Loading

Assalamu’alaykum wr.wb. Jumpa di Sankhwat’s Story alias kepanjangan dari Santri Akhwat Story (Kisah Santri Akhwat) chapter Ramadhan 1435 H. Di Sankhwat Story kamu akan mengetahui dan ‘menyelami’ bagaimana dunia bawah laut. Lho? Maksudnya bagaimana kisah santri-santri akhwat Pesantren Media. Bagaimana aktifitas mereka saat di bulan Ramadhan? Penasaran? Let’s check it out!

#1

Ahad, 13 Juli 2014

Tahun ini DKM masjid Nurul Iman kembali mengadakan acara buka bersama. Walaupun hari ini adalah hari ke-15 kita berpuasa, tapi anak-anak masih semangat datang ke mesjid. Terutama hari Sabtu dan Ahad. Pada hari Ahad ada pembagian santunan untuk anak yatim. Masjid dipenuhi oleh anak-anak dari berbagai usia. Ada yang balita, anak TK/Paud, anak SD dan SMP. Mungkin salah satu motivasi mereka datang pada kedua hari itu adalah karena ta’jilnya lebih istimewa. Biasanya ta’jil berupa pastel, kue sus, teh gelas, lontong atau donat. Pada hari Sabtu dan Ahad ta’jilnya adalah fried chicken, ayam bakar Mas Mono atau nasi timbel (Yummy! Jadi ngiler nih.) Oya, acara dihadiri oleh anak-anak sekitar Komplek Laladon Permai (karena memang yang diundang adalah anak-anak). Tidak ketinggalan santri-santri Pesantren Media (yang belum pulang kampung) ditunjuk sebagai pengisi acara dan seksi konsumsi yang bertugas membagikan ta’jil. Hari ini ada Via, Ela, Maila, Ica, Cylpa dan pastinya ada penulis dong. Haha.

Beberapa menit sebelum adzan berkumandang, ta’jil pun dibagikan. Hari ini ta’jilnya adalah nasi kotak isi sosis bakar jumbo, sayur wortel dan buncis, kue sus dll. Wuih… anak-anak yang tadinya serius menyimak apa yang disampaikan oleh pengisi acara menjadi ribut. Biasalah… anak-anak jika waktu dibagikan ta’jil memang ribut. Jadi tidak konsentrasi lagi. Apalagi Pak Oyok, salah satu muadzin di mesjid suka membagikan ta’jil duluan. Padahal belum waktunya. Kadang, penulis kasihan dengan pengisi acara. Bagaimana tidak, jika anak-anak ribut, pengisi acara menjadi tidak konsentrasi menyampaikan materi. Kadang, sampai teriak-teriak untuk menertibkan anak-anak. Sampai air keringat keluar dan turun membasahi rambut atau kerudung. Huuft… Akhirnya, materi yang sudah disiapkan tidak sepenuhnya disampaikan. Untuk mengantisipasi hal ini, biasanya pengisi acara menutup kajiannya.

Adzan pun berkumandang. Tiba waktunya untuk berbuka puasa. Alhamdulillah. Santri-santri Pesantren Media duduk lesehan di teras depan mesjid bersama beberapa ibu. Sedangkan di sebelah ibu-ibu ada beberapa anak ikhwan. Ustadz Rahmatullah pun tak ketinggalan bersama dua malaikat kecilnya. Syaffa dan Hamna. Anak-anak yang lain menikmati santapan berpuka puasa di dalam mesjid. Walaupun kadang, setelah dibagikan ta’jil beberapa anak malah pulang. Kejadian ini membuat ibu-ibu marah. Akhirnya mereka disuruh tetap berada di mesjid untuk melaksanakan sholat Maghrib berjama’ah.

“Pokoknya besok yang tidak puasa, tidak boleh ke mesjid.” Kata salah satu ibu.

Wajar saja, mungkin ibu itu kesal. Secara, anak-anak yang datang ke mesjid tidak semuanya berpuasa. Datang ke mesjid ribut dan hanya untuk mendapat ta’jil. Ditambah tidak sholat Maghrib di sana. Jelas ibu itu marah. Mereka kembali ke mesjid dengan raut wajah yang berbeda-beda. Entah malu, takut atau biasa-biasa saja.

Setelah menikmati ta’jil tiba saatnya untuk sholat Maghrib. Tempat berwudhu biasanya akan dipenuhi anak-anak. Kami harus mengantri. Beberapa santri akhwat PM sudah berwudhu sebelum adzan. Sayangnya, ketika sholat anak-anak akhwat terutama yang sudah baligh tidak memakai mukena atau jilbab panjang. Sehingga auratnya tidak tertutup. Entah karena mereka tidak membawa mukena atau sengaja tidak membawanya. Padahal dalam satu materi sudah dijelaskan mengenai hal itu. Tepatnya dijelaskan oleh Teh Yuni, yang ditunjuk sebagai pengisi acara juga merupakan staf administrasi di Pesantren Media. Teh Yuni dibantu Maila, menjelaskan tentang menutup aurat yang benar ketika sholat. Uniknya, mereka menggunakan gambar untuk memberi gambaran. Anak-anak antusias karena gambarnya lucu dan bagus. Tapi tetap saja sholatnya tidak memakai mukena. Entah karena mereka lupa atau tidak memperhatikan ketika materi itu disampaikan.

Usai sholat, anak-anak langsung berhambur ke luar mesjid. Malah penulis perhatikan (saat penulis sedang haid jadi bisa memperhatikan anak-anak di teras mesjid) baru salam yang pertama tapi anak-anak sudah keluar. Bahkan lewat sembarangan di depan kakak-kakak yang masih sholat. Keluar mesjid sambil lari, masing-masing sibuk mencari sandal/sepatu miliknya, dorong sana-sini bahkan sampai ada anak yang ta’jilnya terjatuh. Haduuh… anak-anak. ><

Oya, hari ini ta’jil masih tersisa banyak. Para santri Pesantren Media mendapat dua porsi ta’jil. Juga satu kardus berisi minuman. Kata ibu-ibu untuk sahur nanti. Alhamdulillah. Lumayan berat juga bawanya. Via, Ica dan Cylpa pulang ke asrama ‘TI’ yang satu arah dengan mesjid. Sedangkan penulis, Ela dan Maila balik ke asrama di Pesantren. Pesantren kami memang unik. Asramanya berbeda lokasi alias tidak berdekatan. Tiga asrama akhwat yang berada dalam satu komplek dan satu asrama ikhwan yang letaknya lumayan jauh. Harus keluar komplek dan menyebrangi jalan raya. Jadi ingat cita-cita Ustadz Umar Abdullah (alm), pendiri Pesantren, yaitu ingin agar asrama Pesantren tersebar di komplek Lalaldon Permai. Di kanan, kiri, depan dan belakang. Semoga cita-cita mulia beliau terkabul. Amiin.

Ok, sesampainya di asrama PM, penulis dan Ela langsung menyerahkan ta’jil dan minuman kepada Ummi Lathifah. Melihat kami membawa banyak makanan, Ummi kaget. Setelah mengetahui alasan kenapa kami membawa sebanyak itu Ummi pun bersyukur. Oya, saat menyerahkan makanan, penulis melihat Maryam (anak Ummi) yang sedang asyik makan kue di atas tempat tidur. Saking asyik dan seriusnya, penulis jadi dikacangin. Huuft… padahal biasanya dia ngoceh dengan bahasa yang kadang tidak dimengerti. Tapi ok no problem, Maryam sudah bisa menyebut nama penulis walaupun kurang tepat.

“Iya…” Begitulah Maryam jika memanggil nama penulis. Maklum anak kecil belum bisa melafalkan huruf R. R menjadi Y. Hmm…

Penulis, Ela, Maila dan Teh Yuni menikmati ta’jil di teras depan Pesantren. Oya, ada Fathimah juga. Rasanya lelah jika ke kamar karena harus naik tangga. Malam ini kami makan lumayan banyak. Apalagi sosis bakar yang ukurannya sangat jumbo ditambah saus. Membuat kami harus sabar menguyahnya. Juga dengan porsi nasi dan sayur wortel dan buncis. But, ok it’s delicious! Saat-saat makan, kami ditemani Maryam dengan tingkah lucunya. Bolak-balik sambil memegang kue, suka berdiri dekat galon dan pasti dengan bahasa yang diucapkannya. Kadang, penulis menyuapi sosis ke mulutnya. Lumayan bisa membantu untuk menghabiskan sosis. Hehe.

Teh Yuni, Ela dan Fathimah sudah selesai menghabiskan makanannya. Tinggalah penulis dan Maila. Semangat! Tinggal beberapa suap lagi. Ternyata Maila sudah selesai. Akhirnya penulis berada di urutan terakhir dalam menghabiskan makanan. (ya iyalah, Teh Yuni, Maila, Ela dan Fathimah kan tidak memakan sayurnya) Alhamdulillah selesai juga. Huhh penuh perjuangan sodara-sodara! Kami pun beristirahat sejenak.

Ok, kisah kami tak berhenti sampai di situ. Apa? Jadi masih ada? Yup! Mau tahu bagaimana kelanjutan kisahnya? Tunggu kisah kami berikutnya! Tetap setia di Sankhwat’s Story dan blog Pesantren Media. Mencetak Dai di bidang Media. (lho? Kok jadi kayak before breaking-nya Voice of Islam, ya?) Ck..ck..

Wassalamu’alaykum wr.wb

[Siti Muhaira, santriwati kelas 3 jenjang SMA, Pesantren Media]

By Siti Muhaira

Santriwati Pesantren Media, angkatan kedua jenjang SMA. Blog : http://santrilucu.wordpress.com/ Twitter : @az_muhaira email : iraazzahra28@ymail.com Facebook : Muhaira az-Zahra. Lahir di Bogor pada bulan Muharram.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *