Loading

Hallo Para Sanory di mana pun kalian berada. Jumpa di Sankhwat’s Story! Waw, sekarang pembaca dan pecinta Sankhwat’s Story punya julukan. Para Sanory. Yeah! That’s right! Well, Sankhwat’s Story kali ini akan berbagi kisah tentang pengalaman santri akhwat Pesantren Media ketika memburu Si Hitam. Wuihh, siapa sih Si Hitam itu? Nama orang atau apa ya? Hmm, penasaran? Let’s check it out!

Jum’at, 3 Oktober 2014

Kicauan merdu burung pipit yang bertengger di dahan pohon. Tanaman bunga warna-warni yang merambat di pagar rumah tetangga mengeluarkan aroma khasnya. Langit biru dengan gumpalan awan putih bersih. Sungguh, suasana pagi yang indah. Rumah berlantai dua dengan cat dinding warna hijau dan oren berdiri dengan megahnya. Meskipun di beberapa sudut terdapat lumut dan tanaman yang tandus. Tak lama, terdengar suara beberapa anak manusia. Suara penghuni rumah itu. Sesekali terdengar jeritan dan tawa. Apakah yang dilakukan oleh penghuni rumah itu? Lumut yang mengotori sudut-sudut dinding, tanaman kering yang tak kunjung dihujani air juga suara-suara dari dalam rumah itu. Siapa yang menyangka bahwa hari inilah waktunya. Waktu untuk memburu Si Hitam. And the hunt is begin.

Olala, kok jadi kayak cerita di novel gitu ya? Hmm, sebenarnya rumah warna hijau dan oren itu adalah Asrama BM. So pasti yang menjadi penghuninya itu santri akhwat. Hari Jum’at adalah hari libur bagi kami. Pada ngapain ya? Aduh, suara jeritan dan tawa tadi gimana? Woy, siapa yang jerit pagi-pagi gini?

Wah, mungkin itu suara jerit dan tawa santri akhwat yang lagi perang bantal. Atau tawa karena mendengar cerita lucu. Biasanya kalau lagi ngumpul bareng, kami story-story. Mau cerita lucu, horor sampe yang ngebosenin. Haha. But, kayaknya pagi ini Asrama BM lumayan hening. Agak sepi. Pada kemana ya? Ternyata penghuni Asrama BM lagi asik di kamarnya. Ada yang nonton, tiduran, ngemil dan lainnya. Tapi yang nggak pernah terlewat itu ya nonton film. Why? Selain hari Jum’at dan Sabtu malam (karena ada nobar film ‘Umar bin Khathtab ra) kami nggak boleh nonton. Makanya, hari Jum’at itu adalah kesempatan untuk nonton film. Selain nonton, kadang pergi keluar. Tapi kadang merasa bosen juga.

Perasaan itulah yang (sepertinya) dirasakan oleh 6 santri akhwat. They are Maila, Via, Hanifa, Daffa end Riska. Oh, me too! Maila, Hanifa dan Via lagi ngumpul di kamar penulis. Via asik main Ipad, Maila dan Hanifa nonton film sementara penulis sibuk ngeluarin belanjaan. Menit demi menit berlalu. Penulis merasa bosen. Eits, kami ingat sesuatu. Hari ini adalah hari terakhir diselenggarakannya IBF (Islamic Book Fair) di area Masjid Raya Bogor. Waw, kami pengen ke sana! Sebelumnya Via berencana mau ke sana bareng temannya. Penulis mau lihat buku-buku. Sedangkan Maila mau beli sesuatu. Ok, kami bertiga setuju akan meluncur ke IBF. But, kami mau nonton film Lemonade Mouth bareng Hanifa dulu.

***

Sekitar jam 2 siang kami meluncur ke IBF. Wait, tadinya yang mau ke sana cuma penulis, Maila dan Via. Ternyata Hanifa dan Daffa juga ikut. Oh, Riska yang lagi puasa juga mau ikut. Sebenarnya penulis dan yang lain khawatir Riska akan membatalkan puasanya karena kelahanan. Tapi Riska meyakinkan bahwa hal itu tak akan terjadi. Ok, fine! So, ada 6 santri akhwat yang meninggalkan Asrama BM tercinta. Let’s go…

Udara siang ini lumayan panas. Kami naik angkot 03 ke sana. Rasanya udah lama kami nggak jalan bareng. Apalagi dengan Hanifa, Daffa dan Riska. Ya, mereka adalah adik kelas penulis. Melewati jalan tol. Wuih, serasa jalan milik sendiri. Nggak macet, nggak ada kecelakaan. Alhamdulillah kami selamat keluar dari jalan tol. Beberapa menit lagi sampai di tempat tujuan.

Mesjid Raya Bogor berdiri dengan megahnya. Di area trotoar dekat pintu masuk berjejer para pedagang kaki lima yang menjajakkan dagangannya. Ada bakso, mie ayam, berbagai es dan lainnya. Suasana di area itu cukup ramai. Kami turun dari angkot kemudian melangkahkan kaki menyebrangi jalan raya yang lumayan ramai. Oops, kami salah masuk. Ternyata pintu masuk ke IBF ada di sebelah kiri. Beberapa meter dari pintu masuk Mesjid Raya Bogor.

Selama perjalanan, penulis dan Maila membicarakan tentang Si Hitam. Para Sanory pasti penasaran kan siapa/apa itu Si Hitam? Hmm, yang jelas Si Hitam pasti ada di tempat ini. Ya, dia ada di IBF. Pasti ada. Penulis dan Maila akan mencarinya. Ini adalah kesempatan kami untuk menemukannya. Kami akan memburumu! Si Hitam! And the hunt is begin…

***

Untuk mencari Si Hitam, penulis dan Maila harus berpisah dengan Via, Daffa, Hanifa dan Riska. Kami menyusuri stand demi stand yang ada di IBF. Baik stand baju, obat-obatan atau pun buku. Huuft, mana ya Si Hitam? Udah berapa kali bolak-balik keliling stand tapi kami belum menemukannya. But, we will found you!

By the way, Para Sanory masih bingung ya? Well, sebenarnya penulis dan Maila sedang mencari Jilbab warna hitam. Ya, Si Hitam itu adalah jilbab hitam. Tujuan Maila ke IBF karena pengen beli jilbab hitam. Penulis membantunya untuk menemukan jilbab hitam yang pas dan cocok untuknya. So, Si Hitam itu bukan orang. Dia adalah benda. Hehe.

Penulis dan Maila menyusuri stand–stand jilbab. Ternyata Si Hitam hanya ada di beberapa stand. Kami kesulitan untuk mendapatkannya. Why? Karena bahannya yang bikin gerah, ukurannya yang kekecilan/kebesaran dan yang paling penting harganya. Rata-rata harga jilbab di sana Rp 200.000 ke atas. Sementara Maila membawa uang Rp 150.000. Suatu tantangan bagi kami untuk mendapatkan jilbab dengan harga yang sesuai isi dompet Maila. Semoga kami menemukannya.

Lagi-lagi nggak cocok. Huuft… kami bolak-balik. Kesabaran sedang diuji. Penulis dan Maila memutuskan untuk istirahat sejenak. Ternyata Via, Daffa, Hanifa dan Riska sedang istirahat juga. Mereka duduk di kursi di area tempat bedah buku. Untung nggak ada acara bedah buku. Waktunya istirahat… yeay! Via sudah mendapat jilbab yang ia inginkan. Sebuah jilbab abu-abu dengan motif bunga-bunga kecil. Sangat cantik. Penulis dan Maila berbagi cerita tentang Si Hitam yang belum kami dapatkan. ><

Via menyarankan agar kami pergi ke stand jilbab yang kedua. Di sana Via melihat ada Si Hitam. Katanya sih harganya di bawah Rp 200.000. Perasaan, semua stand jilbab sudah Penulis datangi. Tapi nggak ada yang harganya segitu. Paling Rp 170.000 itu juga Maila kurang suka karena bahannya jersey. Gerah katanya. Tapi dipikir-pikir kayaknya ada stand jilbab yang kami lewati deh. Ya,kami melewatinya tanpa bertanya berapa harga jilbab hitam di sana. Padahal di stand itu ada Si Hitam. Kami juga tahu. Tapi nggak bertanya. Owalah…

Ok, hari makin sore. Penulis dan Maila melanjutkan perburuan. Eh, ternyata yang lain ikut juga. Well, kami siap untuk memburu Si Hitam. We will found you!

***

Now, kami ada di stand jilbab kedua. Di sini memang ada Si Hitam. Bahkan lengkap dengan cadar dan kerudungnya. Serba hitam deh. Eits, ternyata benar. Harganya Rp 160.000! Waw, di bawah Rp 200.000! Tapi apa cocok dengan Maila ya?

Jilbab hitamnya cantik. Tidak tipis, bahannya nggak bikin gerah, kerudungnya panjang banget lagi. Harganya terjangkau. Hehey, Maila lagi sibuk mencocokkan jilbab dengan tubuhnya. Ukurannya lumayan lah. Tapi Maila pengen yang lebih panjang. Sayangnya, nggak ada. Ukurannya tinggal segitu. Maila mencoba dua jilbab dengan ukuran berbeda. Lumayan lama sih. Kami tawar-menawar dengan penjualnya. Berharap harganya bisa kurang. But, we can’t! Harganya nggak bisa ditawar. Jilbab, kerudung dan cadarnya sudah satu paket. Tak bisa dipisahkan. Penjualnya bilang, sebenarnya harganya bisa kurang kalau kerudungnya lebih pendek. Tapi yang ini kerudungnya panjang banget. Nggak ada lagi yang pendek. Katanya, harga segitu sudah terbilang murah.

Itu artinya Maila butuh Rp 10.000 lagi. Alhamdulillah dapat uang pinjaman. So, Maila sudah mendapatkan Si Hitam. Si Hitam lengkap dengan teman-temannya (cadar dan kerudung). Akhirnya misi selesai. Kami berhasil memburu Si Hitam! Yeayy! Alhamdulillah…

[Siti Muhaira, santriwati kelas 3 jenjang SMA, Pesantren Media]

By Siti Muhaira

Santriwati Pesantren Media, angkatan kedua jenjang SMA. Blog : http://santrilucu.wordpress.com/ Twitter : @az_muhaira email : iraazzahra28@ymail.com Facebook : Muhaira az-Zahra. Lahir di Bogor pada bulan Muharram.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *