Loading

Liputan Khusus Diskusi Aktual Pesantren Media, 4 Januari 2012

Tepat pukul 16.20 WIB pada Rabu, 4 Januari 2012 obrolan dalam Diskusi Aktual Pesantren Media dimulai. Ustadz Umar Abdullah yang posisinya masih belum tergantikan sebagai pemimpin diskusi, selain untuk menggeser dari tempat duduknya saja susah karena berat badannya yang lumayan dibanding peserta diskusi lain, juga karena pengetahuan dan wawasannya yang cukup luas mulai menggambar peta Selat Hormuz dan negara-negara di sekitarnya pada papan tulis putih di ruang tengah Rumah Media.

Ya, Ustadz Umar Abdullah memang didaulat untuk menjadi pemimpin diskusi secara ‘permanen’, setidaknya sampai para santri Pesantren Media bisa menggantikannya suatu saat nanti. Sebab, diskusi ini bukan semata obrolan dan mencari solusi untuk disebar lagi ke publik melalui situs MediaIslamNet.com, tetapi sekaligus pembelajaran untuk para santri Pesantren Media dalam menganalisis fakta, mengurai masalah dan menyimpulkan pendapatnya dari pembahasan fakta yang dikaji. Menarik dan sekaligus menantang.

“Diskusi pekan ini ada banyak topik yang diajukan. Pertama tentang Korea Utara yang baru saja ditinggalkan pemimpinnya. Tetapi setelah dikaji, apa ada hubungannya dengan kepentingan kaum muslimin? Ternyata tidak dan akhirnya topik itu dikesampingkan. Kedua adalah tentang wisata dua waktu di Samoa. Meski unik, tetapi tidak masuk kategori yang bermanfaat bagi kaum muslimin. Akhirnya di-delete dari daftar topik. Lalu dipilihlah topik ini, seputar uji coba rudal Iran di Selat Hormuz setelah Ustadzah Latifah Musa memantau perkembangan berita di internet yang terbaru di pagi tadi. Jadilah judulnya disepakati: Provokasi di Selat Hormuz; Kesempatan AS Menjual Senjata?” papar Ustadz Umar Abdullah memulai pengantar untuk diskusi ini.

Selanjutnya, untuk mengkondisikan keseragaman informasi bagi peserta diskusi, Ustadz Umar Abdullah menyampaikan tambahan informasi seputar fakta Iran dan uji coba rudalnya. Ya, Iran melakukan uji coba rudal di dekat Hormuz, yang masih menjadi wilayahnya. Namun informasi yang muncul adalah kekhawatiran bagi negara-negara di sekitar Iran. Lalu berkembang isu yang dihembuskan Amerika Serikat bahwa uji coba rudal Iran berpotensi mengancam negara di sekitarnya sambil menawarkan mesin perang sebagai upaya mempertahankan diri. Jelas, AS di sini memanfaatkan situasi (jika tidak mau disebut sudah main mata dengan Iran) untuk menyulap provokasi jadi duit, yakni jualan senjata.

Untuk mengefektifkan waktu diskusi agar masalah yang tereksplorasi bisa lebih banyak, maka prolog dalam diskusi ini terbilang sangat cepat bila dibanding prolog pada diskusi sebelum-sebelumnya.

Qais, peserta diskusi dari kalangan anak-anak diberi kesempatan pertama untuk bertanya. Qais adalah siswa kelas 5 SD di sebuah sekolah swasta Islam. Kebetulan dia juga anak pertama saya yang selalu ingin ikut dalam diskusi pekanan ini.  Qais bertanya, “Boleh tidak dalam ajaran Islam kita jual-beli senjata dengan Amerika Serikat?”

Disusul pertanyaan dari Abdullah, siswa kelas 4 homeschooling, “Kenapa AS menjual senjata ke negara sekitar Iran? Jika terjadi perang, orang Islam harus ngapain?”

Taqiyuddin Abdurrahman, yang sore itu sepertinya baru bangun tidur karena ketika datang wajahnya kurang segar mengajukan pertanyaan juga, “Mengapa Iran uji coba rudal?”

Menarik juga diskusi ini melibatkan anak-anak. Selain mereka diajak untuk mengetahui fakta-fakta seputar berita di media massa, juga mengajak berpikir untuk mengetahui kondisi dan persoalan-persoalan kaum muslimin. Melibatkan anak-anak dalam diskusi dengan orang dewasa, juga memberikan suasana yang berbeda dalam cara pandang. Ini akan menjadi inspirasi bagi peserta dewasa begitupun bagi peserta dari kalangan anak-anak. Sehingga terbentuk frame berpikir di kalangan anak-anak bahwa, masalah apapun bisa didiskusikan dan dicari jalan keluarnya. Insya Allah.

Setelah pertanyaan dari kalangan peserta anak-anak selesai, kini beralih kepada peserta diskusi dari para santri Pesantren Media,yang umumnya sudah masuk kategori usia remaja. Pesantren yang digagas MediaIslamNet bekerjasama dengan Yayasan Mutiara Ummat ini fokus untuk menghasilkan santri berwawasan islami yang bisa memanfaatkan berbagai media untuk penyebaran dakwahnya. Mereka diajarkan untuk berkreasi melalui tulisan, foto, desain, penyiaran, serta memanfaatkan sarana informasi dan komunikasi seperti blog, website, radio, clothing dan program andalan MediaIslamNet, yakni Majalah Udara  Voice of Islam. Selain dididik menjadi muslim yang handal berdakwah di bidang media, juga ditantang untuk menjadi wirausaha yang bergerak di bidang media.

Pertanyaan dari kalangan santri dimulai oleh Neng Ilham, santriwati asal Pandeglang, “Kenapa uji coba rudal mesti di Selat Hormuz? Lalu, jika terjadi perang di sana, kaum muslimin harus membantu kaum Syiah Iran?”

Novia Handayani, santriwati asal Cimanggis, Depok juga mengajukan empat pertanyaan sekaligus, “Pertama, maksud dari kesempatan AS menjual senjata itu apa? Kedua, sejak kapan konflik Iran dan AS berlangsung? Ketiga, mengapa pemerintah Rusia menganggap konflik AS-Iran sebagai ancaman bagi dunia dan bisa memicu perang dunia ketiga? Keempat, apa solusi Islam mengatasi konflik ini?”

Pertanyaan terakhir pada sesi pertama diskusi ini diajukan Farid, santri Pesantren Media asal Sumenep, Madura, “Seandainya pecah perang Iran-AS apa dampaknya bagi dunia?”

Diskusi Rabu, 4 Januari 2012 kemarin memang tak dihadiri sejumlah pihak. Junnie Nishfiyanti, Koordinator Narasumber dan Presenter untuk Majalah Udara Voice of Islam berhalangan hadir, para akhwat dari UIKA juga tidak bisa datang. Sejumlah kru MediaIslamNet dan Voice of Islam tak nampak karena ada tugas masing-masing yang harus diselesaikan segera. Saya sendiri, alhamdulillah secara rutin memang harus ‘mewajibkan’ hadir untuk merekam jalannya diskusi dan mempublikasikan hasilnya melalui tulisan yang ditampilkan di MediaIslamNet.Com. Insya Allah suatu saat nanti, posisi saya bisa digantikan para santri Pesantren Media ketika mereka sudah siap untuk melakoninya.

Suasana senja kian terasa dan mendung menutupi langit Laladon sore itu. Terlihat awan hitam berarak di langit sebelah barat. Dan, ketika tanda-tanda hujan akan segera datang, diiringi beberapa kilatan petir di ujung barat sana, Ustadz Umar Abdullah minta ijin bergegas untuk menengok rumahnya, tak jauh dari Rumah Media, tempat kami diskusi. Alasannya, beliau trauma dengan petir dua pekan lalu yang menyebabkan perangkat telepon, modem, dan komputer serta monitor komputer jadi korban. Tujuannya, memutuskan semua alat yang terhubung dengan listrik.

Sambil menunggu Ustadz Umar Abdullah ke rumahnya di Komplek Laladon Permai, seberang jalan dari tempat Rumah Media, kami menikmati sisa ubi dan roti yang disandingkan dengan teh manis yang sejak awal diskusi sudah disantap dengan lahap oleh peserta diskusi.

Ragam tanya, ragam jawaban

Ustadz Umar Abdullah memilah dan memilih pertanyaan yang akan dijawab lebih awal dan mana saja pertanyaan yang harus dijawab belakangan. Ini dilakukan untuk memisahkan antara pertanyaan teknis dan hukum. Jadi tidak selalu pertanyaan pertama dijawab pertama kali. Ini tentu saja bagi saya akan membantu dalam pencatatan sebagai bahan penulisan. Bagi peserta diskusi lain pun pemilahan ini membantu mereka merunut masalah dari fakta, penilaian, hingga argumentasi dan hukum.
Jawaban bagi pertanyaan Neng Ilham tentang mengapa uji coba rudal dilakukan di Selat Hormuz dan juga pertanyaan dari Taqi tentang mengapa Iran uji coba rudal digabung dan diserahkan kepada forum. Fatimah, siswi kelas 6 SD yang juga ‘santri kalong’ Pesantren Media, mencoba menjawab, “Bagi negara yang punya pantai tidak perlu minta izin ke negara lain. Uji coba rudal itu untuk ngetes rudal yang dibuatnya berhasil atau tidak”

“Ok. Bagus!” kata Ustadz Umar Abdullah. “Ada lagi yuag mau jawab?” lanjutnya.

