Karena kondisi Ibu Bunga masih belum bisa tenang, suasana di Rumah Sakit menjadi bising. Dokter kewalahan untuk menenangkan Ibu Bunga. Akhirnya Dokter terpaksa untuk menyuntikkan obat bius ke Ibu Bunga. Suasana sudah mulai tenang, Ayah Bunga bisa bernafas lega.
Semua terasa bagai mimpi bagi Bunga dan keluarganya karena mendapat cobaan yang cukup berat dari Allah. “Ya Allah, jika ini memang kehendak-Mu, maka tabahkanlah hatiku.” Do’a yang Bunga lontarkan saat dia bangun dari tidurnya dan sadar akan nasibnya, dan Bunga hanya bisa berserah kepada Allah SWT. Meski Bunga dalam kondisi yang sangat lemah, namun dia tidak lupa untuk menulis diary di buku khusus yang selalu ia bawa ke mana-mana.
“Hari ini adalah hari ke tujuhnya aku di rumah sakit. Betapa bosannya aku di sini. Aku ingin sekali bertemu dengan sahabat-sahabatku, dan aku juga merindukan bangku kelas yang di mana aku belajar ilmu di sana. Aku juga merindukan ocehan pak guru Ining yang selalu memarahiku saat pelajaran jika aku tidur di kelas. Tapi sekarang ? aku merasa di dalam neraka yang akan mengantarkanku pada kematian dan berujung pada kesengsaraan dan penyesalan yang tiada akhir. Entah mengapa aku mempunyai penyakit yang menimpa orang-orang liberal, dan pergaulan bebas, sebenarnya apa salahku? mengapa engkau memberi ujian yang begitu beratnya pada hambamu yang lemah ini. Namun apalah dayaku aku hanya manusia biasa yang penuh noda. Aku hanya bisa berserah pada-Mu. Semoga Engkau memberi yang terbaik untukku, karena hanya kepadamulah sebaik-baiknya penolong. Dan jika aku harus pergi, ijinkanlah aku bertemu denganmu ya Allah…”
“Ya Allah… dan jika engkau memberi kesempatan untukku, maka izinkanlah aku untuk memperbaiki diri dan mengerahkan semua kemampuanku hanya kepadamu. Karena tiada Illah selain engkau ya Allah. maka bantu aku menuju jalan lurus-Mu.”
Setelah Bunga menulis buku hariannya. Bunga menyarankan pada ayahnya untuk segera pulang ke rumah. Karena Bunga ingin cepat-cepat masuk ke bangku sekolah yang selalu menantinya. Namun Ayahnya berfikir jangan dulu sebelum Bunga sembuh, dan menurutnya jika teman-temannya tahu tentang penyakitnya, Bunga akan di kucilkan dan tidak ada yang mau berteman lagi dengannya karena alasan takut tertular oleh penyakitnya itu. Tetapi Bunga tetap bersi keras ingin pulang,dia terus memohon pada Ayahnya supaya bisa pulang. Akhirnya Ayah Bunga menuruti, dan mencoba untuk berbicara pada Dokter.
Tuk..tuk..tuk.. Ayah Bunga mengetuk pintu Ruang Dokter.
“Ya…silahkan masuk.” Jawab Dokter.
“Assalamu’alaikum, dok ?” Ayah Bunga masuk menyapa dokter.
“Wa’alaikumussalam, eh Bapak, ada perlu apa Pak ?” Sambut Dokter pada Ayah Bunga.
“Gini Dok, saya mau minta anak saya untuk dipulangkan saja. Karena dia sudah merasa jenuh mungkin di sini.” Kata Ayah Bunga.
“Tapi Pak, masalahnya penyakit Bunga itu penyakit yang serius.” Jawab dokter merasa keberatan.
“Dok.. tolong, saya tidak tega melihat anak saya.” Ayah Bunga memohon.
“Tapi Pak…” jawab Dokter.
“Dok… Bunga anak saya, dan tanggung jawab saya, jadi tolong Dok..” Ayah Bunga terus memohon.
“Baiklah Pak, Bunga bisa pulang besok, dan kalo ada apa-apa langsung saja bawa ke sini.” Jawab Dokter.
“Iya… terima kasih Dok.” Jawab Ayah Bunga merasa senang.
Ayah Bunga kembali ke Ruang Rawat, lalu memberi tahu Bunga bahwa besok Bunga sudah bisa pulang, ketika Bunga mendengar besok bisa pulang, dia sangat bahagia karena bisa keluar dari tempat yang dia pikir itu adalah penjara yang sangat mengerikan. Lalu Ayah Bunga keluar untuk mencari makan. Tidak lama kemudian Ibu Bunga terbangun dengan wajah bertanya-tanya melihat anaknya terlihat bahagia.
“Ada apa ini ?” Ibunya bertanya pada Bunga.
“Ibu… Ibu sudah sadar ? Ibu, aku sudah bisa pulang besok.” Jawab Bunga dengan gembira.
“Kamu pulang ? dan kata Dokter juga kamu bisa pulang ?” Tanya Ibu dengan senang.
“Iya Bu.” Jawab Bunga.
“Akhirnya, kamu pulang juga Nak.” Kata Ibu ikut bahagia.
“Semoga baik-baik saja Bu, aku di rumah.” Harapan Bunga di Rumah nanti.
“iya Nak, semoga saja.” Jawab Ibu Bunga.
“Bu…apa aku bisa sembuh ?” Pertanyaan Bunga mengejutkan Ibunya.
“Kamu gak boleh bilang seperti itu Nak, kamu pasti sembuh ! yakinlah, karena bukan dokter yang menyembuhkan kamu. Tapi Allah.” Jawab Ibu Bunga dengan tegas supaya Bunga bisa tegar dan sabar.
00Ooo
Esok harinya terlihat Bunga dan Ibunya sedang membereskan barang untuk dibawa pulang, hari itu Bunga nampak sangat bahagia. “Akhirnya aku bisa bebas, bisa main lagi sama teman-temanku.” Gumam Bunga dalah hatinya. Dan terlihat Ayahnya di balik jendela yang sedang menunggu Bunga dan Ibunya untuk pulang.
“Bu…nanti kalo udah tiba di rumah aku ingin ketemu sama teman-temanku ya?” Tanya Bunga pada Ibunya dengan semangat.
“Jangan ! pokoknya Ibu gak setuju kalo kamu harus bertemu dengan teman-temanmu !” Bentak Ibunya untuk melarang.
“Tapi kenapa Bu… kenapa ? akukan udah sembuh ! Bu jahat !” Tanya Bunga pada Ibunya.
“Penyakit AIDS gak mungkin sembuh, kalo teman-temanmu tahu kamu punya penyakit menjijikkan itu, mereka pasti gak mau lagi berteman sama kamu! Gak.. pokoknya kamu pulang gak boleh kemana-kemana!” Jawab Ibunya bentak.
“Ibu tega ya? bilang seperti itu pada anak sendiri? Apa Ibu gak mau melihat anaknya sembuh? Kata Ibu bukan dokter yang menyembuhkan tapi Allah, kenapa Ibu juga yang bilang seperti itu ? Ibu sangat jahat Ibu jahaaaaatt..!!” Jawab Bunga dengan rasa kecewa.
Bunga lari keluar dari rumah sakit.
“Bunga, kamu mau kemana ?” Tanya Ayahnya.
Namun Bunga tidak peduli dengan apa yang ada di sekitarnya. Dia terus berlari. “Aku akan pergi ke mana saja yang aku mau, Allah itu gak adil .. apa salahku ? apa emang aku pantas mati ?” Tanyanya dalam hati dengan tangisnya yang tak kunjung berhenti.
Ibunya berusaha mengejar Bunga. Namun Ayah Bunga mencegatnya untuk menanyakan soal Bunga.
“Bu, ada apa ini ? Bunga kenapa lagi ?” Tanya Ayahnya.
“argh… udahlah Ibu buru-buru, nanti saya jelaskan!” Jawab Ibunya dengan buru-buru lalu pergi untuk mengejar Bunga.
Ayah Bunga kebingungan dan menyusul Ibunya untuk mengejar Bunga.
“Bunga… tunggu kamu mau ke mana ?” Ibunya berusaha menghentikan Bunga.
Bunga mendengar teriakan ibunya dari arah belakang, dia menengok ke belakang, dan terlihat Ibu dan Ayahnya sedang mengejarnya. Tetapi Bunga tidak menghiraukannya dan Bunga tetap berlari dan tidak mau berhenti. Namun tiba-tiba bunga merasa kelelahan dan akhinya Bunga…
Bersambung…
[Tya Intan, santri kelas 1 jenjang SMA, Pesantren Media]