Musim penghujan tiba. Air melimpah ruah. Mengalir di mana-mana. Termasuk mengalir di tempat yang tidak semestinya. Mengalir di tempat-tempat di mana manusia tinggal dan beraktifitas. Menggenangi jalan, rumah, sekolah, kantor, dan lain sebagainya. Membuat kehidupan terasa lebih susah untuk dijalani. Terpaksa meninggalkan rumah. Tidur di tenda-tenda pengungsian. Makan seadanya. Tidur dengan hanya beralaskan tikar atau selimut.
Di tengah-tengah kesulitan hidup para pengungsi itu, tentunya banyak yang turun ke lapangan, ke área-area pengungsian itu untuk menyalurkan bantuan. Berbagai bantuan disalurkan, semisal menyalurkan makanan, pakaian, obat-obatan, dan lain sebagainya.
Namun, tidak semua orang yang turun ke area-area bencana ini mempunyai hati yang tulus. Banyak yang turun ke lapangan, pura-pura peduli dengan memberikan bantuan, tapi sebenarnya, di balik kedermawanannya itu, tersimpan berbagai tujuan terselubung. Tujuan terselubung ini bervariasi tergantung latar belakang masing-masing.
Salah satunya para politisi. Banyak di antara mereka yang datang ke area bencana dengan segenap kedermawanannya. Namun banyak pula yang datang dengan maksud terselubung, yakni untuk tebar pesona. Mencari simpati publik. Targetnya tidak lain agar semakin banyak suara yang didapatkan untuk melenggangkan diri menjadi pejabat. Mengingat musim pemilu 9 April semakin dekat saja.
Oleh karena itu, Pesantren Media, pada Rabu, 5 Februari 2014, kembali menyelenggarakan Diskusi Aktual dan membahas tentang tema: Politisi Tebar Pesaona di Area Bencana. Diskusi Aktual kali ini dipandu oleh dua santriwati Pesantren Media yang bertindak sebagai moderator. Mereka adalah Ilham Raudhatul Jannah dan Zahrotun Nisa.
Setelah sedikit pengantar dari Kepala Pesantren Media, Ustadz Oleh Solihin, seperti biasa, moderator diskusi membuka sesi diskusi selanjutnya yaitu sesi pengumpulan pertanyaan. Ada sekitar sepuluh pertanyaan yang terkumpul. Termasuk juga beberapa pertanyaan yang melebar dari topik diskusi.
Berikut akan dibahas pertanyaan-pertanyaan yang masuk berserta jawaban yang diperoleh dari para peserta diskusi.
- Pertanyaan pertama yang dibahas datang dari santriwati Pesantren Media bernama Tia. Tia menanyakan tentang sistem politik dalam Islam. Apakah di dalam Islam diperbolehkan membagi-bagi bantuan sebelum pemilu?
Salah seorang peserta menyatakan pendapatnya. Umar mengatakan bahwa kalau memberikan bantuan itu sah-sah saja. Yang menjadi persoalan adalah menjadi presiden untuk sebuah negara demokrasi. Di mana demokrasi itu sendiri bertentangan dengan Islam.
Sang moderator pertama, Ilham, memberikan pendapatnya bahwa sebaiknya jangan karena kebanyakan motifnya sudah terendus, yaitu supaya bisa terpilih dalam pemilu. Moderator kedua, Nisa, menambahkan bahwa sudah banyak masyarakat yang sadar bahwa bantuan-bantuan itu memiliki motif tersembunyi sehingga ketika nyoblos, mereka ‘ngasal’ saja.
- Pertanyaan kedua datang daris eorang santriwwati bernama Kholifah. Ia menanyakan bagaiamana sikap terhadap para politisi yang tebar pesona di daerah bencana?
Dua orang santri angkat bicara. Fadlan berpendapat bahwa terima saja pemberian itu. Sedangkan Tia mengutip pemberitaan Kompas bahwa ada juga warga yang menolak dan membongkar pos-pos parpol.
- Pertanyaan selanjutnya datang dari Alifa. Santriwati ini bertanya apakah politik itu dibolehkan dalam Islam?
Seorang santriwati, Ira, mengemukakan pendapatnya. Dia mengatakan bahwa di dalam Islam, politik diperbolehkan. Alasannya, Islam bukanlah agama yang mengajarkan ritual belaka. Islam adalah agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan, baik itu budaya, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Namun yang perlu diperhatikan adalah jenis politiknya. Jika yang digunakan adalah politik demokrasi, jelas ini tidak diperbolehkan.
- Pertamyaan berikutnya datang dari Fathimah. Bertanya seputar bagaimana cara membedakan politisi yang tebar pesona dengan yang tulus?
Beragam argumen muncul dari pertanyaan ini. Umar berpendapat bahwasanya tidak ada politisi yang tulus. Ikhsan menambahkan, tidak ada yang tulus. Biasanya politisi memberikan bantuan dan menyebutkan bahwa bantuan itu berasal dari yang bersangkutan. Sedangkan Novi berpendapat bahwa sebenatnya ada yang tulus. Hanya saja yang tulus itu jadi hancur juga imejnya karena banyaknya polotisi yang tidak tulus. Moderator Nisa menambahkan bahwa yang tulus akhirnya tidak dianggap. Politisi tulus ini biasanya juga jarang terekspos media karena ketulusannnya. Moderator Ilham menambahkan bahwa sangat susah membedakan mana yang tulus dan mana yang tidak. Karena memang keikhlasan itu adalah perkerjaan hati.
- Setelah diskusi berjalan agak lama, tiba-tiba santriwati Daffa baru bertanya tentang ini: apa itu politisi?
Pertanyaan ini dijawab oleh moderator Ilham. Menurutnya, politisi itu adalah orang yang berkecimpung di dunia politik.
- Pertanyaan selanjutnya datang dari santriwati Novi. Ia bertanya apakah pemerintah sudah menindak tegas politisi yang tebar pesona untuk mendulang suara terbanyak?
Atas pertanyaan ini, ada dua orang yang menjawab. Pertama Tia. Menyatakan bahwa tidak mungkin pemerintah menindaknya. Karena pemerintahan sekarang sebelumnya juga sama, melakukan tebar pesona. Modeator Ilham menambahkan bahwa, pemerintah menindak dengan mengangkut baliho di pinggir-pinggir jalan (hanya saja ini bukan di area bencana. Sedangkan rakyat ada yang membongkar pos-pos parpol di area bencana.
- Pertanyaan selanjutnya datang dari Putri. Santriwati ini bertanya perihal bolehkah tebar pesona untuk menjadi pemimpin di dalam Islam?
Terkait pertanyaan ini, ikhsan berpendapat boleh asal tidak berlebihan. Sedangkan Tia berpendapat bahwa Islam melarang adanya riya dalam beramal. Dalam hal ini, moderator setuju dengan pendapat Tia.
- Pertanyaan berikutnya datang dari santri Rizky. Ia bertanya, jika politisi memberi bantuan sambil kampanye di area bencana, apakah sama dengan menyogok?
Pertanyaan ini sebenarnya sedikit membingungkan. Banyak peserta yang tertawa ketika menyadari keganjilannya. Melakukan kampanye di tempat bencana, mendirikan panggung parpol dan berkoar-koar di sana, apakah itu pantas? Mungkin sedikit lucu. Namun Fadlan mencoba memberikan pendapatnya. Ia menyatakan bahwa ada kemungkinan sama dengan menyogok, karena dengan perbuatannya itu, orang-orang akan menganggap bahwa itu adalah bentuk kepedulian dari parpol yang bersangkutan.
- Pertanyaan ke sembilan datang dari Umar. Ia bertanya, jika seseorang sudah menjadi pemimpin, apa hak yang bisa ia dapatkan dari rakyatnya? Pertanyaan ini memang agak melebar dari topik yang dibahas.
Fathimah memberikan pendapatnya bahwa rakyat tidak boleh memberatkan pemerintah. Beberapa peserta yang lain berpendapat, pemimpin harus dipatuhi perintahnya.
- Pertanyaan terakhir datang dari Ihsan. Ia bertanya apakah boleh mencalonkan diri sebagai pemimpin di masa demokrasi?
Ada sekitar empat tanggapan atas pertanyaan ini. Fadlan menyatakan tidak boleh karena di jaman sekarang tidak ada pemimpin yang betul. Rizky menyatakan boleh karena itu bisa membantu merubah sistem. Umar menyanggah pendapat Rizky. Menurutnya, jika ikut mencalonkan diri sebagai presiden, itu sama saja dengan kut dalam demokrasi. Sedangkan santriwati Cylpa menyarankan jangan dulu, karena bisa terwarnai oleh demokrasi.
Itulah sepuluh pertanyaan dan berbagai pendapat yang terkait dengannya. Di penghujung diskusi, Kepala Pesantren Media memberikan sedikit tambahan. Berikut tambahan dari beliau:
Di área bencana, apa pun bisa dilakukan. Bisa untuk tebar pesona atau berbisnis. Sulit juga menentukan mana yang ikhlas mana yang tidak karena hanya Allah yang tahu. Namun setidaknya perilaku tebar pesona itu bisa diendus dari gerak-gerik mereka di lapangan yang mengindikasikan bahwa mereka sedang melakukan tebar pesona.
Sekian laporan diskusi actual kali ini dengan tema, ‘Politisi Tebar Pesona di Area Bencana’. Semoga memberikan manfaat.
[Farid Ab, santri jenjang SMA, Pesantren Media]
Bagus diskusinya. Melatih kepedulian dgn beragam peristiwa yg ada dan memmberikan solusinya.