Loading

Karya: Novia Handayani
(Santri Pesantren Media)

Kepergian sang kekasih membuat Ningrum menjadi seorang gadis yang pendiam dan selalu menutupi dirinya dari orang lain. Bahkan, ia selalu menangis saat mengenang masa-masa indahnya itu bersama kekasihnya.

Dito, yang tidak lain adalah kekasih Ningrum meninggal dunia karena kecelakaan. Pada saat itu, Dito ingin meminang gadis pujaan hatinya itu, tapi Allah Swt. berkehendak lain. Sang kekasih mengalami kecelakaan dan tewas seketika.

Mendengar berita itu, Ningrum yang sudah tidak sabar menunggu pinangan Dito pun terkulai lemas dan tidak sadarkan diri. Beberapa menit kemudian, ia sadar dan langsung memanggil-manggil nama Dito. Sesosok lelaki yang sangat ia cintai itu.

Setelah beberapa hari kepergian Dito, orang tua Ningrum sudah tidak kuat lagi melihat anak yang dikasihinya itu selalu menyendiri dan menangis di kamarnya. Akhirnya mereka memutuskan untuk membawa Ningrum ke sebuah pondok pesantren di daerah tempat kelahiran ibunya, di Sukabumi, Jawa Barat. Tapi sayang, Ningrum awalnya menolak. Meskipun begitu, orang tua selalu berusaha membujuk Ningrum, hingga pada akhirnya, Ningrum menyetujui keputusan orang tuanya itu.

ooOoo

Ningrum diantar oleh kedua orangtuanya menuju pesantren yang sejuk dan asri di kawasan Sukabumi itu. Udaranya masih segar saat Ningrum dan kedua orang tuanya menyusuri jalanan lengang menuju pesantren. Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan melelashkan, Ningrum dan kedua orang tuanya sampai di pondok pesantrean. Mereka disambut pihak pesantran dan kemudian langsung memperkenalkan diri di depan teman-temannya. Beberapa orang temannya diminta oleh pengurus pesantren untuk engantar Ningrum menuju kamar barunya di pesantren itu.

Tempat yang dituju adalah semacam bangunan dengan ukuran yang cukup luas. Ada sekitar 5×7 meter persegi. Itulah kamar bersama untuk santri putri, yang diisi sekitar 20 orang. Sesak tetapi terlihat rapi. Dengan senang hati teman barunya itu membantu Ningrum merapikan bajunya di lemari pakaian.

Hari pertama ia di sana, ia sama sekali tidak semangat. Bahkan pada saat ingin makan pagi, ia lebih memilih tidur di kamarnya. Tapi guru yang mengajar di sana membangunkannya dan menyuruh ia untuk mandi pagi sekaligus sarapan pagi, karena sebentar lagi ia akan mengikuti materi pertama.

Ningrum menjalani hari itu dengan amat berat. Meski pada akhirnya ia mengikuti juga seluruh materi pelajaran sampai adzan Zuhur berkumandang pada hari pertamanya sekolah di pesantren.

Selesai shalat Zuhur, kawan-kawannya langsung menuju kamar untuk tidur siang, tapi Ningrum hanya diam sambil menitikkan air mata.  Sebenarnya ia ingin bercerita kepada teman-temannya tentang isi hatinya. Tapi ia tidak berani melakukan itu. Akhirnya ia memutuskan untuk memendam semua itu sendirian. Tidak disangka-sangka, muncullah sebuah ide, ia mengambil buku dan pulpen. Setelah itu, ia menulis apa yang ada dalam isi hatinya.

“ Ya Allah, Aku sangat merindukannya Aku tidak sanggup kehilangan dia. Kenapa Engkau mengambilnya secepat itu? Kenapa?“ Nurul menggerutu seolah protes kepada Allah Swt.

Selesai menulis tentang perasaanya, ia mengambil sebuah al-Quran yang sangat berarti untuknya. Al-Quran itu adalah pemberian dari Dito saat Ningrum berulang tahun beberapa hari peristiwa naas yang menimpa Dito. Tapi tiba-tiba saja ia tersontak kaget saat melihat sebuah kertas jatuh dari al-Quran. Di situ ia sangat penasaran apa isi kertas itu. Akhirnya ia langsung mengambil kertas itu, membukanya dengan perlahan-lahan dan membaca surat itu.

“Assalamuallaikum kekasihku!

Sebelumnya aku minta maaf ya, karena aku hanya bisa memberikan kamu hadiah al-Qur’an ini. Aku tidak punya cukup uang untuk membelikanmu hadiah yang lebih bagus dari itu. Aku harap kamu menyukai hadiahku dan mau membacanya. Kamu mau tahu kenapa aku memilih hadiah ini? Ya,  Aku ingin kamu itu selalu dekat dengan Allah Swt dan satu lagi, kamu jangan pernah meninggalkan shalat yah. Oya… al-Quran yang kuberikan padamu jangan cuma dipajang aja dan tidak dibaca. Kke? Hehehe…

     Aku rasa sudah cukup aku membuat surat ini, kalau kepanjangan jadi pidato dong bukan surat. Iya kan? Hehehe… Ya sudah kalau begitu, sekian dari aku. Sekali lagi selamat ulang tahun yah, semoga kamu menjadi gadis yang sholehah dan berhasil. Amin.

Wassalamuallaikum wr.wb

                                                                                                                        Salam

Dito

Selesai membaca surat itu, Ningrum tidak bisa membendung air matanya. Dia menangis sambil mengingat kembali kenangan yang Dito berikan kepadanya. Baginya, Dito adalah sesosok laki-laki yang mampu membimbing dan membahagiakan ia sampai akhir hayatnya.

Sejenak, ia mengambil kembali buku dan pulpennya untuk menuliskan kembali apa yang baru saja terjadi.

“Ya Allah. Hamba sangat mencintainya. Hanya ia yang bisa membimbing dan membahagiakan hamba. Dito adalah cinta sejati hamba. Hamba tidak sanggup menjalani hari-hari hamba tanpa seseorang yang sangat hamba cintai”

Cukup lama Ningrum berdiam di kamarnya. Hingga waktu Ashar tiba. Ningrum bergegas ke masjid untuk melaksana shalat Ashar bersama para santri lain dan guru-gurunya.

ooOoo

Selesai berdoa, Ningrum langsung mengeluarkan al-Quran dan membacanya. Sedangkan teman-teman yang lain memutukan untuk kembali ke kamarnya masing-masing.

Selama ia membaca, ia merasakan sebuah ketenangan dalam diri dan hatinya. Ia merasa bahwa semua beban yang ada di dalam hatinya itu  menjadi ringan. Meskipun ia belum terlalu lancar membacanya, ia berusaha untuk belajar, belajar, dan belajar.

Selesai membaca al-Qur’an, ia langsung merapikan seluruh alat shalatnya dan kembali ke kamarnya, karena sebentar lagi, ia harus melakukan kegiatan kultum dibarengi dengan curhatan para santri tentang kehidupannya yang kelam. Acara kultum itu dipandu seorang ustad.

Dari curhatan santri tersebut, sang guru berusaha untuk menguatkan dan memberi semangat dalam menjalani hidup di dunia yang hanya sementara ini.

“Kehilangan seseorang yang kita sayangi, cintai, dan dekat dengan kita itu memang sangat menyakitkan dan menyedihkan bagi kita. Tapi kita sebagai manusia yang masih diberi kesempatan untuk hidup, tidak boleh menyia-nyiakan waktu kita hanya untuk bersedih dan terpuruk seperti itu.  Setiap manusia itu pasti akan mati dan kembali pada Sang Khaliq. Jadi kita harus memanfaatkan waktu kita untuk beribadah dan berdoa agar dosa-dosa kita diampuni oleh Allah Swt.”

Mendengar perkataan sang guru, ia hanya menangis dan menyesali apa yang ia lakukan selama ini. Akhirnya ia memutuskan untuk mengubah sifat atau sikapnya. Kini, Ningrum menjadi pribadi yang baru. Ningrum yang memiliki kesabaran dan semangat hidup. Ia menjadi seorag gadis yang taat beribadah, ceria, dan tidak merasa terpuruk ataupun kehilangan lagi. []

By Administrator

Pesantren MEDIA [Menyongsong Masa Depan Peradaban Islam Terdepan Melalui Media] Kp Tajur RT 05/04, Desa Pamegarsari, Kec. Parung, Kab. Bogor 16330 | Email: info@pesantrenmedia.com | Twitter @PesantrenMEDIA | IG @PesantrenMedia | Channel Youtube https://youtube.com/user/pesantrenmedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *