Rabu 25 Februari 2015, Pesantren Media kembali mengadakan kegiatan rutin di hari rabu setiap dua minggu ini. Seperti biasa, kegiatan ini dibimbing oleh Ustadz Oleh Solihin. Kali ini, moderator untuk diskusi actual kali ini adalah Sholahuddin Umar (Kelas 2 SMA) dan Fahmi Ramdani (Kelas 1 SMA).
Pada pembukaan diskusi aktual, Ustadz Oleh menjelaskan beberapa informasi tentang Syi’ah. Walau pun pembahasan utamanya nanti bukan membahas mengenai Syi’ah itu sendiri, Ustadz Oleh merasa santri-santri juga harus mengetahuinya.
“Pertama, Syi’ah itu sendiri sebenarnya sudah bukan lagi masuk ke dalam agama Islam. Walau pun mereka masih menganggap diri mereka Islam. Walau pun memang ada Syi’ah yang belum terlalu sesat. Seperti Syi’ah Zaidiyah. Yang kontennya mendekati kepada Ahlu Sunnah. Tetapi sebenarnya Syi’ah Zaidiyah masuk kategori madzhab yang kini sudah hampir punah alias nyaris tidak ada lagi. Namun seringnya, justru itulah yang menjadi kata-kata jitu untuk menolak tuduhan sesat bagi penganut Syi’ah.” Serta beberapa informasi lainnya. “Namun bukan itu yang terutama akan kita diskusikan. Tapi kenapa seolah-olah permasalahan mengenai Syi’ah ini menjadi isu besar? Apakah ini adalah peran pihak tertentu karena isu terorisme sudah tidak terlalu laku lagi?” ujar Ustadz Oleh mengakhiri prolog diskusi.
Para moderator mulai menawarkan sesi bertanya. Hingga terkumpul 7 pertanyaan dari santri Ikhwan dan Akhwat.
Pertanyaan dari Hawari : Siapa yang membawa Syi’ah ke Indonesia?
Karena tidak ada yang langsung menjawab, Ustadz Oleh menjelaskan,
“Kalau begitu, pandangan kita beralih ke Aceh. Kepada kesultanan Peurelak. Ada juga yang mengatakan kalau Syi’ah dibawa oleh pedagang dari Persia. Jadi sebelum kesultanan Samudera Pasai. Sedangkan kalau mau dibahas lebih lanjut lagi, Syi’ah ini berasal dari pemerintahan Fatimiyah di Mesir. Jadi mereka seakan membuat kerajaan di dalam daulah. Yang berarti bahwa Syi’ah seakan memisahkan diri dari Negara Islam. Namun, Syi’ah tidak mau dianggap agama lain selain Islam. Walau pun banyak syariat-syariat mereka yang bertolak belakang dengan syariat Islam pada dasarnya. Mereka malah merusak syariat pengikut Ahlu Sunnah. ”
“Sedangkan Syi’ah itu sendiri, mereka terbagi menjadi beberapa bagian. Ada yang hanya mengingkari shahabat Nabi, ada yang sampai menganggap Ali ra adalah tuhan. Jadi memang banyak jenisnya. Tapi kalau cara ibadahnya sudah berbeda, berarti harus diwaspadai.”
“Misalkan sholatnya sambil menepuk-nepuk dada dan paha, atau melukai diri saat perayaan Asyura.”
Pertanyaan dari Nissa: Apa sikap kita sebagai kaum muslimin kalau bertemu pengikut Syi’ah?
“Ada yang mau jawab?” Tanya Umar memberikan kesempatan untuk menjawab. Ustadz Oleh menambahkan,
“Sebenarnya ini jawaban yang mudah. Kalau berani mendakwahkan dia, dakwahkanlah dia. Tapi perlu diperhatikan juga ciri-cirinya. Biasanya, mereka tidak sholat Jum’at. Kalau pun terpaksa sholat, mereka akan sholat Zhuhur lagi.” Kata Ustadz Oleh.
“Kalau berani juga, kita bisa cari tahu lebih banyak tentang Syi’ah. Kita tanya-tanya. Pokoknya cari informasi lewat orang itu. Nah, baru akhirnya, kita akhiri dengan penjelasan kita. Kita dakwahi dia.” Tambah Umar.
“Dan juga ada tambahan informasi, bahwa Syi’ah dan Yahudi adalah kerabat pada dasarnya. Karena Syi’ah itu sendiri yang mempelopori adalah orang Yahudi.” Lanjut Ustadz Oleh.
Pertanyaan dari Hawari : Syi’ah masuk ke dalam kafir Dzimmi atau kafir Harbi?
“Jadi, kafir Harbi itu adalah orang kafir yang memerangi Islam. Kalau kafir Dzimmi adalah orang kafir yang tunduk kepada Negara Islam.” Kata Umar memberi penjelasan.
“Masalahnya, apakah mereka mau disebut kafir? Walau pun pada kenyataannya mereka sudah kafir, tapi mereka tetap merasa dirinya sebagai agama Islam. Mereka tidak mau disebut agama selain Islam.” Kata Ustadz Oleh.
“Kalau di masa Islam mereka menyatakan perbedaan, mereka harus tunduk di bawah kekuasaan Islam. Yaitu menjadi kafir Dzimmi. Namun jika mereka memerangi, maka seperti layaknya orang kafir Harbi, mereka harus diperangi. Kafir Harbi pun ada dua macam. Ada Muharriban Fi’lan dan Muharriban Hukman. Mereka harus membuat perjanjian damai yang berlaku hingga 10 tahun. Kalau tidak mau, maka harus diperangi.”
