terbangun dari ranjang
Mengambil air wudlu
Mendirikan sholat dan melantunkan ayat suci
Meramaikan suasana bilik kamar yang sunyi
Di luar sana
Para nyawa masih terlepas dari raganya
Terbuai oleh bisikan maut
Me-nina bobo-kan mereka lebih lama
Sangat lama…
Sangat lama…
Hingga mereka tak sadar
Mereka lenyap dan tenggelam jauh ke dasar lembah
Andai mereka terbangun nanti
Akan ada satu kepastian
Di mana mereka sadar
Bahwa, hidup itu tak selamanya
[Zahrotun Nissa, santriwati kelas 2 jenjang SMA, Pesantren Media]