Loading

Sore yang indah untuk hari libur yang berbeda dari sekolah biasa. Angin berhembus pelan, membelai rambutku yang hanya tipis di sebelah kiri dan kanan. Matahari yang sedikit menyilaukan mata itu berwarna orange ke kuning kuningan. Sore ini cukup indah, hanya saja sedikit berbeda.

Saat ini aku sedang duduk di sebuah pendopo dengan 4 tiang. Tepat di Hadapanku terdapat 2 lapangan berdampingan yang berbeda ukuran. Senyum tipis terukir di bibirku ketika memandang teman dan adik kelasku yang sedang asyik menari dengan bola di kakinya. Abdullah dengan tingkah konyolnya berkata seenaknya kepada wasit, membuat semua yang mendengarkannya tertawa. Hingga Akhwat yang sedang bermain Badminton di lapangan sebelahpun ikut tertawa.

“Mengasyikan  ya Mar?” suara ini membuat pandanganku berbalik menghadap kanan.
“Eh, kamu ternyata. Bikin kaget aja. Dari mana aja Sa? “ Tanyaku padanya.
“ Hahaha, lagian ketawa sendirian aja. ” Ujar Musa sambil berjalan kearahku.

Paham dengan gerakannya, aku segera membersihkan lantai di sebelah kananku untuk dia duduki.
“ Ya gara gara ono noh, si Abdul ngoceh mulu sama wasit. ” Jawabku pelan sambil melirik kearah Abdul.
“Haha, gak berubah yah… “ Musa tersenyum.

Piiit..!

Bunyi peluit menghiasi suasana sore ini. Suasana yang ramai seperti ini mengingatkanku pada kejadian yang lalu.
“Udah lama ya, kita gak duduk ngobrol kaya gini Sa?”
“Iya.”
“Inget gak, waktu itu kamu sama Ogek pernah rebutan kamar mandi? Hahaha” Tanyaku sambil tertawa.

ogek : Sa, apa pula kau duluan mandi. Aku duluan yang ngambil handuk, karcis mandi kau mana?
Musa : Hoo… Gondees.. aku duluaan. Sabun mandiku udah di dalem kamar mandi. :p
Ogek : Eeeii… Sesuai aturan kebiasaan lama, karcis mandi ya handuk. Bukan sabun. Pokoknya aku duluan!

“Haha… Iya inget. Akhirnya aku yang duluan mandi kan hahaha” Musa tertawa pelan.
“Eh, si Engkong gimana kabarnya Mar? Jadi keinget dulu pas masih perang sama Engkong.” Lanjutnya.

Kong, sholat nyok.. | Iya duluan.. | Kong, Sholat nyok.. | Iyee,, duluan aja.. | Ayo kong, sholat kong.| Lu mau gua Gampar?! Sini lu! | Ampuun kooooong!

“ Maar…Mar, sampe sekarang Errornya gak hilang hilang. Perlu di renovasi otakmu itu.” Musa menatapku sambil menunjuk kepalanya.
“Hahaha… Yee, itu kan dulu Sa. Beda sama sekarang. “ jawabku sambil berpaling darinya menatap kearah lapangan.
“Beda apanya? Dulu Anam bangunin kamu itu sampe diseret seret ke teras bareng Ogek, dan masih belum mau bangun. Duh Maar Mar, haha pokoknya Sebelum kamu ke WC, si Anam gak bakal berhenti bangunin kamu dengan otak errornya dia. Sampe kamu pindah tidur ke mobilpun dia masih aja tau dimana kamu. Haha… emang yaah, anak itu… ” kata Musa yang sedang menatap kearah lapangan.

Aku hanya tersenyum mendengarkan orang di sebelahku ini bercerita tentang diriku.
Mendengar suaranya, aku teringat sepupunya yang aku juluki Duo Temanggung. Logat Jawanya hampir mirip dengan Musa. Ya, Hawari. Si Jenius itu pernah membuatku kagum ketika Novel pertamanya meledak dipasaran tahun lalu. Dia juga pernah berkata kepadaku dan Qais yang juga teman sekamarnya.  Saat itu kami sedang berbincang tentang kepribadian seseorang.
“Mar, tidak adil jika kita hanya menilai seseorang dari fisiknya saja. Karena setiap orang enggak ada yang mau terlahir jelek dan tidak sempurna.” Itu yang tidak bisa ku lupakan darinya.

“Mar!” lamunanku terpecah. Aku menoleh kearah Musa.
“Eh iya, apa Sa?” Tanyaku.
“Apa rencana kalian kedepan?” Tanyanya seperti serius.
“Belum tau Sa, aku masih bingung.” Pandanganku tertunduk.
“Jangan begitu, kalian itu harus lebih baik dari kami. Kalian semua itu kreatif. Buat Pesantren kita ini seperti apa yang di otak kalian. Paham?” Jawabnya meyakinkan.

Angin berhembus semakin kencang. Matahari mulai sedikit menunduk.
“Tapi aku rasa kami gak bisa berdiri sendiri. Huh, sebenarnya aku malas untuk mengatakannya, tapi aku harus mengakuinya. Tanpa kalian, terkadang aku merasa bingung.” Kataku sambil melempar kerikil kecil disampingku kearah lapangan.
“Haha, lebay kamu Mar. Dari dulu aku gak pernah tau devinisi bingung versi kamu. Cukup kalian melangkah kedepan, ikutin aja alurnya. Gak perlu bingung.” Ujarnya.
“ Emang kalian dari mana aja sih? Udah, jangan kemana mana lagi, aku bingung kalau gak ada kalian. Waktu itu, lagi lagi keran patah sama aku, spontan yang aku cari kamu. Huh, tapi kamunya malah pergi.” Jawabku sedikit kesal.
“ Mungkin selama ini kami dianggap selalu dapat diandalkan. Dan sekarang, sebagai yang dianggap diandalkan, kami mengandalkan kalian. Kami percaya bahwa kalian lebih dapat diandalkan. “ jawabnya.

Aku bungkam.

Dug!
Suara tendangan dari Abdullah yang nyasar, mendarat tepat kesebelah kananku.
Wussh..
            Angin kembali berhembus kencang. Pepohonan bergoyang, menjatuhkan daun daunnya yang sudah layu.
“Ka Umar, ngapain duduk sendirian? Ayo gabung main bola sini!” ajak Abdul sambil berlari mengambil bola yang ia tendang.
“Engh…  i-iya, duluan aja” Jawabku sedikit lesu.
Aku menatap kearah kanan kembali. Sedikit menundukan kepalaku sambil merenung. Mataku berkaca kaca. Ku kepal tanganku kuat kuat. Tubuhku tegang seperti ingin memukul sesuatu.
Menatap kebawah dengan tatapan kosong.

Hening.

Satu tahun sejak kelulusan mereka, dan aku masih belum bisa melupakannya.masih belum

By Shalahuddin Umar

Shalahuddin Umar, santri angkatan ke-3 jenjang SMA, kelas 2 | Asal Tangerang, Banten

One thought on “Masih Belum Bisa”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *