• Judul : Korupsi • Judul asli : L’Homme Rompu • Penulis : Tahar Ben Jelloun • Penerjemah : Okke K.S Zaimar • Penerbit : PT Serambi Ilmu Semesta • Cetakan : I, November 2010 • Tebal : 233 halaman • ISBN : 978-979-024-073-5
Pada pengantar buku dikatakan bahwa, buku yang berjudul Korupsi ini adalah buku terjemahan dari bahasa prancis dengan judul asli “L’Homme rompu (1994)”. Buku ini adalah karya Tahar ben Jelloun, pemenang hadiah sastra Prix Grouncourt.
Pada awal tahun 1990-an Tahar Ben Jelloun berkunjung ke Indonesia. Waktu itu, ia sangat ingin bertemu dengan Pramoedya Ananta Toer (sastrawan terkemuka Indonesia yang dikaguminya). Tapi, Tahar tidak dapat bertemu dengan Pramoedya. Karena pada masa itu, Pramoedya sedang menjadi tahanan rumah akibat aktivitas politiknya yang bertolak belakang dengan penguasa (Soeharto dan rezim Orde Barunya).
Namun, di Jakarta Tahar sempat membaca sebuah novel lama Pramoedya ‘Korupsi’ buku terjemahan bahasa Preancis (1954). Dan novel itulah yang menginspirasi Tahar menulis novel yang serupa, tapi dengan latar Maroko. Tahar mengambil setting di Negara Maroko, negeri asalnya yang dalam banyak hal menyimpan banyak persamaan dengan Indonesia.
Novel Korupsi ini bukan cuma sebuah cerita kaku tentang korupsi. Tapi juga tentang perilaku hidup dan keadaan social yang ada di masyarakat Maroko. Selain itu, di novel ini juga ada kisah percintaan yang sangat dilarang dalam syariat islam (memiliki perempuan simpanan yang tentunya bukan istri). Novel ini ditulis dengan pemilihan kata yang bereani dan penuh dengan sindiran.
Novel ini menceritakan seseorang yang bernama murad yang awalnya memegang prinsip untuk tidak korupsi. Seorang insinyur yang bekerja di Kementrain Pekerjaan Umum, Cassablanca Maroko. Ia mempunyai jabatan yang diinginkan banyak orang yaitu sebagai Wakil Direktur Perencanaan dan Pembinaan.
Lebih lagi, tempat ia bekerja adalah tempat yang amat rawan tindakan korupsi. Walaupun dikelilingi oleh orang-orang yang berpikiran dangkal dan senang menggunakan cara pintas demi mendapatkan sesuatu, Murad adalah pribadi yang kuat yang memegang teguh prinsip sebagai “orang bersih”. Ia tetap bergeming tak tergoyahkan oleh godaan yang datang.
Keluhan Hilma, istrinya yang tidak puas dengan keadaan hidup mereka yang teramat sangat pas-pasan, hinaan dari ibu mertuanya dan permintaan anak-anaknya yang tidak mungkin dapat Murad penuhi, tetap tidak mengubah prinsip Murad.
Selain itu, Hilma sering membandingkan suaminya dengan Haji Hamid (asisten Murad), yang tinggal di vila, punya dua mobil, menyekolahkan anak-anaknya di kedutaan Perancis. Bahkan menghadiahi istrinya jalan-jalan ke Roma. Dan karena terus-terusan digempor oleh istri dan lingkungannya yang juga mendukung, Murad mulai goyah pendiriannya dan mulai mendekati korupsi.
Saat murad mulai melakukan tindakan korupsi ia dihantui dengan rasa bersalah. Rasa bersalah yang sangat mendalam membuat dirinya terkena penyakit psikosomatis. Murad takut jika tindakannya diketahui orang lain sehingga ia diasingkan, diadili dan dibui.
Waktu Murad pertama kali menerima sogokan, ia membandingkan dengan orang lain (koruptor) yang lebih dulu mengambil uang haram dan jelas lrbih banyak darinya. Dan dari situ, setiap menerima sogoka ia membandingkan dengan koruptor-koruptor besar sebelumnya sehingga Murad merasa tenang karewna ada yang memiliki kesalahan yang lebih besar dari pada dirinya.
Perubahan tokoh Murad semakin terlihat ketika ia mulai bisa menikmati hasil korupsinya. Misalnya, ia bisa menikmati liburan, pergi ke tempat yang diinginkannya. Mimpi yang terwujud dan tidak pernah terbanyang karena kemiskinan yang membuat tidak akan mungkin terjadi.
[Nurmaila Sari, santriwati kelas 2 jenjang SMA, Pesantren Media]