Loading

Oleh Fathimah NJL (Santri Pesantren Media)

Ketika Vera sedang berjalan pulang, cuaca cerah sekali. Tak ada awan satupun. Namun, sesaat kemudian, hujan mulai turun. Vera mempercepat jalannya. Tapi itu sia-sia. Hujan langsung turun dengan derasnya mengguyur jalanan beraspal. Akhirnya, Vera berteduh di teras sebuah toko.

“Perasaan tadi perkiraan cuaca di TV hari ini tidak hujan.” gumam Vera. Sudah 10 menit Vera manunggu. Hujan bukannya reda, tetapi malah bertambah deras.

“Aduh, bagaimana ini? Bisa sampai malam menunggu.” Keluh Vera. “Hmm…, hujan-hujanan aja deh! Tasnya dimasukkin ke kantong keresek.” Kata Vera lagi. Dia langsung memasukkan tasnya ke dalam kantong keresek dan … Larii! Saat menyeberangi Jalan, Vera melihat di langit ada ranting pohon berwarna putih menyala-nyala. Tiba-tiba …

Dhuarr!!

“Waaa … !!” Vera langsung berlari menuju Telepone umum yang sudah rusak. Dengan perasaan takut, nafas masih tersenggal-senggal dan jantung masih deg-degan Vera berkata,

“Wah, coba telepon umumnya masih nyala. Eh, tapi juga sia-sia. Aku tidak membawa uang koin.” Kata Vera sambil tertawa.

Tiba-tiba, Vera melihat sesosok hitam berjalan menghampirinya. Semakin dekat, semakin jelaslah wajahnya. Ternyata itu adalah Bu Fitri. Bu Fitri adalah wali kelas Vera.

“Vera belum pulang? Ibu anterin ya!” kata Bu Fitri. Vera mengangguk.

*****

“Ayah, Perkiraan cuaca di TV itu tidak benar ya?” Tanya Vera kepada Ayahnya saat makan malam.

“Kalau dulu memang bisa. Tapi, kalau sekarang sudah susah.” Jawab Ayah. Lalu meneguk teh hangatnya.

“Kenapa memang kenapa? TV nya bohong ya?” kata Fira menebak-nebak.

“Bukan, karena cuaca cepat berubah-ubah dengan cepat ataupun lambat. Itu disebabkan karena lapisan ozon mulai menipis, berlubang, dan makin lama menghilang.” Jelas Bunda.

“Memang kalau menghilang kenapa?” tanya Vera.

“Nanti sinar matahari langsung menyengat dengan sangat panas.” Kata Kak Reva ikut-ikutan.

“Wah, kasihan ya, Bumi.” Kata Fira dengan wajah memelas.

“Jadi, bagaimana cara mengatasinya?” tanya Vera.

“Hmm…, bisa dengan menanam pohon.” Kata Ayah berpikir. Mendengar itu, Vera mendapat ide.

“Bagaimana kalau kita mengajak masyarakat menanam pohon.” Usul Vera.

“Bagaimana caranya?” tanya kak Reva masih belum mengerti.

“Pertama, kita beritahu dulu kepada masyarakat. Untuk permulaan, kita ajak masyarakat komplek kita ini dulu. Lalu, kita bagikan kepada masing-masing rumah satu kantong bibit tanaman. Selanjutnya, kita tanam bersama-sama.” Kata Vera menjelaskan maksudnya.

“Jangan lupa! Kita bersihkan saluran-saluran air dan pekarangan lingkungan kita. Agar menjadi lebih bersih.” Fira menambahkan.

“Setuju?!” Vera dan Fira serempak bertanya.

“Setuju!” jawab mereka semua serempak.

“Haha, walau pun masih kecil, Vera dan Fira kadang berpikir dewasa, ya.” Canda Kak Reva diikuti tawa semuanya yang membuat wajah Vera dan Fira memerah.

“Oke. Nanti Ayah akan bekerja sama dengan Pak RT dan Pak RW.” Kata Ayah.

“Ya sudah. Kalian tidur dulu. Besok masih sekolah, kan?” kata Bunda. Semua mengangguk dan segera menyikat gigi. Mereka masuk ke kamar masing-masing.

*****

Hari ini hari Jum’at. Hari ini, setelah Ayah pulang bekerja jam 2, Ayah pergi menemui Pak RW. Di sana juga sudah ada Pak RT. Ayah memang sudah memiliki janji dengan kedua pemuka masyarakat itu.

“Jadi bagaimana rencana Pak Rahman mengenai penghijauan yang sempat kita bicarakan kemarin?” tanya Pak RW.

“Jadi kemarin Vera, anak saya mengusulkan. Bahwa, beritahukan dulu kepada masyarakat. Untuk permulaan, kita ajak masyarakat komplek kita ini dulu. Lalu, kita bagikan kepada masing-masing rumah satu kantong bibit tanaman. Selanjutnya, kita tanam bersama-sama.” Kata Ayah mengingat perkataan Vera. “Lalu kata Fira juga harus dibersihkan saluran-saluran air dan pekarangan lingkungan ini.” Katanya lagi.

“Wah, bagus kalau begitu.” Kata Pak RT.

“Baik, berarti, besok saya akan membuat surat pemberotahuan kepada seluruh masyarakat.” Kata Pak RW. “Terima kasih Pak Rahman atas usulnya. Untuk dananya, kita akan menggunakan dana donatur masyarakat sisa bulan-bulan lalu yang masih saya simpan.”

“Terima kasih kembali Pak.” Kata Ayah sambil menyalami Pak RW dan Pak RT.

*****

Setelah kerja bakti penghijauan sudah berlangsung dan berhasil, komplek rumah Vera perlahan mulai menghijau. Mendengar itu, Pak Walikota sangat bangga dan memerintahkan kepada seluruh warga masyarakat untuk terus melakukan penghijauan.

*****

“Ah, leganya. Sekarang, kota kita sudah banyak pohonya, deh!” kata Fira senang.

“Dan Vera bisa bersiap-siap membawa payung, deh, kalau mau hujan.” Kata Vera tertawa disusul tawa yang lainnya.

“Nah, mulai sekarang, kita harus menjaga lingkungan, ya!” kata Bunda sambil membaca koran hari ini. Semua mengangguk.

Tak lama, Ayah datang,

“Assalamu `alaikum! Ayah pulang. Lihat, ayah punya apa?” kata Ayah. Vera, Fira, kak Reva dan Bunda datang, mendekat kepada Ayah. Ayah memberikan Vera, Fira, kak Reva dan Bunda sebuah kotak beludru kecil. Ternyata, isinya sebuah lencana dari walikota. Ayah juga dapat. Ayah juga diberikan piagam penghargaan. Senang… sekali.

*****

2 bulan berlalu. Sekarang, kota ini menjadi hijau karena banyak pepohonan. Kota ini juga mendapat penghargaan sebagai kota terhijau.

-Selesai-

Catatan: Tulisan ini adalah tugas penulisan cerpen di Kelas Menulis Kreatif Pesantren Media

By Fathimah NJL

Santriwati Pesantren Media, angkatan ke-5 jenjang SMA. Sudah terdampar di dunia santri selama hampir 6 tahun. Moto : "Bahagia itu Kita yang Rasa" | Twitter: @FathimahNJL | Facebook: Fathimah Njl | Instagram: fathimahnjl

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *