Loading

Seorang pria tua mengendarai mobil tuanya, mobil yang rasanya sudah tidak layak digunakan. Hujan yang turun sedikit mengganggu penglihatannya. Berulangkali ia mengelap kaca mobil depannya yang berkabut akibat hujan.

Konsentrasinya sedikit pudar, manakala ia harus tetap fokus melihat setiap lekukan jalan yang nampak tidak jelas akibat cuaca hujan ini. Banyak anak-anak yang dengan mendadak berlarian ke tengah jalan, mencari perlindungan dari derasnya air hujan.

Mata tuanya sudah terlalu tua untuk menghadapi hal semacam ini. Pria tua itu melepas kacamatanya dan menyangkutkannya di kepalanya.

Tangan kanannya dengan lihai memainkan setir mobil, dan tangan kirinya sibuk mengelap kaca yang terus berkabut.

Di sebuah perempatan. Sesosok wanita menyebarang jalan.

Oh tidak, pria tua itu tidak melihat lampu yang menyala merah.

Sekuat tenaga pria tua itu menekan pedal rem hingga menimbulkan bunyi yang berdecit-decit. Sebuah benturan keras terjadi. Suara jeritan pun terdengar. Dan sesosok wanita barusan ditabraknya. Wanita itu terkapar di tengah jalan. Tak berdaya. Buru-buru pria tua itu, seolah tak tahu, meninggalkan wanita itu begitu saja.

Hujan semakin reda, kerumunan semakin penuh, menonton seorang wanita yang tergeletak tak berdaya di jalan. Wanita yang menjadi korban tabrak lari beberapa menit yang lalu.

ooOoo

Seorang gadis berdiri, memandangi sekitar. Memikirkan kapan semua ini bermula, kapan tepatnya ia berada di sini. Namun semua tak terjawab, ia sendiri tak menyadari mengapa dirinya berada di tempat sunyi ini. Sudah terlalu jauh ia menelusuri memori ingatannya, tapi nampaknya tak tercatat di kepalanya.

“Apa yang sedang kau lihat?”

Gadis berumur 20 tahun itu buru-buru menoleh. Seseorang baru saja menepuk pundaknya dengan amat lembut. Seseorang yang juga menegurnya dengan sebuah pertanyaan. Seorang pria yang sama sekali tidak ia kenal. Pria itu tersenyum hangat kepadanya, sehangat matahari senja ini.

Gadis itu hanya menatap lekat wajah pria yang barusan menepuknya, dalam pikirannya barangkali tak ada ruang untuk memikirkan jawaban yang akan ia lontarkan dari pertanyaan pria yang tak dikenalnya itu. Kepalanya sudah terlanjur dipenuhi oleh pertanyaan Siapa?

“Kau tak perlu tahu siapa aku, karena kau tak akan pernah mengeti.” Seakan tahu isi pikiran sang gadis, pria itu langsung saja melontarkan satu pernyataan membingungkan, peryataan yang diucapkan dengan amat ramah.

“Apakah kau mengenalku?” Sang GAdis penasaran dengan pria ramah itu, ia berharap pria itu memberikan jawaban untuk mengobati rasa penasarannya.

“Jangan tanyakan itu, kau tak akan pernah mengerti.” Pria tak dikenal itu menjawab dengan senyuman, begitu ramah. Wajahnya terlihat seolah bercahaya oleh gurat kearifan. Matanya yang bulat, cokalat, menatap akrab. Ia mengenakan baju putih yang aneh. Seperti jubah.

“Lihatlah tempat ini, bukankah sangat indah?” Pria itu bicara lagi, begitu ramah.

Sang gadis melepaskan pandangannya, menikmati tempat yang memang sangat indah. Sebuah taman di pusat kota, tempat ia biasa menghabiskan senjanya bersama teman-temannya. Hanya saja, sore ini ia begitu bingung, kenapa dirinya ada di sini.

Sore yang terasa begitu aneh. Pria ramah yang misterius, dan kesunyian ini. Kesunyian? Bukankah pengunjung taman ini ramai, saling bercanda, bersenda gurau. Tetapi mengapa senja ini terasa sunyi baginya. Dan, bukankah dari tadi gadis itu berdiri di taman ini, namun kenapa tidak ada seorangpun yang menghirukannya, semua lewat begitu saja, menembus tubuhnya tanpa bisa menyentuhnya.

Gadis muda itu benar-benar bingung, ia merasa dirinya seperi hantu, tak bisa menyentuh dan tersentuh apapun. Tak ada orang yang bisa melihatnya, kecuali pria ramah itu. Apakah ia juga hantu?

“Apa yang terjadi, apakah aku sudah mati? Apakah aku hantu?” Sang gadis bertanya kepada pria ramah itu, sembari melihat ke bawah. Kedua kakinya tidak menapak tanah.

“Kau akan tahu setelah kau mengikutiku?” Seperti biasa jawabannya begitu ramah.

Pria itu menarik tangan sang gadis, dan tiba-tiba gadis itu merasakan tubuhnya tersedot memasuki kumparan penuh cahaya, kumparan yang begitu menyilaukan. Dan, sekonyong-konyong dirinya dan pria ramah itu sudah tidak berada di taman tersebut, kini mereka berada di sebuah jalan besar, berdiri di tengah-tengah keramaian orang. Kendaraan yang berlalu lalang, sama sekali tak bisa menyentuh kedua tubuh itu. Mereka benar-benar seperti makhluk halus.

Gadis muda itu sangat mengenali jalan ini, jalan yang mengingatkannya pada satu kejadian yang pernah dialaminya. Tapi apa? Ia tak dapat mengingatnya.

Seosok wanita terlihat terkapar di jalan itu.

Gadis itu menatap pria ramah yang berdiri di sampingnya. “Bukankah itu aku? Apakah aku sudah mati?” Ia bertanya kepada pria ramah yang berdiri di sebelahnya, jarinya menunjuk ke sosok wanita yang terkapar di jalan.

“Itu benar kau.” Sang pria menjawab dengan akrab, bibirnya melebar, memasang senyuman hangat. Hanya saja ia tidak menjawab pertanyaan kedua dari gadis yang kini sedang berdiri di sebelahnya.

Titikan air pun keluar dari matanya, gadis itu menangis, menatap jasad dirinya yang tergeletak di jalan, tak berdaya. Kematian dan musibah selalu menyedihkan dan menakutkan.

“Kenapa kau menangis, apakah kau belum siap jika Allah memanggilmu?” Pria misterius bertanya dengan ramah. Namun pertanyaannya sungguh menusuk, begitu runcing, telak mengenai hati sang gadis.

“Apakah kau malaikat yang menjemputku, dan apakah aku akan masuk surga?” Gadis muda itu malah balik bertanya. Ia semakin tidak mengerti, dan semakin takut. Maka ia ingin membuat hatinya tenang dengan pertanyaan itu, jika saja jawabannya sesuai dengan harapannya. Karena surga selalu menjadi tujuan setiap orang.

“Kau tak perlu tahu siapa aku?” Pria misterius itu masih saja merahasiakannya, pria ramah yang mengenakan baju putih aneh, seperti jubah. “Dan ketahuilah, surga tak akan menerima orang sepertimu.” Lanjutnya.

Sang gadis bergetar mendengar jawaban itu, terdengar begitu mengerikan. Terlalu berat ia menerima jawaban mengerikan itu, “kenapa?” Tanya gadis lagi.

Kesunyian tercipta. Keduanya sama-sama memandangi sesosok wanita yang tergeletak di jalan itu.

“Lihatlah dirimu, kau bahkan tak mau menutup auratmu.” Mata pria menatap fokus ke arah wanita yang terbaring di jalan itu. Wanita yang juga sedang berdiri di sebelahnya.

Dan gadis itupun melihat dirinya, yang hanya mengenakan baju ketat, celana pendek. Baju yang sama sekali tidak layak digunakan sebagai seorang muslimah.

“Bagiamana mungkin surga akan menerima seorang yang juga pembunuh.” Pria ramah yang misterius berbicara lagi, namun kini ia tidak terlihat ramah lagi, perkataannya begitu menyayat, matanya semakin tajam.

“Pembunuh? Aku bukan pembunuh.” Terdengar keras sang gadis mengatakan itu, seolah membuktikan pria yang sedang berdiri di sebelahnya telah salah.

“Tapi karena kau, seorang telah terbunuh.” Dengan cepat pria misterius membalasnya. Tak nampak sama sekali wajah ramah yang tadi sempat ia pasang, kini pria itu malah terlihat begitu kejam, dengan matanya yang menatap semakin tajam.

“Apa maksudmu? tolong jelaskan!” Lekat sang gadis menatap wajah pria misterius, berharap dapat menemukan jawaban di lekuk matanya.

“Baiklah, sekarang pegang tanganku!” Pria itu memberi sebuah perintah. “Aku akan membawamu ke sebuah tempat yang akan menjelaskan semuanya.”

Sesuai perintah, sang gadis memegang erat tangannya. Dan lagi-lagi, bersama pria itu, dia merasakan tubuhnya tersedot memasuki kumparan penuh cahaya, menyilaukan, sekejap semuanya jadi putih. Dan tiba-tiba ia sudah berada di tempat yang berbeda, di tepi sungai besar.

Kemudian sang gadis menatap wajah pria misterius dengan heran, ia tak mengerti, bagaimana mungkin pria itu bisa membawanya dengan sekejap ke tempat ini. Apakah ia benar-benar malaikat? Dan apakah gadis itu benar-benar sudah mati?

Di tepi sungai besar ini, orang-orang ramai berlalu lalang, namun tak akan menyadari keberadaan mereka berdua. Keduanya kini berdiri di sebuah pendopo tepi sungai besar, setelah sebelumnya mereka sempat berada di sebuah jalan raya, melihat jasad sang gadis yang tak berdaya. Keduanya berdiri, menatap senja yang indah.

“Untuk apa kau bawa aku ke tempat ini?” Matanya masih saja memandangi sekitar, memastikan tempat ini benar-benar nyata.

“Ingatkah kau, senja itu, saat kau menghabiskan waktumu di tempat ini?” Seperti mengetahui segalanya, pria misterius bertanya sekaligus mengingatkan gadis muda itu.

“Tentu aku ingat , lalu?” gadis muda masih belum bisa menebak apa yang akan sang pria ungkapkan dari tempat ini. Nampaknya suatu hal yang sangat penting.

“Tahukah kau, sore itu, seorang anak terbunuh karena kau!” Mengerikan sang pria misterius mengucapkannya.

“Apa maksudmu?” Penasaran semakin membuncah. Apa maksud pria misterius itu? Bukankah sore itu, sang gadis tidak melakukan apa-apa. Ia hanya duduk santai, menikmati suasana senja dengan menatap indahnya detik-detik terbenamnya matahari. Kepalanya kini penuh dengan pertanyaan.

“Kau memang tak  menyadarinya. Tapi aku akan ceritakan satu fakta untukmu.” Setelah kalimat itu diucapkan, kesunyian sempat tercipta. Keduanya hanya diam, saling memandang. Dan suara gemuruh ombak sungai, masih menjadi backsound di tengah kesunyian mereka.

Kemudian pria misterius melanjutkan. “Ingatlah senja itu saat kau di tempat ini, bukankah kau mengenakan pakaian yang sangat minim?”

Sang gadis mengangguk pelan, berusaha mengingat kembali momen lamanya itu.

“Kau mengenakan baju yang hanya setinggi dada, dan celana pendek yang tak sampai menutup pahamu.” Pria misterius itu berusaha mengingatkan kembali semua yang telah terjadi. Sementara gadis muda hanya mendengarkan, kini ia benar-benar ingat kejadian saat itu, keadaaannya persis dengan yang diceritakan sang pria misterius. Bagaimana pria itu bisa tahu?

“Dan saat itu kau tidak sadar, bahwa ada seorang lelaki yang berulang kali memandangimu, melihat auratmu yang kau buka itu.” Suasana semakin mencekam, setiap kata yang diucapkan sang pria membuat gadis itu tertunduk. Tak ada yang bisa ia lakukan, kecuali hanya mendengar.

“Dan tahukah kau, pakaian minim yang kau gunakan itu, ternyata mengundang nafsu syahwat lelaki itu. Dan keadaan jauh lebih buruk dari itu.” Pria misterius menghentikan tuturnya, matanya menatap tajam wanita di hadapannya itu, seperti baru saja mengutuknya.

“Lalu apa?” Sang gadis semakin penasaran, tak sabar ingin mengetahui fakta sebenarnya.

“Lalu, lelaki itu pulang ke rumah, dan melampiaskan nafsunya itu kepada anak perempuannya. Yang masih Kecil.” Nadanya semakin tinggi.

Sang gadis hanya bengong, mencerna kata-kata yang diucapkan pria itu barusan. Ia benar-benar tidak menyangka keadaan hingga seburuk itu. Wajahnya tertunduk, mulai menyadari kesalahannya saat itu, saat ia mengenakan pakaian minim itu. Ia benar-benar tidak mengira, semua seburuk itu, akibat kesalahannya.

“Dan lebih buruk lagi dari itu!” Bagaikan petir, suaranya menggelegar.

“Apa?” Sang gadis penasaran.

“Kemudian, setelah melampiaskan nafsunya kepada anaknya itu, lelaki itu lalu membunuh anaknya. Yang masih kecil.” Lagi-lagi diakhiri dengan kalimat yang sama, gadis itu merasa seperti ada yang menyayat hatinya barusan, begitu pedih. Andai saat itu ia menyadarinya, betapa buruknya keadaan sebenarnya.

“Dan kau tahu, kau lah penyebab semua itu.” Pria misterius itu nampak semakin kejam dengan ucapannya barusan, sorot matanya tajam, dahinya mengerut, wajahnya sangat mengerikan. Baru saja ia menetapkan sang gadis menjadi pelaku.

Gadis muda hanya menangis, menyadari semua kesalahannya itu. Ia benar-benar menyesal. Gara-gara pakaian minimnya itu, seorang anak kecil terbunuh. Ini terlalu berat untuk menjadi kenyataan.

Tapi, bagaimana mungkin pria misterius mengetahui kejadian tersebut. Mungkinkah ia benar-benar seorang malaikat yang akan menjemput gadis itu.

Sementara sang gadis masih belum percaya, belum percaya jika kesalahannya hingga sebesar itu. “Kemana kau akan membawaku lagi?” Sang gadis benar-benar pasrah, semua telah menjadi penyesalan, setelah semua kesalahannya selama ini. “Apakah kau akan membawaku ke neraka?”

Belum sempat pria misterius itu menjawab, tiba-tiba saja sosoknya menghilang, untuk yang ketiga kalinya, pria itu masuk ke dalam kumparan penuh cahaya. Kemudian menghilang, tersedot ke dalamnya. Dengan meninggalkan kalimat terakhirnya, “Aku bukan malaikat.”

Namun, sebelum kumparan itu lenyap, gadis muda itu ikut masuk ke dalam kumparan menyialukan itu. Dan, semua menjadi putih, entah dimana ia kini. Ruang lengang yang mencekam, serba putih.

ooOoo

Gadis 20 tahun itu membuka matanya, perlahan. Semua masih terlihat buram, silau oleh lampu malam. Lampu? Diamanakah ia kini, bukankah tadi ia masuk ke dalam sebuah kumparan yang menyilaukan. Dan lihatlah, banyak orang disekelilingnya. Ada apa ini?

“Ia sudah bangun!” Salah seorang mengatakan hal itu, dengan nada gembira. Entah siapa, seseorang yang tidak ia kenal.

“Kau sekarang di rumah sakit nak.” Suara ini begitu akrab. Ya, itu adalah ibunya.

Tapi, kenapa ia berada di rumah sakit ini. Bukankah terakhir ia mendapati dirinya mati, dengan jasad yang tergeletak tak berdaya di jalan itu. Bukankah ia sudah mati.

Gadis itu berusaha menelusuri ingatannya, mengingat kembali semua yang terjadi sebelum ia berada di rumah sakit ini. Dan ingat, sang gadis benar-benar ingat kejadian itu, sebuah mobil telah menabraknya di perempatan ketika ia menyebarang saat lampu merah menyala.

Tapi, ada ingatannya yang terasa begitu ganjil. Bagaimana dengan pria misterius itu? dan semua ceritanya. Pertanyaan baru muncul.

Pria misterius itu, kumparan cahaya itu, teryata hanya mimpi. Semua pesan dalam mimpi itu, begitu lekat dalam kepalanya. Kini gadis itu menyadari semua kesalahannya selama ini. Mimpi yang begitu nyata, membuatnya berpikir dirinya sudah mati.

Kemudian gadis itu menatap ke atas, dilihatnya lampu terang di rumah sakit itu, nampak seperti sebuah kumparan terang dalam mimpinya.

Bogor, 2 April 2013

[Ahmad Khoirul Anam, santri angkatan ke-2, jenjang SMA, Pesantren Media]

Catatan: tulisan ini sebagai tugas menulis cerpen  di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media

By anam

Ahmad Khoirul Anam, santri angkatan ke-2, jenjang SMA di Pesantren Media | Blog pribadi: http://anamshare.wordpress.com | Twitter: @anam_tujuh

One thought on “Pria Misterius”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *