Sebenarnya, rencana ini sudah sejak lama kubuat. Namun karena berbagai kendala, mulai dari kesibukkan di asrama, tugas, ujian, dan yang paling berat adalah menahan rasa malu. Kalian tahu kenapa? Inilah ceritaku.
Hari Jum’at 13 Juni 2014 yang lalu, aku dan Tya memutuskan untuk pergi ke tempat tambal ban. Tanpa membawa kendaraan, langkah kami juga terasa berat. Bukan karena kelelahan, melainkan karena rasa malu. Dengan ditemani tas hitam yang dibawa oleh masing-masing kami, yang di dalamnya terdapat sebuah benda berwarna hitam pula dengan bentuk persegi panjang dengan ujung yang tumpul.
Maksud plus tujuan kami pergi ke sana adalah untuk membersihkan benda kesayangan kami, yaitu LAPTOP. Rencana ini sudah dibuat dari berbulan-bulan lalu, namun karena segudang alasan kami menundanya. Teman-teman yang lain juga sama. Namun, dalam hati aku berkata “Seandainya ini terus saja diundur, bisa jadi akan berdampak buruk bagi Si Hitam (Laptopku). Panas yang semakin tinggi derajatnya bisa menyebabkan kerusakan yang fatal. Dan cara kerjanya juga akan terhambat atau melambat. ” karena itulah aku akhirnya memutuskan untuk pergi bersama Tya.
Sehari sebelumnya, malam Jum’at tepatnya, aku mendengar Tya ngobrol dengan Daffa di kamar asrama PM tentang rencananya besok pagi membawa laptopnya ke tempat tambal ban. Spontan, aku langsung menyautinya “Aku ikut yah…” dan Tya pun mengiyakan.
—
Kami pergi kurang lebih sehabis makan siang, sekitar jam 13.20.
Bingung mencari tambal ban yang dekat, kami memutuskan untuk jalan menyusuri Jalan Raya Laladon. Melewati asrama Ikhwan yang ada di seberang jalan. Dan akhirnya, kami menemukannya di dekat counter pulsa yang bercat dinding kuning, dekat Rumah Media juga.
Dengan agak terpaksa dan rasa takut yang menyelimuti, dengan berat hati kaki kami langkahkan menyeberangi jalan.
Sampai di depan tambal ban. Kami tak melihat seorang pun berada di sana. Kemudian Tya memberanikan diri mengucap salam “Assalamu’alaikum…”. Beberapa detik kemudian penjaganya muncul dari balik lemari kaca yang penuh dengan alat-alat perbengkelan.
Kami kaget. Ternyata di balik lemari itu ada orang.
Bertatapan muka dengan Tya, lalu tertawa geli sejenak. “Bang mau pompa” kata Tya sambil menahan tawanya yang sedari tadi tak berhenti. Dengan sedikit bingung dan heran, Si Abang menjawab “Apa yang mau dipompa?”. Spontan kami tertawa lagi dan “Ini laptop, mau bersihin laptop” kataku sambil menepuk pelan tas yang ku bawa di pundak.
“Oh, tunggu sebentar.” Jawab Si Abang lagi lalu kembali ke tempat persembunyiannya di balik lemari kaca itu. Tadinya dia bertelanjang dada, makanya kami juga sempat merasa takut dan tidak enak. Untung saja, dia tak menghampiri kami sebelum dia memakai bajunya.
Tak lama Si Abang muncul kembali dan… “Mana laptopnya?”
Kami berdua langsung main tunjuk-tunjukkan. Kataku sambil menunjuk Tya “Eh, yang ngajak ke sini siapa?”
Lalu Tya dengan wajah sedikit kesal, menyodorkan laptop di tangannya dan Si Abang pun menyemprotkan angin dari kompresor ke lubang angin di laptopnya.
“Aww…” Tya menjerit kecil.
“Eh.. Eh.. udah taruh aja di sana” Si Abang menunjuk sebuah kursi plastik berwarna merah.
Tya meletakkannya di sana. Dan ternyata…,
“Astaghfirullah…” spontan aku berucap. Debu yang keluar dari lubang-lubang itu sangat banyak. Seperti asap yang mengepul dari knalpot mobil atau motor. Dahsyat sekali.
Tak kalah, laptopku pun sama. Bahkan lebih banyak debunya. Dan alhamdulillahnya, setelah penyemprotan Hari Jum’at itu, laptop kami sudah tidak mudah kepanasan lagi.
Terima kasih banyak Ustadz Andi yang telah menyarankan kami untuk pergi ke tambal ban. Berkat saran darinya yang sudah lama kami abaikan, ternyata khasiatnya memang terbukti ampuh.