Di sebuah desa yang masih begitu alami, tinggal lah sepasang suami istri yang baru menikah. Sang suami bernama Jarwo, asalnya dari Jawa. Sedangkan sang istri bernama Naomi, berasal dari Jepang.
Jarwo berprofesi sebagai pawang hujan dan Naomi berprofesi sebagai penjahit. Hari-hari mereka dihiasi dengan kesederhanaan dan penuh dengan senyum. Meskipun menikahi lelaki asing merupakan aib bagi wanita Jepang, ditambah lagi dengan keadaan Jarwo yang hanya mengandalkan profesinya sebagai pawang hujan, Naomi tidak pernah mengeluh.
“Ada apa? Masalah itu lagi?” Tanya Jarwo pada Naomi.
“Aku tidak pernah menganggap ini sebuah masalah dan aku tidak pernah menuntut.” Naomi menjawab pertanyaan Jarwo sambil terus membuat boneka yang di negara Jepang biasa disebut teru teru bozu.
“Bukannya aku tidak mau mengalah, tapi kamu mengerti kan… aku tak mau kamu tidak pernah merasa puas.”
“Ini bukan soal puas atau tidak, ini soal rasa nyaman.”
Ooo
Seorang lelaki parubaya mendatangi kediaman Naomi dan Jarwo dengan sepeda ontelnya.
Setelah dipersilahkan masuk oleh Jarwo, lelaki itu memperkenalkan dirinya dan menceritakan maksud kedatangannya. Lelaki itu bernama Broto. Broto bermaksud untuk meminta bantuan kepada Jarwo untuk memindahkan hujan pada hari Selasa Pahing, karena Broto akan mengadakan acara dan Jarwo menyetujui permintaan Broto.
Sebelum pamit, Broto memberikan sebungkus rokok dan beberapa lembar uang. Namun Jarwo hanya mau menerima uangnya saja, dengan alasan rokok untuk teman mengopi dan uangnya nanti saja kalau sudah berhasil.
Tidak lama setelah Broto meninggalkan rumah Jarwo, datanglah sepasang kekasih yang keduanya sama-sama perempuan. Perempuan pertama berambut pendek dan terlihat lebih feminin, sedangkan perempuan kedua rambutnya dikuncir kuda dan menggunakan topi. Dilihat dari penampilan kedua perempuan itu, sepertinya yang berperan sebagai laki-laki adalah perempuan kedua.
Perempuan pertama memasuki rumah Jarwo dan menemui Naomi. Sedangkan perempuan kedua duduk di luar rumah bersama Jarwo. Mereka berdua saling berbincang-bincang. Ternyata, perempuan kedua ini tak lain dan tak bukan adalah kakak perempuannya Jarwo.
Sang kakak menasehati agar Jarwo mencari pekerjaan yang lebih layak, seperti menjadi guru les atau guru SD, karena Jarwo memiliki otak yang pintar dan gajinya juga terjamin. Namun, Jarwo menolaknya dengan alasan yang tidak diberitahukan kepada kakaknya.
Ooo
Di siang yang tidak begitu terik, seorang lelaki datang mengunjungi rumah Jarwo dan Naomi menggunkan mobilnya. Lelaki itu bernama Hatashi Takeda, teman sekaligus saudara Naomi satu-satunya di desa ini.
Naomi menyambut kedatangan Hatashi Takeda dengan begitu ramah dan mepersilakannya masuk. Naomi kemudian membuatkan segelas teh dengan cara seperti yang biasa orang Jepang sajikan.
Hatashi Takeda datang untuk memberitahukan kepada Naomi bahwa dia akan pulang ke Jepang dan bermaksud untuk mengajak Naomi ikut pulang ke Jepang. Namun, Naomi menolaknya karena Naomi merasa senang dengan kehidupannya yang sekarang. Setelah memberitahukan maksud kedatangannya, Hatashi Takeda pamit pulang.
Ooo
Di ruangan penyimpanan kayu bakar, Jarwo melakukan berbagai macam gerakan tarian untuk meluapkan kemarahannya.
Naomi datang dan memanggil Jarwo beberapa kali, namun tidak ada jawaban dari Jarwo. Naomi pun menjadi kesal dan menangis dan pergi meninggalkan Jarwo.
Merasa tidak enak, Jarwo keluar dari ruangan itu dan pergi menghampiri Naomi. Jarwo melihat Naomi sedang melakukan tarian untuk meluapkan kemarahannya. Tarian itu dilakukan di sebuah ruangan yang di terasnya dipenuhi dengan burung-burung yang terbuat dari kertas origami. Pada akhirnya, Jarwo ikut menari bersama Naomi. Keduanya melakukan gerakan tarian yang begitu aneh.
Di malam harinya, Jarwo kemudian melakukan ritual-ritualnya sebagai pawang hujan.
Ooo
Keesokan harinya, dari hari yang masih pagi, Jarwo berangkat menuju kediaman Broto. Sebelum berangkat, Naomi memberikan tas berisi alat-alat perlengkapan Jarwo dan sebuah teru teru bozu. Kemudian Jarwo mengecup kening Naomi dan pergi meninggalkannya.
Saat Naomi sedang menjemur pakaian, datanglah seorang lelaki menggunakan sepeda motor. Di jok motor bagian belakang terdapat sebuah WC duduk berwarna putih. Lelaki itu datang menghampiri Naomi dan memberikan gulungan kertas dan sebuah batu yang dihiasi pita kepada Naomi.
Untuk cintaku, Naomi. –Jarwo
Naomi pun tersenyum bahagia.
[Cylpa Nur Fitriani, Kelas 3 SMP, Santriwati Angkatan ke-1 Jenjang SMP, Pesantren Media]