“Jadi yang menyerang kawasan Masjid Adz-Dzikra itu disebut kafir apa?” Tanya Nissa diantara jawaban.
“Masalahnya, kita tidak hidup pada masa Islam. Dan karena tidak ada hukum Islam yang diterapkan, maka tidak berlaku pembagian tersebut.” Jelas Ustadz Oleh. “Kalau bukan dalam kekhilafahan Islam, istilah-istilah itu tidak berlaku.”
“Bagaimana kalau musuh menyerang?” Tanya Nissa lagi.
“Ya. Jihad itu ada yang bersifat Opensif (Ketika ada negara Islam. Perang atas nama Negara, pembebasan-pembebasan, dll), ada pula yang Depensif (Ketika tidak ada Negara Islam. Artinya di mana pun dan kapan pun). Jadi kita tetap harus mempertahankan diri membela Islam.” Jawab Ustadz Oleh.
Pertanyaan dari Ihsan : Syiah di blow up lagi. Bagaimana sikap kita sebagai santri dalam menanggapi hal ini?
Suasana menjadi riuh rendah oleh bisikan-bisikan santri. Mereka mengungkapkan jawaban antar satu sama lain, naun belum berani mengatakannya di forum diskusi. Akhirnya, Umar mengeluarkan suaranya,
“Kalau menurut saya, karena berita ini sedang diberitakan dengan ramai, berarti kita juga harus membuat berita-berita serupa. Tentunya berita-berita yang benar dan bermanfaat bagi kaum Muslimin. Karena orang pasti akan mencari berita yang sedang naik ini.” Kata Umar menjelaskan. “Entah tulisan, poster, dan lain sebagainya. Pokoknya kita harus membuat sesuatu yang berkaitan dengan kasus ini dengan tema yang banyak dicari orang.”
“Yang jelas, kita sebagai santri Pesantren Media. Yang bisa kita lakukan adalah membuat posting tentang perlawanan terhadap Syi’ah berupa tulisan, gambar, serta suara.” Ustadz Oleh menambahkan.
Pertanyaan dari Abdullah : Mengapa Syi’ah menyerang masjid Adz-Dzikra?
“Karena pertanyaannya adalah mengapa, berarti jawabannya adalah “Karena”. Ada yang tahu karena apa?” Tanya Ustadz Oleh mengawali.
“Kalau diberita yang ada; salah satunya mengabarkan bahwa di sekitar wilayah itu ada spanduk yang menolak Syi’ah. Lalu ada orang yang mengatas namakan Syi’ah yang tidak suka.” kata Umar memaparkan beberapa informasi. Karena dirasa cukup, maka acara dilanjutkan.
Pertanyaan dari Salma : Sebelum penyerangan di Adz-Dzikra, apakah ada penyerangan yang serupa?
“Kalau serangan, tentu saja ada. Yaitu di daerah Sampang. Jadi mereka saling serang menyerang. Kadang Syi’ahnya duluan yang menyerang. Kadang mereka yang diserang untuk pembalasan.” Jawab Ustadz Oleh cepat. “Tapi kalau yang di Jabodetabek belum ada.”
Pertanyaan dari Fathur : Mengapa Syi’ah menghina para shahabat Nabi SAW?
“Karen mereka menganggap, ketiga khalifah pertama merampas kepemimpinan Ali. Menurut mereka, khalifah setelah Nabi harusnya adalah Ali. Begitu kata mereka.” Kata Ihsan.
“Mengapa Syi’ah membenci para Khulafaur Rasyidin? Berawal dari peristiwa Ghodirqum. Yang mereka anggap bahwa Rasulullah mengatakan bahwa pengganti Rasulullah nanti adalah Ali. Padahal pengertian mereka salah.” Ustadz Oleh menjelaskan. “Saat pengangkatan Abu Bakar, Ali memang tidak menghadiri rapat karena sedang mengurusi pemakaman Nabi yang merupakan sepupu dan mertua Ali. Tetapi Ali tetap membai’at Abu Bakar. Namun orang Yahudi membuat cerita bohong. Karena Syi’ah sendiri artinya adalah Pengikut Ali.”
Bisa jadi, berita-berita tentang Syi’ah ini di blow up lagi untuk mengalihkan isu atau malah sengaja dibuat. Karena isu tentang terorisme sudah tidak laku lagi, maka dibuat isu baru tentang Syi’ah. Yang sebenarnya, tujuannya adalah untuk memecah belah kaum Muslimin.
Kesimpulan : Untuk melawan Syi’ah, harus dengan yang balasan yang setipe. Tulisan dengan tulisan, dakwah dengan dakwah. Kita buat tulisannya dan kita sebarkan di social media. Agar masyarakat Islam tidak terpancing jebakan orang kafir yang mau menghancurkan Islam.
Jangan terpancing untuk adu fisik. Karena mereka memiliki tameng, yaitu HAM. Kaum muslim harus bersatu. Mari pahamkan dulu keluarga dan orang terdekat untuk sama-sama berjuang menegakkan Islam.
Walau pun pembahasan diskusi kali ini mengandung tema yang sulit, santri Pesantren Media diajarkan untuk terbiasa mendiskusikan, membaca, serta membuat karya actual untuk menampilkan Islam ke dunia.
Akhirnya, diskusi actual ditutup dengan membaca Do’a Kafaratul Majlis.
Notulen : Fathimah NJL (Kelas 3 SMP)