Loading

#5

Saat perjalanan pulang ke PM kami terjebak macet. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 7 tapi kami belum sampai di PM. Padahal rencananya Nissa akan berangkat ke stasiun Bogor dianter padhe-nya, Om Dedy dengan menggunakan mobil panter yang masih kami naiki. Akhirnya mereka mengontak kami via SMS dan telepon. Setelah terbebas dari kemacetan, segera Kak Farid tancap gas karena Nissa dan Om Dedy sudah menunggu. Alhamdulillah kami sampai di PM dengan selamat. Jadwal keberangkatan Nissa menuju stasiun terpaksa digeser.

Ketika sampai di PM, Nissa memang sedang menunggu. Kak Farid pergi ke Rumah Media untuk menyerahkan mobil kepada Om Dedy. Penulis, Ica, Ela dan Fathimah istirahat sejenak di teras depan PM. Tak lama kemudian Om Dedy datang lengkap dengan mobil panter. Saatnya bagi Nissa untuk naik ke dalam mobil. Eits, Nissa mengajak kami untuk ikut mengantar. Asiik, jalan-jalan lagi. Hehe. Dengan senang hati kami menerima ajakan Nissa. Lagian kasihan juga jika tidak ada santri yang mengantar. Namun kali ini Fathimah tidak ikut. So, hanya penulis, Ela dan Ica yang ikut mengantar. Setelah naik ke dalam mobil kami pun berangkat. Let’s go!

Huuft…lagi-lagi macet. Padahal kami baru sampai di jl. Sindangbarang dekat Sekolahan Al-Azhar. Macetnya panjang banget. Sementara udaranya panas ditambah asap dan polusi kendaraan. Huaahhh… rasanya ingin mandi atau bermain air sepuasnya! Tapi itu tidak mungkin. Kami masih tetap pada posisi semula. TERJEBAK MACET.  Berada di dalam mobil dengan waktu lumayan lama membuat penulis, Ela dan Ica mengantuk. Bayangkan saja, dari habis Shubuh sampai sekarang (kurang lebih jam 8) kami pergi mengantar santri yang akan pulang (walaupun ada waktu istirahatnya). Sekedar tiduran di kasur asrama saja tidak bisa. Ela sudah lebih dulu tidur di dalam mobil. Disusul penulis dan Ica. Akhirnya, kami bertiga tidur (kadang mengubah posisi apalagi di saat Om Dedy menginjak rem). Selamat tidur semua… zzZZ

Entah berapa lama kami tertidur di mobil. Yang jelas, penulis kembali sadar saat mobil kembali terjebak macet di jalan dekat pasar. Untuk kali ini, penulis memilih untuk menyudahi tidur (malu juga sama Nissa dan Om Dedy yang masih serius melihat ke arah depan jalan). Udara semakin panas. Penulis mengipas-ngipas jaket ke arah wajah. Tak lama lagi sampai di Stasiun Bogor. Hmm… itu artinya kami akan bertemu dengan orang-orang sibuk seperti tadi pagi. >< Dan benar, Stasiun Bogor semakin ramai saja. Area parkir lebih penuh dibandingkan tadi pagi. Oh No! ternyata pintu masuk ke stasiun ditutup. Penjaga pun menyilangkan kedua tangannya pertanda mobil dilarang masuk. So, kami harus memarkirkan mobil di mana?

Kami kebingungan. Penulis kira, Om Dedy lebih bingung lagi. Akhirnya, beliau melanjutkan laju mobil. Kalian tahu? Untuk mencari tempat parkir, kami sampai masuk ke Pasar Anyar. Melaju terus dan terus. Menyusuri setiap jalan. Melihat ke kanan-kiri jalan berharap ada tempat untuk memarkirkan mobil kami. Kesabaran pun diuji. Dan, alhamdulillah Om Dedy berhasil menemukan tempat yang kami cari. Sekarang kami berada di area pertokoan (kalau tidak salah). Di kanan dan kiri terdapat mobil. Akhirnya kami bisa keluar juga. Lega…

Om Dedy mendorong koper milik Nissa dan melangkahkan kakinya menuju stasiun. Nissa mengikuti di belakangnya. Penulis, Ica dan Ela menyusul. Om Dedy dan Nissa berjalan dengan cepat. Sangat cepat. Hampir-hampir, penulis, Ela dan Ica ketinggalan. Penulis dan Ica sih santai-santai saja sambil lihat-lihat barang dagangan yang ada di Pasar Anyar. Hehe. Tenang, kami tidak ketinggalan kok. Wait! Om Dedy mempercepat lagi langkahnya. Kami datang!

Huuft… kami berjalan sangat jauh. Mencari tempat parkir dengan mengendarai mobil saja sudah jauh apalagi sekarang dengan berjalan kaki. Kami hampir keluar dari Pasar Anyar. Oya, kami melewati pembatas area stasiun (kalau tidak salah pembatas itu terbuat dari bahan seng berukuran besar). Di pembatas itu terdapat tulisan berisi protes warga -yang sepertinya ditulis dengan cat merah dengan font size besar- kalau tidak salah tulisannya seperti ini:

JANGAN TUTUP AREA INI !

Tulisan sebenarnya sih lebih panjang. Penulis lupa tulisan yang lain. Yang jelas, warga protes dengan ditutupnya area tersebut. Entahlah…

Ok, sekarang kami hampir sampai di beranda stasiun. Lagi-lagi harus berdesakan dengan orang-orang sibuk. Oh! Om Dedy saja harus mengangkat koper lebih atas. Nissa yang berada di depan penulis tak sengaja menabrak seorang security stasiun yang berbadan tinggi dan gemuk. Pak security itu kaget. Tapi Nissa tidak memperdulikannya (mungkin tidak sadar jika sudah menabrak). Dia fokus berjalan menyusul Om Dedy. Sepertinya Pak security menjadi kesal dengan sikap Nissa. Terlihat jelas di raut mukanya. Dalam situasi seperti ini, jelas aksi saling tabrak-menabrak akan terjadi (walaupun tidak disengaja). Setelah kami meninggalkan Pak security itu, penulis memberitahu Nissa bahwa dia sudah menabrak. Nissa sedikit kaget tapi dia menyadari bahwa Pak security tadi memang terlihat kesal. Kami melanjutkan perjalanan menuju loket.

Sekarang Om Dedy sedang membeli tiket. Kami menunggu di tempat yang tidak terlalu jauh dari loket. Sempat berbincang sejenak dengan Nissa. Beberapa menit kemudian Om Dedy selesai membeli tiket. Beliau menyerahkan satu tiket untuk Nissa. Dan… eh, ternyata tim pengantar juga diberikan tiket. Penulis, Ica dan Ela.

“Jadi kami ikut ke Gambir?”

“Iya. Sekalian jalan-jalan.” Begitu kata Om Dedy.

Kami kaget bukan main. Kami kira mengantar Nissa sampai di stasiun Bogor saja. Kami kira perpisahan dengan Nissa akan berakhir di sini. Ternyata diajak juga ke Stasiun Gambir. Jazakallahu khair, Om Dedy. Kami akan jalan-jalan naik kereta! Yeahh! Jalan-jalan ke Jakarta! Asiik…!

Jakarta, kami datang…!!!

[Siti Muhaira, santriwati kelas 3 jenjang SMA, Pesantren Media]

By Siti Muhaira

Santriwati Pesantren Media, angkatan kedua jenjang SMA. Blog : http://santrilucu.wordpress.com/ Twitter : @az_muhaira email : iraazzahra28@ymail.com Facebook : Muhaira az-Zahra. Lahir di Bogor pada bulan Muharram.

One thought on “Sankhwat’s Story: Kembali ke Stasiun Bogor”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *