Loading

Terlihat hamparan kebun stoberi di setiap sisi jalan menuju Kawah Putih, dihiasi kabut yang tipis menambah kesan yang berbeda tentu saja suasana semakin terasa dingin. Suasana pagi yang sepi, ditambah pemandangan alami menambah rasa penasaranku. Kurapatkan jaketku lebih erat, entah kenapa semakin lama rasa dinginnya semakin menggila.

Beberapa hari sebelumnya, aku diajak oleh kakak kelasku pergi ke Kawah Putih. Setelah meminta izin, akhirnya kita sepakat berangkat hari Senin pagi sebenarnya awal rencana aku ikut mobil kakak kelasku, tapi karena adikku ingin ikut juga terpaksa berangkatnya terpisah tapi tetap pagi. Kuambil hpku dari dalam tas kemudian membuka facebook, ternyata ada pesan masuk dari kakak kelasku yang bernama mbak Ishmah. Kami pun tenggelam dalam chattingan, sampai aku tiba di daerah Ciwidey.

Kawah Putih terletak kurang lebih sekitar 50 km dari selatan kota Bandung. Aku menempuh perjalanan kesana dengan motor bersama abi dan adikku, karena aksesnya lebih mudah dengan motor walaupun cukup melelahkan dibandingkan dengan mobil. Sebelum berangkat aku sempat searching di internet, mencari lokasi dan harga tiket masuk. Setelah disambut oleh pepohonan yang hijau dan kebun stoberi, disebelah kiri jalan terlihat penanda pintu masuk ke Kawah Putih.

Aku pun memberi tahu mbak Ishmah lewat facebook bahwa aku sudah sampai, dan setiba dipintu masuk aku duluan ke Kawah Putih lalu menunggu mbak Ishmah didalam. Aku semakin terkagum-kagum saat melihat area parkir yang sangat luas, tapi karena terlalu luas membuat kaki tidak bisa diajak kompromi. Cukup melelahkan berjalan menuju tempat pembelian tiket dari parkir motor.

Aku, adik dan abiku segera membeli tiket masuk sekaligus membayar sewa mobil ontang anting (bolak-balik dalam bahasa sunda) dengan tarif 10.000. Mobil inilah yang akan mengantar pengunjung dari pintu gerbang sampai ke lokasi Kawah Putih, tapi mobil baru akan berangkat jika sudah ada 10 penumpang yang naik. Mobil ontang-anting ada yang berwarna biru dan jingga.

Mobil ontang anting yang kunaiki akhirnya berangkat menuju lokasi dan melaju dengan cepat benar-benar terasa seperti balapan, angin yang menderu juga cukup segar walaupun sangat dingin. Banyak pepohonan yang terlihat rindang di setiap sisi jalan. Oh iya, mulai dari pintu gerbang sampai lokasi Kawah Putih tidak ada sinyal yang tersedia, mungkin karena ketinggiannya lebih dari 2.400 dari permukaan laut.

Saat kami sampai diatas, yang pertama kali kulihat adalah tulisan Kawah Putih yang cukup besar berwarna putih,disekelilingnya terdapat parkiran mobil pribadi dan mobil ontang anting. Untungnya walaupun masih hari libur tidak terlalu ramai oleh pengunjung. Setapak demi setapak kulewati, tidak lupa aku bersiap untuk mengambil momen yang menurutku pas untuk kufoto, sebenarnya aku agak khawatir karena belum ada kabar dari mbak Ishmah.

Kami melewati beberapa tempat yang cukup menarik untuk dijadikan tempat foto. Ternyata untuk bisa sampai ke Kawah Putih, harus menuruni tangga yang cukup panjang. Aku pun melangkah menuruni tangga, dan melihat bentuk sebenarnya dari Kawah Putih. Terlihat seperti danau yang dikelilingi oleh tembok dengan tanah berwarna putih, bau belerang yang cukup menyengat dan asap putih yang mengepul semakin menarik perhatianku.

Namun saat kudekati, aku menyadari bahwa air di danau berwarna putih kehijauan tapi ada larangan untuk tidak menyentuhnya karena terdapat kandungan belerang yang sangat tinggi. Setelah puas berselfie ria, dikejauhan aku melihat sosok mbak Ishmah dan mbak Muti yang menuruni tangga sontak saja aku langsung berlari dan memanggil mbak Ishmah, tapi sayangnya justru adiknya mbak Ishmah yang ikhwan menoleh kearahku, kebetulan aku dan adiknya mbak Ishmah seangkatan.

Akhirnya aku memilih mendekati mbak Ishmah, dan berbicang-bincang sebentar sebelum mbak Ishmah dipanggil oleh adiknya. Kami pun berpisah, aku sempat berkeliling mengitari Kawah Putih sampai terpisah dengan abi dan adikku. Tiba-tiba saja saat aku sedang mengambil gambar di dekat pondokan, aku dikejutkan oleh kedatangan mbak Ishmah dan mbak Muti yang membawa kamera DSLR.

“Ayo Zul, foto dulu biar yang lain tahu kalau kita ketemu disini.”ujar mbak Ishmah.

“Eh, foto?”tanyaku heran.

“Iya, jarang-jarang bisa ketemu disini.”jawab mbak Ishmah.

“Nanti aku upload di facebook, biar aku yang nge-tag kamu sama mbak Ishmah.”tambah mbak Muti.

Setelah berfoto beberapa kali, kita kembali berpisah. Disaat itulah asap yang mengepul dari daerah danau meluap, menciptakan lukisan dilangit, buru-buru aku langsung mengambil momen itu. Aku pun kembali berjalan-jalan, entah kenapa aku malah lupa mencari abi dan adikku karena asik membaca sejarah Kawah Putih serta mitosnya, aku baru bertemu abi dan adikku saat mau menuruni tangga.

Sekitar pukul 9 pagi, ketika aku berjalan-jalan ditempat parkir tiba-tiba hujan turun, terpaksa abiku memutuskan untuk pulang lebih awal, karena waktu tempuh dari Kawah Putih ke rumahku sekitar 5-6 jam dan takutnya malah kehujanan di jalan. Beberapa saat kemudian, hujan berhenti dan kami langsung mencari mobil ontang-anting yang mau kebawah. Padahal, aku berencana setelah dari Kawah Putih pergi ke kebun stoberi disana kita bisa memetik sendiri stoberinya, bahkan ada yang menyewakan kuda untuk berkeliling kebun stoberi.

Tapi saat perjalanan pulang menuju Bandung hujan turun lagi dengan derasnya, kami pun sempat berhenti beberapa kali karena adikku merengek kedinginan, akhirnya kami sampai di rumah jam setengah 3. Setelah shalat Dzuhur aku mendapatkan sms dari mbak Ishmah, rupanya mbak Ishmah sudah sampai dirumah dan sempat mencariku yang langsung hilang seperti hantu.

[Zulfa Aulia Rosyadiyah, Santriwati kelas 1 SMA, Angkatan ke-6, Pesantren Media]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *