Pantai. Hmm, apa yang kalian pikirkan? Liburan menikmati hamparan pasir halus, ombak yang menyapu bibir pantai, berkumpul dengan keluarga di bawah terik mentari, surving atau melihat indahnya sunset. Ya, pantai dan laut adalah tanda dari kekuasaan Allah Swt, Maha Pencipta segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Subhanallah!
Berbicara tentang pantai. Sudah lama sekali penulis tidak pergi ke tempat ini. Terakhir kali penulis berlibur ke pantai ketika masih kanak-kanak. Penulis lupa usianya berapa. Mungkin seusia anak kelas 2 SD. Kala itu penulis bersama rombongan tetangga ‘melancong’ ke Pantai Carita, Banten. Dua bis telah membawa kami menelusuri jalan menuju tempat tujuan. Teringat jelas di benak penulis, saat itu penulis belum bisa berenang. Jadi, penulis pakai ban supaya tidak tenggelam. Hihi. Selain ‘berenang’ penulis juga melihat berbagai jenis ikan yang berada dekat terumbu karang. Tidak perlu ke tengah laut untuk melihatnya. Di tepi laut juga ada. Ikan-ikan yang cantik dan lucu itu bersembunyi ketika penulis berusaha untuk menangkapnya. Owalah, ingin sekali penulis menangkap dan membawa mereka ke rumah!
Oya, kala itu Mama mengajak penulis naik perahu ke laut. Tapi penulis menolak. Takut. Padahal adik penulis yang usianya lebih muda sangat antusias. Akhirnya, penulis hanya menggigit jari di tepi pantai menanti kembalinya Mama, adik dan kakak. Untungnya, Bapak mau menemani penulis. Sedih juga sih, sebenarnya penulis mau ikut. Tapi rasa takut saat itu terlalu besar. ><
Ya, itulah kenangan penulis saat usia kanak-kanak. Belasan tahun sudah penulis tidak menikmati indahnya pantai, laut dan terumbu karang. Rasa rindu diam-diam menyeruak membuat penulis ingin kembali ke sana. Merasakan asinnya air laut, main kejar-kejaran di tepi pantai, melihat ikan-ikan cantik dan lainnya. Hmm, kapankah semua itu akan terulang?
Eits, bukannya kemarin penulis pergi ke pantai? Ohya?
Yes, it’s right. Tepatnya tanggal 19 Oktober 2014 penulis bersama rombongan dari Pesantren Media pergi ke Pantai Labuan, Banten. Ada Ustadz Oleh, Kak Farid, Musa, Ummi Lathifah, Teh Yuni, penulis dan santri akhwat kelas 3 (Maila, Holifah, Ica, Via, Fathimah, Cylpa, Mufiddah dan Putri). Ditambah Maryam dan Muhammad. Sebenarnya tujuan kami ke sana adalah untuk memenuhi undangan dari santri alumni Pesantren Media yang melaksanakan resepsi pernikahan. Ciyee… alhamdulillah. Barakallaah…
Tenyata selain memenuhi undangan, kami ‘melancong’ ke Pantai Labuan. Yeahhh! Akhirnya ke pantai juga. Hihi. Kalian tahu? Sebenarnya kami belum pernah ke sana. Jalan yang harus dilalui pun kami tak tahu. GPS membantu kami. Tapi nyatanya, sopir kami nyoba-nyoba sendiri. Mencari jalan untuk sampai di pantai. Semangat!
Pantai Labuan dimanakah kau berada? Sejauh mata memandang dikau tak jua kami temukan…
Itu pantai…! Teriak seseorang mengagetkan penulis yang sedang nyaman duduk di kursi mobil. Menikmati mendungnya langit ditambah dinginnya AC mobil. Sontak semua penumpang di dalam mobil melihat ke arah kiri jalan. Ah, hanya pepohonan dan danau. Kami sempat kecewa.
Nggak, itu pantai. Pantai! Lihat!
Penasaran, penulis pun menajamkan mata. Penumpang mobil Proton pun melakukan hal sama.
Eh, itu bukannya pohon kelapa. Di pantai itu kan biasanya banyak pohon kelapa. Apa benar di balik pepohonan itu ada pantai? Tanya penulis dalam hati. Mobil terus melaju. Tak pelan tak juga kencang. Mungkin sopir kami penasaran juga. Ya, dia penasaran. Pohon-pohon kelapa mulai menghilang dari pandangan kami. Ups, ternyata kami melihat sebuah danau lengkap dengan beberapa perahu di atasnya. Wuihhh….
Ternyata ada jalan untuk masuk ke daerah itu. Satu dua mobil terlihat memasuki daerah itu. Sepertinya dekat danau itu ada pantai. Pantai. Ya, kami memutuskan pergi ke sana.
Seorang bapak berbadan tinggi besar berdiri di samping mobil kami. Setelah mendapat informasi akhirnya Musa membayar tiket dengan harga Rp 10.000/per mobil. Kami membawa dua mobil. Jadi kami membayar Rp 20.000. Akhirnya kami terus melaju. Pantai Labuan, benarkah kau ada di balik semak dan pepohonan itu?
Menit-menit menyusuri jalan yang ditumbuhi semak dan rumput di kanan-kiri. Jangan membayangkan jalan yang kami lalu mulus seperti jalan tol. Tidak. Justru jalanan tak beraspal dan berlubanglah yang kami lalui. Tapi kami tetap semangat. Ohya, kami sempat salah jalan. Jalanan di depan semakin sempit bahkan tak akan cukup jika mobil kami melewatinya. Akhirnya mobil mundur. Mundur, mundur…
Ohaha, sempat juga terjadi persaingan antara mobil Proton dan Panther yang dikemudikan Ustadz Oleh. Proton dan Panther tak mau kalah. Oh yeahh, mobil Protonlah yang menang. Tapi, ups… suara apa itu? sepertinya bagian belakang mobil Proton mengenai sesuatu. Musa pun keluar mobil dan mencari tahu apa yang terjadi. Dari dalam mobil penulis melihat para penumpang mobil Panther tertawa. Oh no, ternyata benar. Bagian belakang mobil mengenai sesuatu. Tak apa. Kami tetap melanjutkan perjalanan.
Di balik semak dan pepohonan
Wow, wow, wow… ternyata di balik semak dan rerumputan terdapat beberapa mobil. Tak hanya dua. Terlihat beberapa orang di sana. Tak terlalu ramai. Apa benar di sekitar sini ada pantai? Oh, look at that! Itu pantai…!! Yippii… yeah itu pantai!
Di ujung jalan yang ada di depan kami ada pantai! Proton dan Panther cepat-cepat mendekati ujung jalan itu. Setelah dirasa cukup, akhirnya mobil berhenti. Dan, para penumpang mobil berhamburan keluar. Lagi, lagi. Wow, wow, wow. Tinggal beberapa langkah lagi kami sampai di bibir pantai.
Wuihiii, subhanallah…
Kami sampai di Pantai Labuan! Angin berhembus lumayan besar. Oh, ternyata penulis salah. Ternyata pengunjung pantai ini tak hanya kami. Lihat, anak-anak bermain air laut! Penulis dan santri akhwat yang lain berlari mendekati air laut. Tapi kami tak bisa terus mendekatinya. Air laut akan membasahi sandal dan sepatu kami.
Subhanallah… laut indah kini berada di depan kami. Deru ombak menyatu dengan angin. Air laut menyapu bibir pantai. Bebatuan di sebelah kiri kami. Wah, indahnya! Gerimis turun perlahan membasahi jilbab dan kerudung kami. Tapi kami tak peduli. Kami menari bersama ombak Pantai Labuan.
Aku di laut… Aku di laut…!
Teriak Via. Penulis teringat puisi yang pernah kami pelajari di pelajaran Publis Speaking. Saat itu kami praktek membaca puisi tentang laut. Kami dituntut untuk meluapkan segala perasan dan ekpresi ketika berada di laut. Sekarang kami benar-benar berada dekat laut. Ya, dekat laut! Tak lupa foto-foto! Cheese…! Ups, penulis dan beberapa santri akhwat sempat melihat Musa terpeleset dan jatuh dekat bebatuan.
Air hujan mulai turun deras. Kami tetap tak peduli. Air yang turun dari langit itu membasahi kami bahkan kacamata penulis sampai berembun. Haha. Ombak, angin dan hujan seolah menyatu siang itu. Terdengar suara klakson mobil. Huufh… itu artinya kami haru segera pergi dan masuk ke dalam mobil. Wow, hujan deras. Sangat deras. Ayo, ayo! Hurry up!
Benar. Hujan saat itu sangat deras. Padahal kami berada di pantai hanya beberapa menit. Di dalam mobil kami asik membicarakan tentang tanda Kekuasaan Allah Swt itu. Huuft… dingin. Kerudung dan jilbab penulis basah. Oh, ternyata Musa lebih basah lagi.
Beberapa menit berada di dalam mobil. Menunggu kapan hujan akan reda. Kami pun memutuskan untuk pulang. Good bye beach!
Hari itu akan menjadi kenangan. Kenangan indah. Penulis merasa senang dan bersyukur karena Allah berkenan melimpahkan nikmat-Nya hingga penulis dan yang lain bisa mengunjungi tempat itu. Juga menghadiri resepsi pernikahan kakak kelas kami.
*Menikmati indahnya pantai dan laut tak akan sempurna jika kita tidak bertafakur tentang tanda-tanda Kekuasaan Allah Swt. Semoga meningkatkan rasa syukur dan keyakinan kita akan adanya Allah, Maha Pencipta.
[Siti Muhaira, santriwati kelas 3 jenjang SMA, Pesantren Media]