Loading

#7

Wah, ini pertama kalinya penulis menginjakkan kaki di Stasiun Gambir. Untuk sampai ke beranda stasiun, kami melewati anak tangga yang jumlahnya entah berapa. Terus berjalan melewati beberapa belokan dan tempat makan. Aduh, ternyata walaupun di bulan Ramadhan tempat makan masih saja buka. Ada café, toko roti, rumah makan, lengkap dengan ATM Center. Penulis berusaha menutup hidung dengan kerudung. Berusaha menghindari aroma yang menyeruak ketika kami melewati tempat itu. Bagaimana tidak, sekilas aroma makanan memang benar-benar tercium. Ini menjadi tantangan bagi kami yang sedang berpuasa (kecuali Ela). Alhamdulillah, akhirnya kami sudah menjauh dari tempat itu.

Sampailah di beranda stasiun. Om Dedy pergi ke loket pembelian karcis. Penulis, Ela, Ica dan Nissa duduk di kursi sambil menunggu beliau. Dilihat-lihat, beranda Stasiun Gambir bagus juga. Lebih berwarna. Yap, tembok dan beberapa benda yang ada di tempat ini berwarna hijau muda segar. Meskipun beberapa café masih saja terlihat jelas. Jaraknya memang tidak jauh dari tempat kami duduk. Orang-orang yang ada di sini juga tidak banyak. Sambil menunggu, kami sempat berfoto untuk dijadikan kenangan.

Dan, chesee…!! Senyum 999…! (Tarik senyum ke kiri 9 cm, ke kanan 9 cm dan tahan selama 9 detik) Ok, foto berhasil ditangkap kamera HP milik Nissa.

Masih menunggu Om Dedy. Ada satu yang ganjal dan membuat penulis terheran-heran. Dari tadi penulis perhatikan, kok nggak ada keretanya? Rel keretanya juga nggak ada. Sebenarnya, di mana keretanya?

Ternyata eh ternyata, Nissa bilang keretanya ada di atas. Di atas kami? Wahh, penulis terkagum-kagum. Ya iyalah, selama ini penulis cuma lihat kereta macam itu di layar teve. Maklum, penulis jarang sekali melakukan perjalanan dengan naik kereta. Lahir di Bogor, rumah di Bogor, semua keluarga di Bogor, sekolah di Bogor. Pantas saja! Padahal penulis pengen banget jalan-jalan lagi ke luar Bogor. Terakhir kapan, ya. Mmm… penulis lupa. Pengen ke Bandung lagi! Amiin deh..

Oya, di beranda stasiun penulis sempat lihat ada orang acha-acha loh. Eh, maksudnya orang India! Sebenarnya, penulis tidak tahu apakah benar mereka dari India atau bukan. Penulis hanya melihat dari ciri-cirinya saja. Habisnya, mirip banget sama orang India. Itu loh, postur tubuhnya tinggi, alis mata tebal, mata bulat, hidungnya bangir, apalagi jenggot bapak-bapaknya tebal dan panjang. Sebenarnya tidak semua orang India seperti ini. Malah, orang Arab juga memiliki ciri-ciri seperti itu. Ya, Islam memang telah tersebar dan pernah menguasai India. Makanya, orang India agak mirip dengan orang Arab. Walaupun ada bedanya sedikit.

Penduduk asli India malah berbeda jauh dengan bintang-bintang Bollywood yang berpostur tubuh tinggi, kulitnya mulus, cantik en cakep dan hidungnya bangir. Kayak, Kareena Kapoor, Rani Mukherji, Hrithik Roshan, Kajol, Shah Rukh Khan, Aamir Khan dll (yang penggemar film India mah pasti tahu deh. Hayo! hehe) Dari mana penulis tahu? Ada deh!

Ok, sekilas info aja nih, India pernah dijajah oleh Jerman. Makanya kebanyakan bintang-bintang Bollywood itu berdarah India-Jerman. Tapi tidak semuanya juga. Yang paling meyakinkan penulis bahwa yang di stasiun itu orang India adalah dari pakaian dan benda yang dipakai di atas kepala bapak-bapaknya. Kayak ini nih…

capture-20140810-100220

Nah, yang dilingkari warna merah itu yang juga dipakai bapak-bapak di stasiun. Bedanya, bapak itu memakai warna hijau tua. Penulis tidak tahu apa namanya. Pokoknya, itu deh! Melihat hal itu membuat penulis, Ica, Ela dan Nissa ketawa-ketiwi. Hahaha… Hihihi… Astaghfirullah, kok jadi ngetawain orang gini sih. ><

Well, tak lama kemudian Om Dedy datang menghampiri kami. Beliau menyerahkan karcis kepada Nissa. Yang lain pun melihatnya. Jadwal keberangkatan Nissa jam setengah sebelas (kalau tidak salah). Sedangkan sekarang masih jam 10. Otomatis kami harus menunggu lagi. Sabar… innallaaha ma’a shabiriin! Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Believe it!

Jarum jam seakan bergerak lambat. Jujur, penulis tidak betah lama-lama duduk di kursi. Tapi tak mau juga cepat-cepat berpisah dengan Nissa. Jadi gimana, ya? Ya, begitulah. Alhamdulillah, beberapa menit lagi jam setengah sebelas. Nissa bersiap-siap. Tiba saatnya untuk pamitan dan cipika-cipiki. Huahhh…Nissa mau berangkat! Perlahan tapi pasti Nissa meninggalkan kami. Ia berjalan kemudian menaiki anak tangga. Sebenarnya penulis ingin mengantarnya tepat sampai di dekat pintu kereta. Tapi itu tidak mungkin. ><

Penulis, Ela, Ica dan Om Dedy meninggalkan beranda. Berjalan menuruni anak tangga dan melewati tempat makan. Siap-siap tutup hidung!

“Selamat jalan, Sa. Semoga selamat sampai tujuan. Jangan lupa kembali ke Bogor bawa kepiting, ya. Hehe…”

[Siti Muhaira, santriwati kelas 3 jenjang SMA, Pesantren Media]

By Siti Muhaira

Santriwati Pesantren Media, angkatan kedua jenjang SMA. Blog : http://santrilucu.wordpress.com/ Twitter : @az_muhaira email : iraazzahra28@ymail.com Facebook : Muhaira az-Zahra. Lahir di Bogor pada bulan Muharram.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *