“Aku tak akan membunuhnya Edgard. Kau tau, selama ini yang kita lakukan itu salah!”
“Kau harus membunuhnya Archard! Kalo kau tak bisa membunuhnya, aku yang akan membunuhnya!”
“Tak akan aku biarkan kau melakukannya! Kita sudah banyak membunuh. Inilah saat yang tepat untuk kita bertaubat.”
“Taubat? Huh! Omong kosong! Kau pikir Tuhan akan memaafkan kita? Orang-orang akan menerima kita? Semua pembunuhan yang telah kita lakukan?! Tidak mungkin orang-orang akan melupakannya!”
“Tuhan Maha Pemaaf Edgard. Kau yang tidak mengerti. Kita akan pergi ke tempat yang tidak ada seorangpun mengenal kita. Kita akan memulai hidup baru.”
“Tidak! Aku tetap akan membunuhnya! Jika kau menghalangiku, kau akan menerima akibatnya Archard!” Menuding sosok yang berada di depannya lalu berbalik menjauh pergi.
“Maaf Edgard, mungkin ini yang terbaik.”
Dorr!
Suara tembakan meraung di udara dingin California. Sesosok tubuh terbaring di jalanan yang tertimbun salju. Darah merembes, mengalir di jalanan sunyi itu.
“Maafkan aku Edgard, aku tak bisa membiarkanmu membunuh Callysta. Dia telah menunjukkan jalan terang bagiku. Semoga kau damai di sana. Aku berjanji ini pembunuhan terakhir yang kulakukan.”
[Ela Fajarwati Putri, Santriwati Pesantren Media angkatan 3 kelas 2 jenjang SMA]