Loading

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan beribu-ribu nikmatnya. Shalawat tak lupa senantiasa tercurahkan kepada junjungan alam nabi kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam beserta para keluarga dan sahabatnya. Tak lupa pula kepada kedua orang tua saya yang senantiasa memanjatkan doanya untuk saya, adik, juga kaka saya.

My food. Ya, makanan saya, makanan saya di pondok dan di rumah memang berbeda yang pernah sekolah di pondok pesantren pasti tahu makanan-makanan yang disediakan walau itu tak terlihat nikmat. Namun dengan kebersamaanlah makanan itu menjadi nikmat. Memasuki kelas 1 MTs saya memang sudah lepas dari orang tua saya dan menjalani hidup mandiri bersama kawan-kawan seperjuangan dengan watak yang berbeda-beda pastinya.

Menghadapi masalah dengan sendiri itulah yang saya rasakan ketika saya belum mengenal atau beradaptasi di lingkungan pesantren, karena sesungguhnya setiap individu pasti memiliki masalahnya masing masing.  Berbicara soal makanan, dulu memang makanan di pondok itu sangat khas bahkan memiliki nama julukan yang berbeda-beda. Nama julukan itu sendiri para santrilah yang membuatnya. Contohnya sayur sop atau sering dikenal dengan “sop tuyul”. Mungkin nama ini terdengar cukup aneh karena bisa membuat orang berpikir mana bisa makhluk gaib dibuat sop So, ini hanya nama saja ya.

Kenapa disebut sop tuyul? Karena sop ini dagingnya hanya penuh dengan kepala ayam yang botak, guys. Masuk akal sih, tapi ya begitulah santri yang senantiasa membuat hal baru walau sedikit menjengkelkan. Hmm… masih banyak lagi sih, tapi saya hanya bercerita nama makanan dulu di pondokku saat aku masih MTs.

Saat ini, ketika di Pesanren Media, soal makananku tak banyak berubah. Aku memasuki kelas 1 SMA. Di sini saya banyak-banyak besyukur atas nikmat Allah karena saya bisa menikmati kenikmatannya yang senantiasa saya rasakan. Salah satunya seputar makan. Kali ini makanan saya dulu dan sekarang memang berbeda. Bisa dikatakan “bagaikan langit dan bumi” yang jaraknya sangat jauh. Mengapa saya katakan seperti itu?

Karena waktu saya masih MTs di pondok saya dulu, jarang sekali makan daging ayam, tongkol, dan telur. Bahkan senikmat-nikmat makanan di sana adalah telur. Ya, telur. Di pondok yang dulu, dalam seminggu, makan daging ayam hanyalah sekali saja itu pun dengan ukuran yang tidak menentu. Tapi sekarang di sini, kalau ada yang bilang ada santri di 3 pondok merasa iri dengan makanan di sini (Pesantren Media), maka pondok saya dulu pun harus masuk daftar dalam hal iri ini. Makanan di sini sangatlah nikmat dan membuat saya jauh dari kufur nikmat.

Ya, sobat-sobatku sekalian. Itulah my food, walau pun tak semewah makanan orang orang tajir, saya akan tetap mensyukuri apa yang telah di berikan oleh Allah. Sobat sekalian juga harus banyak bersyukur ya, karena tak sedikit orang yang susah dalam mencari makan untuk hidupnya sendiri. Terima kasih. Good luck. [Muhammad Farid Sabilah, kelas 1 SMA]

By Administrator

Pesantren MEDIA [Menyongsong Masa Depan Peradaban Islam Terdepan Melalui Media] Kp Tajur RT 05/04, Desa Pamegarsari, Kec. Parung, Kab. Bogor 16330 | Email: info@pesantrenmedia.com | Twitter @PesantrenMEDIA | IG @PesantrenMedia | Channel Youtube https://youtube.com/user/pesantrenmedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *