Liputan Khusus Diskusi Aktual Pesantren Media, 18 Januari 2012
Mohon maaf kepada pembaca setia liputan khusus dari diskusi aktual Pesantren Media yang mungkin saja menunggu-nunggu sejak Rabu kemarin. Idealnya sih memang begitu selesai diskusi pada sore hari, paling cepat malam harinya sudah tayang di website resmi MediaIslamNet.Com dan PesantrenMedia.Com, serta di-share ke twitter dan facebook. Namun, yang terjadi seringnya telat. Maaf.
Langsung saja ya. Diskusi pekanan yang digelar saban hari Rabu di Rumah Media, yang sehari-harinya adalah tempat para santri Pesantren Media menimba ilmu, pada 18 Januari 2012 lalu mengambil tema “Pencabutan Subsidi BBM Kepentingan Siapa?”. Ya, tema ini diambil karena selain sedang hangat dibincangkan hingga saat ini, juga memang sangat dekat dengan kepentingan kaum muslimin, dan secara umum bagi rakyat Indonesia.
MediaIslamNet dan Pesantren Media memang berkomitmen untuk terus mengadakan diskusi ini, meski adakalanya peserta yang hadir lebih banyak dari kalangan internal MediaIslamNet dan Pesantren Media. Padahal, default-nya diskusi ini boleh dihadiri siapa saja yang ingin berbagi ilmu dan mencari ilmu dalam diskusi ini. Namun demikian, MediaIslamNet dan Pesantren Media tetap menggelar diskusi ini dan menyampaikan hasilnya via tulisan yang disebar di dunia maya. Insya Allah selain untuk pembelajaran para santri Pesantren Media dalam membuka wawasan terhadap perkembangan yang terjadi sehingga menumbuhkan wa’yu siyasi (kesadaran politik) mereka dalam memikirkan urusan kaum muslimin, juga untuk memberikan kontribusi ilmu dan wawasan serta opini alternatif bagi banyak kalangan, khususnya pengunjung setia website resmi MediIslamNet.Com dan PesantrenMedia.Com.
Diskusi ini tepat dimulai pukul 16.20 WIB. Telat dua puluh menit dari jadwal seharusnya, meskipun peserta diskusi ada yang sudah siap di tempat sebelum pukul 16.00 WIB. Ustadz Umar Abdullah, seperti biasa memimpin diskusi ini. Ia menyampaikan prolog dari tema dan judul kajian diskusi pekan ini.
Ya, sebagaimana sudah sesak ramai diberitakan oleh media massa. Undang-Undang APBN 2012 menetapkan subsidi BBM sekitar Rp 123,6 triliun. Subsidi BBM tahun 2011 sampai Desember lalu mencapai Rp 165,2 triliun, membengkak 127,4 persen dari subsidi dalam APBN-P 2011 sebesar Rp 129,7 triliun. APBN 2012 juga menegaskan tidak akan ada kenaikan harga BBM. Namun Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, opsi menaikkan harga BBM masih dimungkinkan, tergantung pembicaraan dengan DPR.
Itu sebabnya, Pemerintah akan memberlakukan pembatasan BBM subsidi mulai 1 April 2012. Sebab DPR dan pemerintah telah menyepakati UU No. 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 yang mengamanatkan pembatasan konsumsi BBM.
Namun, melihat dampak krisis Nigeria akibat pemogokan massal memprotes kenaikan harga bahan bakar minyak yang pecah pada 9 Januari 2012 lalu, pemerintah agak ketar-ketir juga. Menurut pemberitaan di ANTARANEWS (19 Januari 2012), Nigeria, eksportir minyak terbesar Afrika, kehilangan 1,3 miliar dolar AS (1 miliar euro) selama pemogokan melumpuhkan atas kenaikan harga bahan bakar minyak. “Diperkirakan bahwa negara itu kehilangan 207.408 juta naira selama delapan hari pemogokan,” kata Biro Statistik Nasional (NBS) dalam sebuah pernyataan, lapor AFP yang dikutip ANTARA.
Pemogokan dimulai pada 9 Januari dan menutup negara Afrika yang paling padat penduduknya. Saat itu puluhan ribu orang turun ke jalanan memprotes kenaikan harga BBM. Sektor grosir dan ritel yang paling parah dengan kerugian sekitar 87 miliar naira, atau 42 persen dari total kerugian.
Industri minyak dan gas berikutnya dengan kerugian 28,7 miliar naira. Sektor ini menyumbang lebih dari 90 persen dari pendapatan valuta asing Nigeria dari minyak. Pemogokan dan protes dihentikan pada Senin setelah Presiden Goodluck Jonathan menurunkan harga bahan bakar per liter dari 141 menjadi 97 naira. Pemerintah mengakhiri subsidi BBM pada 1 Januari, menyebabkan harga bensin menjadi lebih dari dua kali lipat dari 65 naira per liter menjadi 140 naira atau lebih.
Pemerintah Indonesia pantas merasa khawatir dengan gejolak protes kenaikan harga BBM di Nigeria yang bisa berimbas ke Indonesia. Khawatir kasus serupa bisa terjadi di Indonesia. Itu sebabnya, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono memastikan pemerintah tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak di Tanah Air hingga akhir tahun ini. Kebijakan menaikkan harga BBM dinilai tidak strategis dalam upaya mengurangi angka kemiskinan. “Percayalah, pemerintah tidak mungkin menaikkan harga BBM meski didesak banyak pihak. Pak Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) telah menyatakan hal itu kepada kami berulang-ulang,” kata Agung di Manado, Sulawesi Utara, Minggu (15/1/2012).
Menurut Agung, kebijakan menaikkan harga BBM berisiko dan memiliki resistensi ekonomi dan sosial. Namun, hal itu tidak berarti pemerintah ragu dalam kebijakan ekonomi, terutama penggunaan BBM (KOMPAS.com, 16 Januari 2012)
Seperti biasa, namanya juga diskusi, maka setelah prolog disampaikan kini giliran peserta diskusi diberi kesempatan mengajukan pertanyaan atau memberikan opininya. Abdullah, siswa kelas empat program homeschooling mengajukan pertanyaan mendasar sesuai dengan apa yang dipikirnya sebagai anak-anak, “Apa sih subsidi itu?” Meskipun menjawabnya mudah bagi orang dewasa yang sudah paham, tetapi harus memberikan jawaban yang memuaskan ‘alam pikir’ anak-anak.
Anak cikal saya, Muhammad Qais yang masih pelajar kelas 5 sebuah SDIT juga mengajukan pertanyaan standar khas anak-anak, “Mengapa harus ada subsidi?”
Taqiyuddin Abdurrahman yang biasanya bertanya kini puasa pertanyaan. Sehingga kesempatannya diberikan kepada para santri Pesantren Media. Novia Handayani, yang diberikan kesempatan pertama mengajukan dua pertanyaan, “Presiden mau mengurangi subsidi BBM, apakah benarkah? Kemudian Novia baca di koran, Partai Nasdem malah menyarankan menaikkan harga BBM, bukankah sama dengan membantai rakyat miskin?
Kesempatan bertanya diberikan juga kepada Farid Abdurrahman, santri ikhwan Pesantren Media, “Pengalihan subsidi itu ke mana sih?” tanyanya heran karena pemerintah memang sering menggembar-gemborkan bahwa BBM itu disubsidi, dan untuk kesekian kalinya dalam upayanya menaikkan harga BMM pemerintah beralasan bahwa subsidi itu sudah saatnya dicabut karena tidak tepat sasaran. Tetapi kemana sebenarnya subsidi itu berlabuh?
Menjawab persoalan
“Subsidi itu bantuan keuangan kepada pihak tertentu, umumnya dari pemerintah” jelas Ustad Umar Abdullah menjawab pertanyaan dari Abdullah. Jawabannya itu mewakili pendapat peserta lainnya yang juga sepakat mengajukan jawaban yang sama. Termasuk saya sendiri menjawabnya setelah mengklik ikon KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) di desktop laptop. Ya, KBBI versi digital yang programnya dibuat seorang kawan saya yang biasa bergelut di dunia teknik informasi, dengan memanfaatkan KBBI versi daring (dalam jaringan alias online yang disediakan gratis oleh Pusat Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan).
Selanjutnya Ustadz Umar memberikan tambahan informasi seputar subsidi BBM oleh pemerintah, “Apa itu subsidi BBM? Yakni, bantuan pemerintah kepada pertamina. Yak, kepada PT Pertamina. Perusahaan minyak yang kini sahamnya dimiliki 60 persen pemodal perorangan dan kelompok dan 40 persen lagi jatahnya pemerintah,” urainya. Catatan: meskipun dalam website resminya Pertamina menyebutkan bahwa 100% saham Pertamina dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, dengan Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai kuasa pemegang saham. Tetapi yang menjadi pertanyaan, mengapa harus menggunakan istilah saham, karena biasanya jika perusahaan sudah berstatus PT (perseroan terbatas) maka memang usahanya ditopang dari urunan saham beberapa pihak. Jika memang milik pemerintah tak usah dalam hal permodalan disebut lagi dengan istilah saham.
Lho, berarti selama ini subsidi itu sebenarnya untuk PT Pertamina? Bukan untuk rakyat? Ustadz Umar Abdullah melanjutkan informasinya, “Ya, intinya mereka mencari untung dari penjualan BBM yang diproduksi maupun yang bahan mentahnya diimpor. Banyak pihak yang menginginkan harga BBM Pertamina dijual dengan harga pasaran internasional. Itu sebabnya, subsidi pemerintah atas Pertamina diprotes oleh WTO. Organisasi perdagangan dunia ini meminta pemerintah supaya mencabut subsidi dan tidak boleh memproteksi perdagangan. Artinya untuk pasar BBM ini akan terjadi perdagangan bebas. Sehingga perusahaan internasional yang ikut mangkal di sini jualan BBM bisa bersaing dengan Pertamina. Jadi sebenarnya subsidi BBM dari pemerintah dilakukan untuk mengganti untung kepada Pertamina. Meski demikian, jika terjadi pencabutan subsidi BBM, maka Pertamina mengancam akan menjual BBM ke luar negeri,” ungkapnya panjang lebar.
Bagaimana hal ini bisa terjadi? Masih menurut Ustadz Umar Abdullah, “Menurut Kwik Kian Gie, sebenarnya biaya eksplorasi minyak hingga jadi itu hanya Rp 540. Lalu kenapa bisa mahal? Ya, karena pertamina sudah jadi PT (perseroan terbatas) yang sahamnya dimiliki pemodal individu dan kelompok. Penjualan premium Rp 4.500 saja untuknya sudah besar sekali. Padahal, Pertamina hanya mengelola 10 % dari total lahan tambang-tambang minyak di negeri ini. Sisanya dibagi-bagi kepada perusahaan asing macam Exxon, Total, Conoco, Shel, Caltex dan puluhan perusahaan lainnya yang mencari makan di negeri kaya raya tapi salah urus ini,” geram Ustadz Umar menyampaikan fakta.
Junnie Nishfiyanti, Koordinator Narasumber Majalah Udara Voice of Islam, juga ikut memberikan komentar atas rencana pencabutan subsidi BBM, “Pemerintah tentu punya target pertumbuhan ekonomi, jadi kalau dicabut subsidi, sebenarnya perekonomian akan jatuh. Apakah ini disadari oleh pemerintah?
“Ya, jika BBM dinaikkan karena subsidinya dicabut, maka harga-harga akan ikut merangkak naik. Bukan tak mungkin nanti PNS minta naik gaji, dan ini maka akan membebankannya kepada APBN. Ada efek domino: dengan alasan harga BBM naik, maka biaya transportasi meningkat, jika yang dibawa adalah sembako maka otomatis harga sembako melesat naik, disusul harga lainnya. Ini sudah berulang kali terjadi. Bukan tak mungkin akan terjadi kerusuhan. Apalagi jika militer memihak rakyat,” ucap Ustadz Umar Abdullah menyampaikan pendapatnya menanggapi pernyataan Junnie Nishfiyanti.
Menanggapi pertanyaan Novia, Ustadzah Lathifah Musa menyampaikan sedikit informasi bahwa bukan hanya partai di luar parlemen seperti Nasdem yang mengusulkan kenaikan harga BBM, seluruh fraksi di DPR menyetujui pencabutan subsidi BBM, kecuali PDIP yang menolak dengan alasan membela rakyat.
Mengapa Partai Nasdem ikut-ikutan mengusulkan kebijakan menaikkan harga BBM? Menurut Ustadz Umar Abdullah, “Partai Nasdem sih sepertinya akan berubah sikap suatu saat nanti. Partai pimpinan Surya Paloh ini sudah membuktikan berubah sikap. Ketika pertama kali berdiri, Paloh—yang kalah bersaing darie Abu Rizal Bakrie di Golkar ini—bilang bahwa Nasdem tak akan menjadi partai politik. Meski untuk itu saya tidak percaya, saya berpikir bahwa nanti menjelang pemilu akan didaftarkan sebagai parpol. Terbukti benar dugaan saya. Nasdem kini menjadi parpol. Bukankah itu perubahan sikap yang bahkan ditunjukkan pemimpinnya sendiri? Tak heran jika Sri Sultan Hamengkubuwono X kemudian keluar dari Nasdem meski diawal sudah setuju dengan plaform Nasdem. Lihat saja nanti, juga akan berubah seiring perjalanan waktu, terutama ketika diberi kesempatan berkuasa.”
Diskusi yang dibuat ringan meski dengan membahas tema berat ini berlangsung gayeng, santai, dan bertaburan makanan yang bisa mengenyangkan. Karuan saja membuat peserta diskusi betah. Terutama anak-anak, di antaranya kedua anak lelaki saya yang ikut serta dalam diskusi ini.
Waktu sudah melewati pukul 17.00 WIB. Tinggal satu pertanyaan yang belum dijawab, yakni dari Farid. Sengaja Ustadz Umar Abdullah melempar pertanyaan ini untuk dijawab oleh peserta diskusi lainnya agar berani mengajukan jawaban.
Menerima tantangan itu, Novia mencoba mengajukan pendapatnya, “Akan dialihkan ke sektor kesehatan dan pendidikan,” ujarnya. Dan kemudian ditanggapi Ustadz Umar Abdullah, “Ya, itu versi pemerintah,” tukasnya.
Ustadzah Lathifah Musa memberikan informasi berkaitan dengan pertanyaan Farid, “Menurut Ihsanuddin Noorsy, subsidi dialihkan untuk pembayaran utang pemerintah ke Bank Dunia.”
“Sebenarnya pemerintah tahu dengan kenaikan harga BBM akan banyak pabrik yang gulung tikar, rakyat tidak bisa membeli barang-barang. Seolah-olah pemerintah tidak punya alternatif lain sehingga harus mencabut subsidi BBM. Jadi tergantung posisi pemerintah di hadapan rakyat untuk saat ini. Jika berpihak kepada kepentingan rakyat tak akan mencabut subsidi, tetapi jika berpihak kepada kepentingan asing sudah jelas rakyatnya yang akan dikorbankan,” demikian penjelasan Ustadz Umar Abdullah.
Menanggapi pernyataan Ustadz Umar Abdullah, Fauziah, mahasiswi sebuah perguruan tinggi di Bogor yang juga kawannya Junnie Nishfiyanti berkomentar, “Kenaikan harga terus dari tahun ke tahun. Bukan hanya karena kenaikan BBM, tetapi karena inflasi juga. Apa benar?” tanyanya.
Namun dijawab langsung oleh Ustadz Umar Abdullah, “Justru inflasi dipengaruhi banyak hal, salah satunya dari kenaikan kenaikan harga BBM dan sebagainya yang langsung berhubungan dengan kebijakan ekonomi.”
Solusi terbaik
Diskusi ini memang diadakan untuk mencari solusi, khususnya untuk kemaslahatan kaum muslimin, maka jelas harus ada solusi terbaik. Itu pula yang kemudian ditanyakan oleh Fatimah NJL, siswi kelas 6 sebuah SDIT dan juga ‘santri kalong’ di Pesantren Media Bogor, “Lalu bagaimana solusi Islam atas masalah ini?”
Junnie Nishfiyanti langsung menjawab, “Tegakkan khilafah Islamiyah!” serunya semangat.
“Ya, itu jawaban sistemiknya. Khilafah Islamiyah!” jawab Ustadz Umar Abdullah. Selanjutnya, Direktur Pesantren Media ini menjelaskan bahwa, “Negara Islam, yakni Khilafah tidak akan tunduk kepada kekuatan asing. Indonesia itu negeri yang subur, kaya minyak bumi dan gas. Cukup sebenarnya untuk tidak impor minyak dari luar negeri. Jika ladang-ladang minyak tidak diserahkan kepada asing, maka cukup untuk mengelola ladang-ladang minyak itu. Sehingga harga BBM menjadi murah,” jelasnya.
Lalu bagaimana solusi terbaik lepas dari masalah ini? Ustadz Umar Abdullah, yang juga pengisi tetap rubrik Warkop di Majalah Udara Voice of Islam yang disiarkan di lebih dari 260 radio seluruh Indonesia memberikan solusi, “Usir perusahaan-perusahaan asing yang menggerogoti ladang-ladang minyak di negeri ini. Ladang minyak adalah milik umum—dalam hal ini kaum muslimin di negeri ini—yang dikelola oleh negara. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad). Kata an-nâr (api) mencakup semua jenis energi yang disebutkan di atas. Oya, ini bukan hanya milik kaum muslimin di Indonesia, tetapi seluruh dunia. Sebenarnya mudah bagi penguasa muslim untuk menerapkan syariat Islam. Janji Allah Swt. itu luar biasa, negara barokah jika menerapkan syariat Islam. Insya Allah.”
Lalu bagaimana dalam kasus BBM ini jika setelah diolah oleh negara kemudian didistribusikan lagi kepada rakyat? “Ya, negara secara syar’i dituntut untuk mengeksplorasi energi itu dan mendistribusikannya kepada rakyat. Biaya ‘cari, gali, dan distribusi itu’ akan ditanggung negara. Jika negara menjualnya, negara harus mendistribusikan keuntungan hasil penjualannya kepada rakyat. Negara tak boleh memungut biaya dari rakyat kecuali pungutan yang tidak melebihi biaya riil untuk mengatur pengelolaan BBM. Sekadar balik modal saja. Bukan untuk menuai keuntungan,” Ustadz Umar Abdullah menutup pembahasan dalam diskusi berjudul “Pencabutan Subsidi BBM Kepentingan Siapa?” yang digelar Rabu, 24 Shafar 1433 H atau bertepatan dengan 18 Januari 2012 lalu di Rumah Media.
Adzan Maghrib berkumandang. Sebelum diskusi benar-bernar selesai yang biasa diakhiri dengan doa yang dipimpin Ustadz Umar Abdullah, saya seperti biasa menyampaikan hasil diskusi berupa poin-poin yang dibahas agar peserta diskusi bisa mengingat kembali dan hasil lengkapnya ditulis dalam laporan yang sudah Anda baca ini. Semoga bermafaat dan barokah. Satukan visi dan misi dalam perjuangan menegakkan syariat Islam di muka bumi ini demi kemaslahatan seluruh umat manusia di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Insya Allah. [OS]