Loading

“Apa-apaan ini?” Aku melemparkan kertas putih yang membuat emosiku memuncak. Lelaki itu menatapku garang. Lalu, menunduk membaca isi kertas yang ku lemparkan ke atas mejanya. “So?” “So, apa maksud kertas ini?!” Tanyaku dengan suara yang melengking membuat gema di ruangan ini. “Apakah kamu masih mempunyai sopan santun?” Lelaki besar berjas hitam itu berdi dari kursi kerjanya. “Apa masih berlaku sopan santu bagi orang yang tidak punya hati?!” Plakk Pipiku terasa panas. Lelaki itu melihatku garang. Aku mentapanya dengan tatapan jijik. Aku jijik kepada lelaki ini. “Terimakasih sebelumnya. Dan aku tidak akan pernah membunuh.” Kakiku melangkah menuju pintu keluar ruangan ini. Aku menutupnya dengan keras. Sekertaris yang berada di depan ruangan itu berdiri dan menundukkan kepalanya di hadapanku. Hatiku nyeri. Tak percaya dia bisa melakukan hal sekejam itu? Apakah itu adalah suatu pengorbanan? Aku tak percaya. Dan paling ku tak percaya dia memukulku. Anaknya sendiri. OoOoO Mengingat masa lalu adalah menambah nanah, luka di hatiku. Aku tidak akan menambah luka itu dengan terjebak dalam nostalgia. Yang lalu adalah hal yang lalu. Saat ini aku sedang menuju masa depanku. Bukan menuju masa laluku. “Ge..” Aku menoleh ke arah suara yang memanggilku, yang tak lain adalah Miss Cream, seorang senior di tempatku berkerja. “ Tolong antarkan pesanan ini ke ruang VIP nomor 786.” Aku mengangguk dan mengambil kereta dorong yang berisi pesanan itu dari tangan Miss Cream. Aku menyusuri orang-orang yang sedang menikmati makanan restoran ini. Senyum di bibirku tidak pernah pudar. Harus terlihat ceria, itulah kata-kata Miss Cream yang selalu ditekankankanya kepada semua bawahannya. 786 VIP. Jantungku berdegup kencang. Dua orang berpakaian hitam sedang berdiri di depan pintu masuk ruangan itu. Aku memeperlambat langkahku. Walaupun, aku memperlambat langkahku tetap saja aku akan mencapai ruangan itu. “Permisi tuan, nama saya Gea. Saya membawakan pesanan tuan.” Aku tersenyum, lalu cepat-cepat menunduk. Laki-laki itu masuk kedalam ruanga dan keluar lagi. “Silahkan masuk, Nyonya.” Dua orang lelaki ini menunduk ke arahku. Benakku bertanya, untuk apa orang-orang ini menunduk kea rahku? Tanpa, memperhatikan kedua orang ini aku masuk ke dalam ruangan VIP restoran ini. Warna hitam sangat mendominasi ruangan VIP ini, membuat diriku semakin takut. “Permisi tuan, nama saya Gea. Saya membawakan pesanan tuan.” Ruangan itu sangat sunyi. Hanya ada seorang laki-laki yang sibuk dengan laptopnya. Aku menunggu persetujuan dari laki-laki ini. Laki-laki ini, masih sibuk dengan monitor di depannya. “Permisi, saya membawakan pesanan tuan.” Kataku dengan penuh penekanan. Aku berdecak kesal. Bisa-bisa aku berada di ruangan ini sampai berjam-berjam. Karena laki-laki hanya sibuk dengan monitor di depannya. “Hem..” Laki-laki itu hanya bedeham, untuk mengisyaratkan kata iya. Aku menaruh cepat semua makanan di atas meja yang tersedia. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” “Namamu sekarang Gea?” Aku tercengang. Laki-laki itu mengangkat kepalanya. Tidak menyangka aku akan bertemu dengan orang yang sudah terkubur di dalam hatiku bersama memori masa laluku. “Begitulah. Kamu banyak berubah.” Dia sangat banyak berubah, gaya berbicaranya semakin berwibawa. Tubuhnya atletis. Dan gaya rambutnya, membuat bola mata perempuan terpesona. “Kamu juga. Kamu tampak bahagia.” Matanya menatap sesuatu. Sesuatu dari anggota tubuhku, jari jemariku. “Maksudmu? Aku terlihat bahagia?” Tanyaku heran. Aku memandang pergelangan tanganku. “Maksudmu aku terlihat F..at? “ I Don’t said that.” Dia tersenyum. Entah tersenyum lucu, atau mengejek. Di membentangkan tanganya. Aku segera berlari ke arahnya dan memeluknya erat. Hatiku berdesir, merasakan pelukan hangat darinya. Dia mencium puncak kepalaku. Aku benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengannya. Aku merebahkan kepalaku di atas lengan miliknya. Memejamkan mataku sejenak di lengan seorang yang sudah lama aku rindukan. “Kamu terlihat sangat cantik. Aku semakin menyangimu, Zee.” Dia mengelus pipiku. Aku menjewer kupingnya. Dia meringis, aku tertawa. Seandainya, aku bisa selamanya bersamanya. “Apa kamu bahagia dengan kehidupan seperti ini?” “Yeah. Apa aku terlihat menderita di atas semua ini? .” Aku duduk menghadap ke arahnya. Dia berbalik ke arahku. “Hem.. Apa kau tak ingin kembali?” “Kembali?” Aku menggelengkan kepalaku. “Aku sudah memutuskannya.” Dia menganggukkan kepalanya. “Tapi, aku sangat mencintaimu, aku menyangimu. Aku tidak ingin ada sesuatu hal terjadi padamu.” Katanya sambil menyentuh kepalaku. “Aku baik-baik saja.” Aku menggenggam tanganya. “Aku masih ada pekerjaan.” Aku merasa tidak akan aman aku berlama-lama di sini. Orang ini pasti akan memaksaku untuk kembali padanya. Kembali membantunya. Dan membantunya ada hal yang selama ini aku hindari setengah mati. Membantunya, pasti akan mengingatkanku kepada orang yang sudah menginkariku sebagai anaknya. Dan itu akan membuatku bertambah benci kepadanya. Aku mencium pipinya. “Kau yakin?” Dia menahan tanganku. Aku melepaskan gengamannya dan mengambil kereta dorong yang kosong akan pesanan. “Itu sudah keputusanku, Kak.” Jawabku sambil berbalik darinya. “I miss you, My Sister.” “Miss you too, My Brother.”

By Alifa Nurul Fajrika

Alifa Nurul Fajrika | jenjang SMP, kelas 2 | Asal Kabupaten Agam, Sumatera Barat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *