Ket: Sambungan cerpen Ibu? Bunda?
Tak tau kenapa sohibku yang satu ini sangat antusias sekali ini dengan gosip baru di sekolahku. Biasanya Verli orang yang cuek dengan dengan gosip di sekolah. hampir sama denganku.
“Fin.. Katanya dia itu badai banget.” Badai? Memangnya angin? Gerutuku dalam hatiku.
“So? Apa urusannya dengan gua?” Kataku dengan santai. Aku mulai kembali menyantap spageti yangku pesan. Spageti terenak sejagad raya ini. Pastinya! Buatan Bule Desy. Spageti buatan bule Dessy mulai memenuhi mulutku. Verli cewe feminim ini tercengang melihat kelakuaanku . Rasanya aku ingin tertawa melihat mukanya saat ini. Muka datar, mulut terbuka seperti gua dengan softlens coklat. Rambut yang tergerai lurus, poni menutupi jidatnya dan bandu biru malam yang terpasang di rambutnya.
“Ehk!” Aku tersedak. Verli terkejut dan segera menyodorkan minuman ke arahku. Aku dengan cepat meraih minuman itu dan meminumnya.
“Ha ha ha ha ha” Aku tertawa. Verli kembali bingung dengan ekspresi sebelumnya. Aku makin tertawa dibuatnya.
“Fen? Lo kenapa sih?” Verli menatap mataku dengan tajam. Wow! Ngeri juga tatapan Verli. Bisa mati kalo akau balas menatap matanya.
“Muka lo Ver?” Kataku meminum jus Jeruk pesanana Verli yang hampir habis setengahnya olehku. Verli dengan cepat meraba-raba wajah dan rambutnya.
“Udah. Udah. Lo tambah lucu. Forget it” Rasanya aku masih ingin melanjutkan ketawaku. Tapi, nanti aku dikira orang gila. Mimic muka Verli menunjukkan rasa lega. Aku ikut lega. Ketika aku melihat muka Verli.
“Fen! Lo tau gak? Tuh anak dari SMK Banua, Fen! Saingaan berat kita Fen!” Verli dengan semangat. Bingung. Aneh. Berputar di benakku. Verli sohibku paling baik, semangat sekali menyampaikan berita ini kepadaku.
SMK Banua memang adalah saingan berat SMK Bina Didik di kota ini. Kedua SMK ini adalah SMK favorit di kota ini.
“Oh..” Aku kembali melahap spageti. Sampai bel berbunyi. Begitu juga Verli. Verli kembali menyantap Humberger yang di pesannya.
OoOoO
“Fen? Gua pulang duluan ya?”
“Oh. He’eh” Kataku sambil mengacungkan ibu jariku. Verli masuk ke dalam mobil jemputannya.
Rasanya hari ini berlalu dengan lambat sekali. Mana pelajaran di sekolah sangat membosankan. Aku masuk ke dalam mobilku dan bertupang dagu ke setir mobilku. Dari kaca aku bisa melihat, anak-anak SMK Bina Didik. Aku mulai meneggakkan tubuhku. Kunci mobil kini mulai ku putar ke arah ON.
“Sial!” Kataku membenturkan dahiku ke atas setir. Aku mulai memutarkannya lagi. Sayangnya, tetap saja tidak bisa. Mataku melirik ke arah bensin. Bensinnya masih setengah kok. Aku keluar dari mobil dan membuka kap mobilku.
“Aduh! Mana aku gak bisa memperbaiki nih mesin lagi!” Kataku dengan nada sebal. Aku berjalan menuju pintu mobil dan memasukan sebagian tubuhku ke ruangan mobil untuk mengambil hp-ku. Aku mulai memencet nomor hp Pak Den untuk menjemputku. Pak Den adalah supir keluargaku. Dulu, beliaullah yang mengantarkanku kemana-mana. Setelah aku bisa mengendarai mobilku sendiri. Pak Den menjadi supir pribadi tante-tente yang ada di rumahku itu.
“Woy!” Hanya tinggal sekali tekan aku akan tersambung dengan Pak Yanto.
– Aku berpaling menghadap seseorang yang memakai celana hitam panjang, baju seragam putih, dengan dasi panjang hitam.
“Maaf. gak usah teriak kali. Telinga gua masih normal, kok!” Ujarku dengan berkancang pinggang.
“Oooh. Sory!” Katanya yang melihat-lihat mobilku.
“Mobil lo kenapa?” Orang itu mendekati bagian depan mobilku.
“Bukan urusanmu!” Kataku jutek. Dalam hatiku berkata” Nih orang sok amat!”
“Mau gue bantuin gak?” Katanya dengan mengotak-ngatik bagian depan mobilku.
“Gak usah! Gue bisa panggil supir gue kok. Jadi, gue gak butuh bantuan lo!” Kataku yang menyingkirkan tangannya dan menutup —-kap mobilku.
“Wiss. Pedes juga omongonnya!”Orang itu makin lama makin menyebalkan.
Aku menekan nomor telephone Pak Den! Tersambung! Yuhuuuu..
“Halo Pak Den!”
“Iya Non Feni. Ada apa?”
“Pak bisa jemput Feni di sekolah! Mobil Feni lagi eror nih Pak!”
“Aduh Non! Maaf, ya Non! Saya nunggu Ibu belanja di mall. Kalo mau sebentar lagi, Ibu selesai belanjanya. Nanti saya jeput Non.” What? Dia mau jemput gue sama tante-tante itu. Duduk sebaris.
“Ya. Udah deh Pak Den. Feni bisa pulang sendiri!”
“Tapi, Non..”
“Udah gak papa!” Aku yang memotong pembicaraan. Dan mematian kontak dengan Pak Den.
Aduh! Masa aku harus jalan cari bengkel gitu. Sendiri? It’s Ok. Tapi, kalo gue ketemu sama anak SMA Banua di jalan. Bisa di keroyokin gue. Mana gue sendiri lagi! Aduh1 pak satpam yang jaga di sana mana lagi?
Orang itu masih berjalan dengan santai. Tanpa berpikir pangjang lagi. Aku memanggilnya.
“Woy! Tunggu bentar!” Orang itu tetap saja berjalan dengan santai. Aku mengerangkan gigi dan mengempalkan lima jariku.
“Tu orang. Budek apa?” Gerutuku.
“Woy. Manusia yang lagi jalan pakebaju seragam sekolah SMA Bina Didik!” Aku berteriak dengan sekuat tenaga. Orang itu menoleh dan tersenyum tipis. Unutung saja di lapang parkir sedang tidak ada orang.
“Gue?”
“Siapa lagi!”
Aku mendengus. Orang itu berjalan menuju dengan gaya santainya sambil memainkan pulpen di tanganya. Orang itu langsung menuju depan mobilku dan membuka kap mobilku. Aku hanya bisa menganga selebar-lebarnya dan merasakan rasa kesal kepada orang ini.
“Coba di gas.” Katanya yang sibuk memperbaiki mobilku. Aku menggaguk dan masuk kedalam mobilku. Aku menggas. Berhasil.
Orang itu mengangkat kepalanya. Dan menutup kap mobilku. Dia tersenyum tipis kepadaku dan pergi meninggalkan begitu saja. Orang itu sangat aneh bagiku. Aneh sifatnya dan juga wajahnya. Maksudnya, aneh wajahnya. Aku tidak kenal orang ini. Aku keluar dari mobil. Dan mengejar orang itu.
“EH!” Kataku yang setengah berlari. Orang itu tetap berjalan.
“Woy! Lo budek apa?” Aku berdiri kesal. Orang itu berpaling dan tersenyum tipis.
“Kenapa?” Orang itu mendekatiku. Huh. Harus bisa control emosi. Walaupun api yang ada di dalam hatiku sedang menyala-nyala.
“Makasih ya.” Kataku dengan gaya Sang Ratu dengan ayu.
“Iya. Sama-sama.” Katanya.
“E.. lo murid baru di sini?” Kataku. Sebenarnya sih aku malu berbicara dengan orang yang tidak aku kenal. Benar-benar. Kali ini aku memang mersakan mau.
“Iya. Gue Haikal.” Katanya mengulurkan tangan. Aku membalasnya.
“Gue Feni.” Orang itu mengganguk. Aku hanya dapat tersenyum. Dan melepaskan gengamaanku.
“ Lo kelas berapa?” Katanya yang berdiri dihadapanku.
“Gu..e gue kelas sebelas dua.” Dia mengangguk. Dan tersenyum.
“Lo?” Tanyaku pendek.
“Gue kelas Dua belas tiga.” Katanya. Aku hanya bisa terngnga. Nih, orang katanya baru. Kok, udah bisa langsung masuk dua belas tiga. Gila.
“ Gue pindahan dari SMA Banua.” Aku kembali ternganga. What? SMA Banua?
Bersambung..
[Saknah Reza Putri, santriwati kelas 2 jenjang SMP, Pesantren Media]