Liputan Khusus Diskusi Aktual Pesantren Media, Rabu, 12 September 2012
Rabu, tanggal 12 September 2012, Pesantren Media kembali mengadakan diskusi aktual. Diskusi diadakan di lantai dasar gedung Pesantren Media, yang dihadiri oleh seluruh santri, Ustad Oleh Solihin sebagai pembimbing, dan Ustad Ir. Umar Abdullah sebagai pembawa acara. Acara dimulai pada pukul 16.00 WIB, dan sempat diundur beberapa menit dikarenakan beberapa santri yang belum datang.
Kali ini, Pesantren Media kembali mengangkat diskusi tentang terorisme, sebagaimana media-media lain juga sedang hangat-hangatnya membahas topik tersebut. Judul diskusi kali ini adalah; ‘Siapa Diuntungkan Dengan Isu Terorisme?’
Seperti biasa, diskusi diawali dengan sedikit pembukaan dari Ustad Umar, lalu dilanjutkan dengan membuka sesi pertanyaan. Ustad Ir. Umar Abdullah mempersilahkan kami untuk mengajukan pertanyaan dengan mengangkat tangan terlebih dahulu. Ada sembilan santri yang hendak bertanya, dan setelah Ustad Umar mempersilahkan, pertanyaan demi pertanyaan pun terlontar.
Dini, santriwati kelas 1 SMA di Pesantren Media mengajukan pertanyaan: “Apakah benar terorisme yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia itu direkayasa pemerintah untuk mengalihkan isu yang sedang terjadi seperti korupsi dan pemilukada di Jakarta?”
“Apakah ada hubungannya antara kedatangan Hillary Clinton dan maraknya terorisme di Indonesia?” Ini adalah pertanyaan dari Syifa, yang juga sekelas dengan Dini.
“Apakah AS ada di belakang maraknya kasus terorisme di Indonesia?” Kali ini pertanyaan berasal dari Novia, santriwati tahun kedua SMA di Pesantren Media.
Fatimah, santriwati SMP tahun pertama di Pesantren Media mengajukan pertanyaan: “Keuntungan apa yang diperoleh?”
Abdullah yang merupakan santri Home Schooling yang sederajat dengan SD pun tidak mau ketinggalan. Dia mengajukan pertanyaan dengan percaya diri. “Siapa yang untung?”
“Bagaimana Islam memandang aksi-aksi terorisme tersebut?” Kali ini pertanyaan berasal dari Musa, santriwan tahun pertama di Pesantren Media.
“Sebagai umat Islam, apa yang harus kita lakukan untuk menyikapi isu ini?” Anam, santriwan Pesantren Media tahun pertama SMA juga mengajukan pertanyaan.
“Kenapa isu-isu terorisme selalu ditujukan kepada umat muslim?” Pertanyaan ini berasal dari Noviani, santriwati tahun pertama SMA di Pesantren Media.
“Apakah dengan maraknya terror-teror ini masyarakat sudah bisa melihat adanya rekayasa?” Dan pertanyaan terakhir ini berasal dariku.
Sesi mengajukan pertanyaan selesai, kini dilanjutkan dengan sesi menjawab pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan santri akan didiskusikan kemudian dijawab oleh Ustad Umar.
“Kita masuk ke pertanyaan pertama. Apakah isu terorisme ini direkayasa oleh pemerintah untuk mengalihkan isu dari korupsi dan pemilukada? Akhir-akhir ini memang banyak sekali kasus terorisme, juga isu yang sedang ramai adalah pemilukada. Nah, apakah kasus terorisme itu direkayasa untuk mengalihkan isu? Ayo, siapa yang bisa jawab?”
Abdullah segera menjawab pertanyaan tersebut. “Ya! Eh, tidak!”
“Kalau ngomong ya atau tidak harus ada analisanya,” jawab Ustad Umar sambil tersenyum. “Dan analisa itu, harus disertai dengan bukti, atau setidaknya dengan perbandingan. Ada yang bisa jawab?” Kami hanya diam. Sepertinya memang tidak ada yang bisa menjawab. “Ada kan, jawaban pertanyaan ini? Ada yang bisa jawab?”
Melihat kami tidak dapat menjawab, akhirnya Ustad Umar yang menjawabnya. “Jawabannya… Bisa iya, bisa tidak. Hahahaha…” Ustad Umar tertawa renyah, yang mengundang protes Abdullah karena menganggap jawabannya tadi sudah benar. Ustad Umar kembali melanjutkan, “Bisa tidak, jika itu murni terorisme. Namun bisa juga iya, jika kita mengingat kasus 11 September. Ingat kan, kasus 11 September? Menara kembar WTC di New York, ditabrak oleh pesawat. Kalian pernah lihat rekamannya? Nah, di reakaman tersebut, dua buah pesawat secara bergantian menabrak gedung kembar World Trade Center. Ada yang aneh nggak dari rekaman itu?”
Seorang santri menjawab, “Tidak.”
“Ada!” Ustad Umar membetulkan. “Di sebelah WTC, ada gedung lagi. Gedung itu tidak tertabrak pesawat, tetapi gedung tersebut ikut runtuh. Jadi, sebenarnya menara-menara itu tidak runtuh karena pesawat, tapi karena sudah disiapkan bom yang biasa digunakan untuk meruntuhkan gedung oleh para kontraktor. Cara meruntuhkan bangunan di Negara maju, tidak seperti di Indonesia dengan dipukul-pukul, melainkan bangunan itu diledakkan dengan bom khusus untuk meruntuhkan bangunan. Nah, di dalam gedung itu ternyata memang sudah terdapat beberapa bom di titik kekuatannya, sehingga gedung ketiga yang tidak tertabrak pun ikut runtuh. Jika runtuhnya WTC disebabkan oleh pesawat, runtuhnya gedung ketiga merupakan keanehan, bukan? Itu kebohongan terbesar abad 21! Lagi pula, mana ada pesawat asing yang terbang bebas di wilayah Amerika Serikat dibiarkan saja? Sebuah pesawat asing tidak mungkin diijinkan berkeliaran di wilayah suatu negara, apalagi negara tersebut adalah Amerika Serikat, kecuali pesawat itu akan ditembak. Itu pun peringatan untuk pesawat sudah disampaikan beberapa kilometer sebelum pesawat mendekati daerah suatu negara. Jika dari pesawat tidak ada jawaban, maka pesawat tersebut akan dijatuhkan. Tapi dalam kasus ini tidak. Pesawat tersebut dibiarkan sampai jantung kota New York, dan tidak ada yang menembak. Datang lagi pesawat berikutnya, dan tidak ada juga yang menembak, bodoh sekali, ya? Tapi sebenarnya mereka tidak bodoh, karena itu tadi. Ya, seperti lagu ini: ‘Cinta kok direkayasa…’ Hahahaha……..” Ustad Umar tertawa.
“Ternyata yang mencurigakan bukan hanya itu. Di pentagon, tiba-tiba ada kerusakan akibat tabrakan pesawat di situ, padahal pesawatnya tidak ada. Aneh, kan? Jadi pesawat itu sudah segera disingkirkan, tidak tahu kemana. Jadi memang aneh. Pentagon diserang tanpa radarnya dapat mendeteksi terlebih dahulu adanya objek yang mendekat, padahal radarnya Pentagon itu luar biasa. Masa ada pesawat yang hendak menyerang Pentagon tidak ditembak dulu? Berarti ini memang jelas-jelas direkayasa. Tapi mereka ini tetap bodoh, karena rekayasa yang mereka buat terlalu kasar, sehingga siapapun bisa menganalisanya, bahkan oleh seorang Umar Abdullah. Hahaha…” Ustad Umar kemudian menyambung, “Jadi sandiwara mereka itu kurang halus, sehingga dengan mudah dapat diketahui.
“Bagaimana mungkin pemerintah Amerika mengorbankan 3000 rakyatnya? Belum lagi dalam serangan 11 September itu, tidak ada seorang pun karyawan Yahudi yang masuk kerja. Berarti apa? Orang Yahudi sudah tahu, kan? Dan masih banyak keanehan-keanehan yang terjadi dalam serangan ini, dan sudah banyak yang menyadarinya. Kembali lagi ke pertanyaan tadi, mungkin tidak terorisme di Indonesia ini direkayasa? Jawabannya, mungkin. Tapi, kita juga harus punya bukti untuk itu. Dan apakah terorisme ini dibuat untuk mengalihkan isu, jelas isunya teralih karenanya. Apakah itu perbuatan pemerintah, kita harus punya bukti. Tapi apakah itu mungkin, jawabannya iya!” Ustad Umar menyelesaikan penjelasannya.
“Baik, pertanyaan kedua. Apakah ada hubungannya kedatangan Hillary Clinton ke Indonesia dengan isu terorisme? Ada nggak? Ada yang bisa jawab? Tidak ada? Baik, jawabannya… bisa iya dan bisa tidak. Bisa iya, kenapa? Karena selama ini yang membiayai Densus 88 adalah AS dan Australia. Nah, AS sedang mengalami krisis di negaranya, oleh karenanya bantuan untuk Densus 88 akan dikurangi atau bahkan dihentikan. Jadi sekarang yang masih setia mendukung Densus 88 adalah Australia. Oh, ya, ada yang tahu kenapa dinamai Densus 88, kenapa bukan 77 atau 66? Angka 88 adalah jumlah warga Australia yang mati pada saat Bom Bali I. Makanya Densus itu disokong oleh Australia lalu diberi nama Densus 88. Jadi sekarang yang masih setia mendukung Densus 88 adalah Australia. AS sudah tidak punya uang. Nah, kedatangan Hillary ke Indonesia diharapkan dapat memberikan proyek baru di Indonesia. Tapi kedatangan Amerika adalah untuk cari duit di Indonesia, karena mereka sekarang sedang mengalami krisis. Jadi kasian tuh, Indonesia dicuekin. Kasihaaan, deh lo! Hehehe… Tapi apakah ada hubungannya? Ya, mungkin saja. Tapi kan, kita harus punya bukti. Oke, pertanyaan berikutnya.
“Apakah AS ada di belakang marakya kasus terorisme di Indonesia? Ayo, ada yang bisa menjawabnya?”
Yasin, santri SMA tahun pertama di Pesantren Media mengangkat tangan.
“Ya, Yasin, silahkan.”
“Dulu saya pernah dengar berita bahwasannya Amrozi itu dikendalikan oleh Amerika. Jadi mungkin saja Amerika selalu mengendalikan terorisme.” Yasin menuturukan.
“Sumber beritanya dari mana?”
“Ya, dulu sih saya pernah baca di koran. Majalah juga.”
Ustad Umar tampak berfikir sejenak. “Hm, baik. Kembali ke pertanyaan, apakah AS ada di belakang maraknya kasus terorisme di Indonesia? Jawabannya, dulu iya. Mengapa? Karena Indonesia ingin menakut-nakuti Indonesia dengan terorisme. Namun, apakah Amrozi itu agen Amerika, wallahu a’lam, kita tidak tahu. Tapi yang jelas, orang yang melakukan bom itu ingin mati syahid, inginnya seperti itu. Tetapi cara yang mereka tempuh salah!” Ustad Umar melakukan sedikit penekanan pada kata ‘salah’. “Mati syahid tidak dengan cara seperti itu, meskipun mereka ingin mati syahid. Kalau ingin mengebom, bom sekalian kedutaan Amerika! Jelas apa yang dibom, gitu kan? Tapi kalau di depan kedutaan, berarti bukan di kedutaan, ya, hahaha… Yang kena satpam, orang-orang yang lewat! Sekalian aja waktu Hillary datang, sudah ada pasukan berani mati yang akan membunuh Hillary, sehingga jelas apa tujuannya. Tapi kalau jauh Hillary, itu namanya nggak kena! Amerika itu memang pantas untuk dihajar. Tapi Amerika-nya, ya! Kenapa, karena mereka banyak membunuh orang muslim. Namun jika yang menjadi korban bukanlah pejabat-pejabat Amerika, sama aja bo’ong.
“Nah, Amerika akhir-akhir ini ingin memperpanjang kontrak Freeport di Indonesia. Yang punya Freeport meminta pemerintah Amerika untuk datang demi menekan pemerintah Indonesia agar memperpanjang kontrak. Dulu sebelum selesai kontrak sebelumnya selesai, mereka minta kepada Pak Harto untuk diperpanjang. Sekarang juga sama, kontraknya sudah akan habis. Kapan kontrak Freeport berakhir? Kalau tidak salah sekitar tahun 2021. Masih lama, bukan? Mereka sudah minta diperpanjang, dan parahnya lagi, setiap perpanjangan biasanya per 30 tahun. Laaaaaama…”
Mendengar kata ‘lama’ diperpanjang, seluruh santriwati sontak melanjutkan, “…dan paaaaanjang.”
Ustad Umar tertawa. “Ya, itu. Pemerintah melalu DPR membuat undang-undang untuk menghentikan seluruh kontrak karya, termasuk Freeport. Nah, datanglah Hillary untuk ngotak-ngatik, menekan pemerintah Indonesia agar meneruskan kontrak karya Freeport. Kalau yang itu jelas-jelas ada hubungannya. Tapi apakah ada hubungannya dengan terorisme, ini kayaknya agak jauh. Ini agak jauh, karena Amerika ke sini untuk cari duit. Cari emas. Kalaupun terorisme ada hubungannya dengan kedatangan Hillary, hubungannya pasti kecil. Bisa, ya, menganalisanya? Amerika udah nggak punya duit. Beda seperti dulu, waktu Amerika punya duit banyak sebelum terjadi krisis di Amerika. Lalu datanglah si George Walker Bush. Bush itu artinya semak! Bush juga artinya kentut! Siapa yang kentutnya bunyi buuush?”
Seluruh peserta diskusi tertawa seketika.
“Ya, dulu Amerika kaya, belum krisis, tapi presidennya bajingan! Tapi sekarang, Amerika nggak punya duit, coy! Mereka sekarang sedang cari-cari duit, salah satunya ke Indonesia. Indonesia ini dilihat sumber alamnya dan pasar. Jadi ini kalau mau dijawab, untuk saat ini, kecil kemungkinan Amerika berada di balik terorisme.”
“Baik, pertanyaan berikutnya. Keuntungan apa yang diperoleh, dan siapa yang untung? Kenapa isu terorisme selalu dikaitkan dengan ummat Islam? Ya, ummat Islam ini memang dirugikan atas terorisme ini. Bayu yang di Solo itu, dia disuruh mengintai. Setelah di polisi, dia diminta melakukan pernyataan, lalu direkam dan disiarkan oleh sebuah stasiun televisi. Dia mengatakan bahwa, menurut atasannya yang pernah menyuruh dia mengebom dan menentukan target serangan, penembakan polisi itu dalam rangka penegakan khalifah islam. Ngawur nggak? Yang rugi ya orang Islam! Seolah-olah, Islam itu tegak dengan membunuh polisi. Berarti siapa yang untung? Yang untung adalah musuh-musuh Islam! Siapa saja musuh-musuh Islam itu?
“Itu tadi baru satu dari banyak kerugian yang didapatkan oleh ummat Islam. Waktu pengeboman di Beji Depok, kemarin ada orang yang ikut menolong di situ, lalu dia bercerita bahwa korban-korban yang ditolong itu ada yang ngomong: ‘Kok meledak di sini, bukan di Senayan?’ Berarti, mereka awalnya punya target di Senayan, bukan? Ada juga korban lain yang mengatakan, ‘Kok meledak di sini, kan seharusnya di mall?’ ini artinya mereka punya target awal untuk melakukan terror di mall. Tapi kenapa bisa meledak di Beji? Nah, ini mengindiksikan adanya pengkhianatan. Jadi, mereka dibangkitkan semangatnya untuk meledakkan di mall dan Senayan, tapi ternyata mereka yang diledakkan. Mereka hanya jadi korban. Ketika ada dua orang yang hendak melarikan diri dengan mobil, mobilnya malah lari. Mobil ini diduga kuat terkait kasus ledakan.
“Nah, artinya apa? Artinya, akan dibuat image bahwa orang-orang ini punya rencana besar untuk meledakkan bom di mall-mall, meledakkan di Senayan. Kesannya yang dimunculkan seperti itu, kan?
“Dengan adanya kejadian ini, yang dirugikan adalah orang yang tidak suka dengan demokrasi. Lalu apakah keuntungan yang diperoleh? Ada yang bisa menjawab?
Aku mengacungkan tangan.
“Ya, Hawari, silahkan.”
“Keuntungan yang ingin mereka peroleh adalah, mereka dapat menciptakan stigma di masyarakat bahwasannya Islam dan tegaknya khilafah Islamiyah itu bisa dicapai hanya dengan kekerasan.”
“Ya, tapi menurut saya itu lebih menuju kerugian yang diperoleh orang Islam. Orang liberal yang diuntungkan dengan hal ini. Musuh Islam kan ada banyak, dan yang pertama tentu orang liberal. Yang kedua adalah orang yang ingin demokrasi tetap ada di Indonesia. Lalu yang ketiga, kapitalis. Jadi tinggal itu aja, karena kita menuduh harus punya bukti. Yang jelas, mereka, seperti kata Hawari tadi, ingin membuat image Islam dikaitkan dengan kekerasan. Ini kan kerjaan orang liberal yang selalu ingin Islam dikaitkan dengan radikalisme. Berikutnya!”
“Pertanyaan dari Via, kenapa isu terorisme selalu dikaitkan dengan orang Islam? Ada yang bisa menjawab?” Karena tidak ada yang mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan tersebut, Ustad Umar pun meneruskan. “Karena yang bisa menandingi bahkan mengalahkan negara-negara kapitalis itu hanya ummat Islam. Ummat Islam punya sumber daya yang besar. Ummat Islam memiliki jumlah yang besar, dan semua itu adalah potensi yang luar biasa. Dan yang terpenting adalah potensi Al-Qur’an dan As-sunnah. Kalau mereka sudah menggunakan Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka sudah buang yang namanya kapitalisme. Supaya ummat Islam itu tidak kembali ke Al-Qur’an, maka dibuatlah image yang buruk tentang Islam dan ummat Islam, termasuk tegaknya khalifah Islam. Supaya masyarakat jauh dari Islam. Karena saat ini, harapan dunia itu hanya pada Islam. Dunia sudah tidak dapat mengharapkan Amerika, Eropa, ataupun Cina, dan hanya mengharap kepada ummat Islam! Coba, negara-negara yang masih tenang ekonominya negara Islam, kan? Eropa itu, wah, sudah habis-habisan!”
“Lalu, pertanyaan selanjutnya. Bagaimanakah Islam memandang isu terorisme itu? Oke, terorisme dalam Islam itu jelas tidak boleh. Membuat ketakutan di masyarakat itu haram. Orang yang membuat ketakutan di masyarakat dalam Islam dihukum dengan tiga. Kalau dia menakut-nakuti saja, dia diusir. Kalau dia menakut-nakuti dan mengambil harta, maka dia dipotong tangan dan kakinya. Dan kalau dia menakut-nakuti, mengambil harta dan membunuh, dia dipotong tangannya secara bersilangan, kemudian disalib.
“Yang kedua, Islam memandang membunuh polisi, meledakkan gedung-gedung itu bukanlah cara untuk menegakkan syariat Islam. Yang ketiga, kalau itu dikatakan jihad, jelas bukan. Kalau itu dinamakan jihad, seharusnya jelas dan terang-terangan, jelas mana musuh dan lawan, tidak secara gelap-gelapan. Kalau sekarang kan serangannya tidak ketahuan siapa yang menyerang?
“Kemudian, bagaimanakah kita, sebagai ummat Islam menanggapi isu-isu ini? Siapa yang ingin menjawab?”
Aku mengacungkan tangan lagi. “Sebaiknya yang dilakukan adalah terus mendakwahkan Islam dan merubah image di masyarakat tentang Islam.”
“Ya, yang pertama yang perlu dilaksanakan adalah mengubah image, merubah tanggapan masyarakat tentang Islam, bahwasannya Islam tidak seradikal itu. Dan yang kedua, terus mendakwahkan Islam. Kita harus bisa membuat masyarakat menganggap bahwa Islam inilah sesuatu yang dijanjikan, kemudian mengambil Islam. Artinya apa? Kalau masyarakat belum paham tentang Islam, maka kita harus menjelaskan kepada mereka.”
“Oke, pertanyaan terakhir. Apakah dengan maraknya terror-teror ini, masyarakat sudah bisa melihat adanya rekayasa? Jawabannya, sudah! Masyarakat sudah bisa melihat adanya rekayasa. Ingin tahu buktinya? Coba periksa di masyarakat! Jadi lama-lama, bentuk terorisme ini sudah tidak mempan, sehingga jika masih terus dipakai, berarti goblok banget tuh orang yang makai! Baik, sudah jelas?”
Setelah Ustad Umar menyampaikan sedikit kesimpulan, akhirnya tibalah saatnya Ustad Umar menutup diskusi ini. “Baik. Itu saja diskusi kita kali ini. Terima kasih bagi kalian yang sudah mau memberikan pertanyaan-pertanyaan. Billahi taufiq wal hidayah, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh!”
Diskusi berakhir menjelang adzan maghrib. [Laporan oleh: Hawari, santri Pesantren Media, Kelas 1 SMA]
Catatan: tulisan reportase ini sebagai bagian dari tugas menulis di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media