Tak terasa butir-butir air bening mengalir menuruni daratan pipi.
Ia lembut berjalan melewati setiap inci kulit yang akan menginjak usia 17 tahu.
Ketika udara menyelinap masuk ke rongga teling, berbunyi “Sekarang terserah kamu. Kamu pilih temanmu dan pengkhianatannya, atau adikmu dengan segala ketidaktahuan bahwa dia sangat mencintamu”.
Kemudian angin seolah berhenti, seakan menghentikan waktu yang bergerak teratur mengikuti denting masa yang terus berjalan mendekati akhir dari segala permulaan.
Seorang gadis 20 tahun itu membisu. Paru-parunya serasa tersumpal. Menghambat peredaran udara yang ingin mengisi ruang pernapasannya. Tubuh kaku, wajah pias, mata berlinang air mata, dan keringat mengucur deras dari dahinya. Seakan dia sedang berdiri di tepi jurang kematian…
to be continue…
[Zahrotun Nissa, santriwati jenjang SMA angkatan ke-3, Pesantren Media |@zaninoshukyieYS]