Dua hari kemudia…
Aku termenung memperhatikan langit yang penuh dengan bitang. Berkelap-kelip seakan gembira dan tak punya beban. Tak terasa, butiran-butiran air mata jatuh membasahi pipiku. Aku teringat akan kejadian dua hari yang lalu.
Aku telah melakukan sebuah kesalahan. Aku telah mempermalukan Anita dan membuat Anita marah. Aku tak bermaksud menyakitinya. Aku hanya ingin memberikan sedikit pelajaran. Karena aku tahu, kalau Anita terus-terusan seperti itu, dia akan merasakan sakit yang lebih dari sekedar tamparan. Mungkin, dia akan diperkosa atau dilecehkan oleh kaum adam. Dan jika itu terjadi, aku yakin rasa sakitnya lebih dari tamparan yang kulayangkan kepipinya. Sungguh, aku tak ingin itu terjadi padanya.
SMS “Assalamu’allaikum, Anita. Dinda mau minta maaf. Kemarin Dinda sama sekali nggak ada niat mau nyakitin kamu. Dinda cuma mau kamu merubah gaya berpakaianmu. Jujur, sebenarnya aku lakukan itu karena aku takut kamu celaka karena baju yang mini. Tapi kemarin, aku terbawa emosi. I am so sory, Nit.”
Telepon, SMS dan chatku tak dibalasnya. Aku tak tahu haru gimana lagi. Semua solmednya (social media) ku kirimi kata-kata maaf. Tapi, tak ada satupun yang direspons.
Bersambung…
[Nurmaila Sari, santri angkatan ke-2, Pesantren Media]