Siapa yang nggak percaya saya punya bintang Hollywood di kandang marmut saya? Berarti kalian masih waras! Tenang, saya tidak benar-benar memelihara Ariana Grande di kandang marmut, tapi Ariana dan Grande adalah nama marmut adik saya.
Kenapa bisa diberi nama Ariana Grande?
Kita kembali ke sejarah awal, ya. Ketika itu, adik saya minta dibelikan seekor marmut untuk peliharaannya. Mungkin dia kesepian ya, tidak ada teman main, entahlah. Singkat cerita, akhirnya dia punya seekor marmut jantan yang dibeli di Pasar Selopampang. Marmut itu dibeli pada pertengahan bulan Ramadhan, namun kala itu ia belum diberi nama. Hingga setelah diskusi sejenak, akhirnya saya dan kakak serta adik perempuan saya sepakat menamainya Shus Boks karena ia pertama kali diletakkan di shoes box (kotak sepatu) ketika pertama kali dibeli.
Shus akhirnya menjalani kehidupannya di keluarganya yang baru, keluarga besar Taufiqur-Rohman. Selamat datang di keluarga, bung! Namun hari berganti hari, minggu berganti minggu hingga bulan berganti bulan. Setelah sekian lama, Shus tak tahan hidup sendiri. Ia bagaikan perjaka yang merindukan gadis desa yang cantik jelita.
Atas keprihatinan bersama, akhirnya ayah saya menyarankan untuk membelikan marmut betina untuk menemani hari-hari Shus yang kesepian. Adik saya pun membeli seekor marmut betina di teman sekelasnya. Ternyata, temannya teman adik saya ada yang turut prihatin dan memutuskan memberi adik saya sepasang marmut lagi, dan yang ini adalah marmut anggora! Bulu-bulunya mengembang dan sangat menyenangkan untuk dilihat dan dielus.
Saat mereka sudah mulai hidup bersama, marmut anggora jantan meninggal dunia. Hal ini sangat membuat terkejut keluarga marmut itu, mereka baru bersama sejenak, sudah ada yang harus meninggalkan mereka untuk selamanya. Belum lagi ini merupakan kabar yang membuat syok keluarga besar Taufiqur-Rohman.
Setelah keterkejutan atas meninggalnya marmut itu berlalu, saya mulai menyadari, saya harus punya binatang peliharaan juga. Saya tak mau kalah dengan adik saya. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli sepasang kelinci. Ayah saya yang memilihkan dan membelikannya di pasar. Sepasang harganya 90 ribu rupiah. Kelinci itu berwarna abu-abu dan putih. Yang putih matanya warna merah. Agak mengerikan, ya? Tapi sebenarnya dia sangat lucu.
Bahagia sekali rasanya mendapati halaman belakang kami ramai sudah. Kami pun memutuskan untuk menamai mereka satu per satu.
Yang marmut anggora betina, diberi nama Ariana. Ariana adalah marmut yang egois sekali, sekaligus jaim. Dia suka malu kalau kelihatan sedang makan sehingga kalau diberi rumput dia suka makan sambil menyendiri.
Yang marmut betina non anggora diberi nama Grande. Grande ini sifatnya lebih independen dari Ariana. Dia suka tak peduli dengan omongan orang lain, tampak dari sikapnya yang apa adanya dan tidak menjaga-jaga imej.
Yang jantan non anggora diberi nama Joko. Agar adil, betinanya dikasih nama barat jantannya diberi nama timur alias Jowo. Joko ini penyabar. Meski memiliki dua orang istri, dia tetap berusaha adil terhadap keduanya dan selalu mendengarkan keluhan mereka. Grande suka melaporkan Ariana jika dia cemburu, tapi Joko bisa menenangkan Grande hingga tidak jadi berkelahi.
Sementara kelinci saya, yang putih diberi nama Miranda dan yang abu-abu diberi nama Minto. Sepasang kelinci ini kurang kelihatan sifatnya seperti apa, yang jelas mereka kalau malam-malam suka keluyuran di halaman belakang. Entah apa yang mereka lakukan malam-malam begitu. Yang jelas, kini Miranda dan Minto secara diam-diam sudah menggali lubang untuk tempat calon anak mereka. Kita doakan saja ya, semoga anak Miranda dan Minto tidak berakhir seperti anak Ariana dan Grande.
Omong-omong tentang anak marmut, marmut yang pertama kali hamil adalah Ariana. Beberapa minggu ia mengandung anak dalam perutnya, saat lahir kami semua begitu bahagia. Anaknya kecil dan begitu imut. Sangat menggemaskan.
Namun kabar buruk datang pada keesokan paginya. Anak Ariana sudah tidak ada di kandangnya, entah perginya ke mana. Kami semua cemas dan mulai mencari. Kemudian, kami menemukan sisa-sisa bulu anak Ariana di dekat kompor. Setelah diselidiki, ternyata itu adalah ulah tikus werok yang rakus dan memakan anak Ariana hidup-hidup. Mencabik-cabiknya hingga bulunya beterbangan di dekat kompor. Kami begitu sedih mendengar kabar itu.
Beberapa minggu kemudian, giliran Grande yang hamil. Kami mulai cemas. Meski setelah kematian anak Ariana kami sudah memasang banyak racun tikus di sana sini, tetap saja jumlah populasi tikus werok tampaknya tidak juga menurun. Benar saja, ketika kelahiran anak Grande, kami bahkan belum sempat melihat bayinya. Pada pagi hari, sudah ditemukan sisa-sisa tubuh anak Grande yang berceceran di lantai kandang mereka dengan begitu mengenaskan.
Setidaknya, begitulah suka dan duka memelihara marmut dan kelinci. Doakan kawan, semoga bayi Miranda-ku tidak dilahap werok juga. Dan doakan juga, semoga suatu saat Ariana dan Grande diberikan kesempatan untuk membesarkan anak mereka sebelum dilahap werok-werok rakus sialan itu.
[Hawari, alumni Pesantren Media angkatan kedua]
Twitter: @Hawari88