Farid mencoba menjawab, “Karena Selat Hormuz adalah jalur distribusi (jual beli) minyak di antara negara-negara teluk. Jadi uji coba itu memang akan mengkhawatirkan negara-negara yang memanfaatkan  jalur tersebut”

Ustadzah Latifah Musa mengajukan pendapatnya, “Secara politis uji coba rudal Iran adalah untuk menakut-nakuti negara di sekitarnya. Show of force” tegasnya.

Kemudian Ustadzah Latifah Musa menyampaikan informasi, “AS menawarkan senjata yang belum di-launching ke publik setelah kasak-kusuk dari uji coba rudal Iran dengan cara membuat negara-negara sekitar Iran tegang. Arab Saudi saja sudah memesan 154 pesawat tempur F-15 dari AS. Sudah dikirim 84, sisanya yang 70 buah menyusul. Sebenarnya Israel juga resah dengan sikap AS yang hendak menjual senjata ke negara-negara Arab sekitar Iran. Tetapi Israel kemudian tenang setelah dibujuk oleh AS bahwa senjata yang dijual ke negara-negara teluk tidak sebanding dengan kualitas senjata untuk angkatan bersenjata Israel. Di sini, sebenarnya motif Amerika Serikat adalah terus jualan untuk memulihkan ekonomi mereka,” tandasnya.

Ya, “bisa jadi Iran-AS sudah kerjasama dalam kasus ini,” Ustadz Umar Abdullah memberikan kesimpulan dari analisisnya. Sambil menambahkan bahwa, “Walaupun AS sedang krisis tapi ‘otaknya’ jalan. Soviet saja pernah dibohongi AS ketika perang bintang. Jadi jika sekadar ‘ngibulin’ pemimpin negara-negara teluk, mudah bagi AS.”

Pendapat ini diamini oleh Ustadzah Latifah Musa bahwa, “Menurut  seorang jurnalis Iran, Iran-AS itu sekadar perang verbal. Perang dalam kata-kata saja. Tidak pernah diwujudkan dalam tindakan,” tandasnya.

Menjawab pertanyaan Novia, ustad Umar Abdullah memberikan pendapatnya, “Dulu, Amerika Serikat ingin mengambil Iran dari Inggris setelah Perang Dunia II, karena Iran punya cadangan minyak. AS memintanya ke Inggris dan diberi. Inggris sendiri mendapatkan warisan Iran dari Jerman. Jadi hampir pasti memang tidak pernah ada konflik nyata antara Iran dan Amerika Serikat. Khomenei yang memimpin Iran di tahun 1978, dan pernah menyebut Amerika sebagai Setan Besar makin mengukuhkan bahwa ‘perang’ antara Amerika Serikat dan Iran sekadar perang verbal saja.”

Menjawab pertanyaan dari Ilham seputar syiah, Ustadz Umar Abdullah berpendapat, “Kalau mereka minta tolong harus dibantu. Di Iran sebagian besar memang syiah. Sebagian kecil sunni. Meski alirannya syiah, tetapi jika masih mengatakan “syahadat”, insya Allah mereka muslim. Tetapi memang ada beberapa sempalan dalam Syiah yang salah atau menyimpang. Beberapa di antarannya, Itsna Asyariyyah,  tidak mengakui kepemimpinan selain Ali bin Abu Thalib.  Sahabat-sahabat yang mengakui Abu Bakar, Umar dan Utsman maka dimusuhi dan ditolak periwayatannya. Mereka hanya mengaku 12 imam dan menganggap imam ke-12 masih ‘dicari”. Ada juga Syiah Zaidiyah dan Syiah Ja‘fariyah. Ada juga sekte Syiah Ghulat, ini yang kacau karena menganggap Ali sebagai Nabi. Mereka berpendapat Malaikat Jibril salah memberi wahyu. Sementara Syiah Ismailiyah mencampuradukkan kebatinan dan agama lain. Bahkan Syiah Ismailiyah pernah membantu Pasukan Salib menghadapi pasukan Islam. Kesimpulannya, jika masih menyatakan syahadat insya Allah muslim, meski bermadzhab syiah. Kecuali yang sudah jelas sesat seperti Syiah Ghulat dan Syiah Ismailiyah,” paparnya.

Di luar Rumah Media—tempat kami diskusi, hujan kian deras diiringi suara petir. Tampak dari jendela kilatan petir yang menyala-nyala di angkasa Laladon. Waktu adzan sudah sangat dekat. Suasana dingin di Rumah Media tak menyurutkan semangat peserta diskusi untuk menggali informasi dan wawasan. Termasuk ketika ada beberapa titik kebocoran di ruang tengah Rumah Media peserta tetap enjoy dengan menyiapkan beberapa wadah penampung tetesan air sambil menyimak obrolan.

Dilanjut dengan menjawab pertanyaan Novia, “Kenapa pemerintah Rusia menganggap konflik AS-Iran akan memicu perang dunia ketiga? “Menurut saya, “Bisa betul, bisa tidak, ” tanggapan Ustadz Umar Abdullah. “Sebabnya, biaya perang itu mahal. AS tidak akan berani di tengah keterpurukan ekonomi negaranya. Jadi menurut saya tidak akan terjadi perang. Di sisi lain, AS hanya sekadar memprovokasi negara-negara Arab yang sudah kadung hidup dalam kemewahan dan mereka takut mati untuk membeli senjata bikinan AS,” terang Ustadz asal Surabaya yang saat itu menyantap dengan nikmatnya ubi rebus yang tersisa.

Ustadzah Latifah Musa juga turut menyampaikan pendapatnya, “Selat Hormuz adalah jalur perdagangan minyak dunia. Cina dan Rusia juga memanfaatkan jalur tersebut untuk kepentingan perdagangan mereka. Selain itu, Rusia juga punya andil dalam proyek uji coba senjata rudal Iran dengan memasok komponen senjata. Artinya jika pun terjadi perang AS dengan Iran, akan mengajak serta Rusia—termasuk Cina. Sehingga sejatinya adalah perang antara AS dengan Rusia.”

Kesimpulan
Sebelum diskusi berakhir, pertanyaan yang belum terjawab adalah pertanyaan dari Qais. Ustadz Umar Abdullah memberikan jawaban, “Menjual senjata ke AS tidak boleh, tetapi membeli senjata dari AS boleh. Senjata itu biasanya dijual di pasar gelap yang difasilitasi pihak tertentu. Intinya, jika memang tidak bisa memproduksi senjata, negara terpaksa harus membeli. Boleh. Namun jika bisa memproduksi sendiri tapi masih membeli ke AS, hukumnya jadi tidak boleh. Kaidah fikihnya adalah “al-wasilatu ilal harom muharomatun”, sarana yang mengantar kepada keharaman, hukumnya haram. Dalam kasus ini, membeli senjata kepada musuh Islam, padahal negara mampu memproduksinya adalah haram karena bisa memperkuat kondisi ekonomi musuh Islam tersebut.”

Diskusi ini akhirnya menyimpulkan pernyataan yang disampaikan Ustadz Umar Abdullah—yang juga sekaligus jawaban dari pertanyaan terakhir Novia, “Pertama, negeri-negeri muslim seharusnya berani memutuskan kerjasama dengan AS atau negara kafir imperialis lainnya. Kedua, sesama negeri Islam harus dibina dan ditingkatkan ukhuwah islamiyah di antara mereka. Sehingga Iran tak perlu takut kepada Irak, dan begitu sebaliknya. Negara-negara Arab juga tidak saling curiga atau malah menjadi agen AS. Ukhuwah Islamiyyah ini harus diwujudkan. Ketiga, sesama negeri Islam seharusnya saling membantu membuat  senjata yang canggih dan hebat guna memperkuat keamanan dan meningkatkan kualitas persenjataan. Misalnya Iran bisa memproduksi senjata nuklir, Indonesia punya bahannya. Bekerjasamalah untuk menghasilkan senjata nuklir sebagai upaya meningkatkan kekuatan angkatan bersenjata negeri-negeri muslim. Keempat, para pemimpin negeri-negeri muslim harus segera mengangkat seorang khalifah untuk memerangi negara-negara kafir penjajah. Mendirikan Khilafah Islamiyyah yang merupakan kepemimpinan umum kaum muslimin di seluruh  dunia. Namun demikian, saya masih meragukan, terutama untuk persoalan yang pertama saja sulit, yakni memutuskan hubungan dengan negara kafir imperialis. Ini yang harus dipikirkan dan dikerjakan dalam agenda perjuangan dakwah kita demi tegaknya Islam di muka bumi ini,” paparnya panjang lebar.

Tepat, ketika kalimat pertama adzan Maghrib berkumandang diskusi berakhir. Saya bergegas menyampaikan poin-poin penting yang berhasil saya catat kepada peserta diskusi. Dan, inilah hasil liputan diskusi yang bisa Anda baca, terutama yang tidak ikut serta dalam diskusi kami. Semoga bermanfaat dan menginspirasi serta memberitambahan wawasan. Insya Allah. [OS]

By Administrator

Pesantren MEDIA [Menyongsong Masa Depan Peradaban Islam Terdepan Melalui Media] Kp Tajur RT 05/04, Desa Pamegarsari, Kec. Parung, Kab. Bogor 16330 | Email: info@pesantrenmedia.com | Twitter @PesantrenMEDIA | IG @PesantrenMedia | Channel Youtube https://youtube.com/user/pesantrenmedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *