Rumah berukuran sedang nan sederhana itu, nampak sepi. Hanya ada Peri Qwidevi seorang di dalamnya. Dan kini, diramaikan dengan kedatangan tiga tamu istimewanya. Badan bangunan rumahnya yang banyak lengkungan, dapat menggambarkan suasana hidup di dalam bunga anggrek berwarna violet. Sedang dindingnya, dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan rambat berwarna hijau segar, yang senantiasa dirawat oleh keluarga ini. Beberapa bilah dindingnya, dihasi dengan bunga Bugenvil yang dibentuk lingkaran. Sungguh cantik!
Peri Meidyne mengitari ruang keluarga Peri Qwidevi,
“Oh, Qwidevi… Peri mana yang tak sudi singgah ke dalam bunga yang penuh dengan ketenangan ini?”
Peri Qwidevi tersipu, seraya meletakkan tiga cangkir madu hangat di dalam gelas-gelas mini berwarna putih, dengan aksen bunga-bunga kecil di bagian pegangannya yang menonjol. Tanpa dipersilahkan, Peri Fuzura sudah terlebih dahulu membuka toples-toples kecil, berwarna ungu kalem di atas meja makan, di pojok ruangan. Lalu melahap isinya dengan agresif.
“Apa kau tidak bosan seharian menunggu kerajaan bunga milikmu ini? Menunggu ayah dan ibu tercinta, pulang dari pekerjaan mereka?” Bola mata Peri Lulu bergerak lamban, menyusuri satu persatu bingkai foto di dalam lemari berukuran sedang, berwarna putih polos di ruang tengah.
“Tentu tidak! Ada banyak buku di sini!” Peri dengan sayap terindah itu, tengah berdiri pada ruangan kesukaannya di dalam rumah anggrek milik keluarga sederhana itu. Ruang perpustakaan. Meski tak sebesar perpustakaan di kerajaan lily miliknya, namun perpustakaan milik Peri Qwidevi sangat tertata dan wangi. Wangi lavender bercampur dengan aroma buku-buku lawas, begitu bersahabat di dalam rongga hidungnya.
“Sudahlah… Kini yang terpenting bukan masalah itu! Kita harus ingat, apa tujuan kita terbang ke rumah anggrek ini.” Peri Lulu menengahi.
Sayap bergradasi biru tua, biru muda, merah tua, merah muda, dan violet, dibalut dengan glitter berwarna abu-abu tipis itu, mengepak lamban. Tubuhnya terbang perlahan menuju meja besar di tengah ruangan. Sayap tercantik. Sungguh sepadan dengan wajahnya.
Peri Meidyne membawa buku dengan sampul emas bertuliskan Pengenalan Peri Deconaviel dalam gendongannya. Buku ini cukup berat dan besar. Karena setiap bulan, pihak kerajaan selalu memperbaharui isinya. Buku dengan isi biografi seluruh peri di Negeri Deconaviel. Khususnya, yang berumur dua belas tahun ke atas.
“Baik, Peri Lulu…” Peri Fuzura duduk di atas karpet dilapisi beludu ungu kalem nan lembut. Peri Meidyne bersila di antara peri Qwidevi dan Peri Fuzura. Sedang Peri Lulu, duduk di atas bangku putih di samping Peri Meidyne.
“Qwidevi, bagaimana kabar Bunda Kirena sekarang?” Peri Meidyne menggelung rambut dengan gradasi kuning emas, ungu tua, ungu muda, merah muda, serta biru, miliknya.
“Nampaknya, semakin memburuk Meidyne. Ia telah kehilangan fungsi dari kaki kanannya.” Bola mata biru itu melayu.
“Jangan sedih, Qwidevi. Kami pasti akan membantumu.” Peri Lulu melunak, seraya meremas bahu sahabatnya itu.
“Tentu saja! Jadi begini, aku punya rencana untuk mengunjungi Peri Khayan.”
“Peri Khayan? Putri Raja Daniel? Kau gila, Meidyne!” Peri Fuzura tak henti mengunyah biskuit coklat dalam toples di hadapannya. Namun, matanya sempat terbelalak sesaat mendengar usulan Peri Meidyne.
“Yang benar saja, Meidyne? Mendapatkan izin keluar istana saja, sangat sulit baginya. Apalagi, jika kita mengajaknya pergi ke Hutan Lolicon.” Peri Lulu menimpali.
Meski diam saja, Peri Qwidevi memasang wajah amat bingung.
“Tenang, tenang. Aku belum selesai berbicara.” Peri Meidyne memperbaiki posisi duduknya, dan membuat gaun kerlap-kerlip miliknya menggembung.
“Aku sering berjumpa dengannya di perpustakaan kerajaan. Aku bisa berbicara banyak hal dengannya. Dia adalah satu-satunya peri dari darah kerajaan yang pandai meracik obat.”
“Maksudnya, kau meragukan kehebatan Peri Bento dalam meracik obat? Dan membandingkannya dengan peri super manja itu?” Peri Fuzura membutar bola matanya.
“Tentu tidak! Aku akui, Peri Bento sangat ahli dalam hal itu. Tapi, apa kalian tahu, berita tentang pembunuhan di kerajaan beberapa bulan silam? Dari penyidikan kasus yang dilakukan para menteri, pembunuh bertangan dingin itu berasal dari keluarga Peri Bento.”
“Lalu, dengan itu kau langsung percaya?” Peri Lulu mendengus.
“Bukan begitu, Lulu… Aku juga dapat mengendus ekspresi wajahnya ketika berita kasus pembunuhan itu diumumkan oleh raja. Dia seperti orang ketakutan. Qwidevi juga melihatnya. Bukan begitu?” Peri Meidyne melirik peri berkacamata itu.
“Ya, aku melihatnya! Meski, aku belum tahu benar siapa pembunuhnya. Namun, aku pikir, Peri Bento tidak begitu menyukai kehadiran kita ketika Fuzura bertanya ini itu tentang kasus pembunuhan waktu itu.” Peri Qwidevi berasumsi.
“Mengapa? Bukankah ia selalu ramah pada kita? Dia begitu tampan dan manis, Qwidevi…” Peri Lulu menerawang pada langit-langit di atas sana.
“Memang begitu adanya. Namun, aku tak pernah membaca gestur nyaman dari tubuhnya ketika kita menghampirinya. Matanya seolah berteriak: tolong jangan dekati aku!”
“Baiklah! Sekarang, kita bahas lagi, bagaimana bisa aku memilih Peri Khayan untuk membantu kita memecahkan kasus ini. Lagi pula, kita tidak bisa terlalu lama mengambil keputusan. Bunda Kirena harus segera diobati.” Peri Meidyne menengahi. Ketiga sahabatnya menurut.
“Peri Khayan punya banyak buku tentang penelitian tumbuhan obat-obatan di dalam Hutan Lolicon. Ia sengaja menyimpannya, agar tidak disalah gunakan oleh Peri Bento. Ia takut, kasus pembunuhan akan berlanjut. Peri Khayan semakin curiga dengan Peri Bento yang sering berkunjung ke perpustakaan kerajaan pada tengah malam. Dan selalu berkeliling di rak buku-buku obat-obatan.” Peri Meidyne memelankan suaranya. Sesekali ia memutar bola matanya ke seluruh penjuru jendela yang gordennya terbuka.
“Mungkin, karena ia memang seorang peniliti tumbuhan obat-obatan, maka ia selalu berkeliling di rak buku obat-obatan.” Peri Fuzura menyeruput madu hangatnya.
“Lalu, mengapa harus tengah malam?” Peri Qwidevi memperbaiki letak kacamatanya.
Hening sejenak.
“Aku sama sekali tak menyangka, Peri Khayan ternyata tak seburuk yang aku pikirkan. Ternyata ia bukan peri yang tidak mau berusaha dan tidak suka bergaul. Dia lumayan terbuka, meski sering adu mulut denganku. Tapi, aku akui dia memang sangat menyebalkan.” Peri Lulu berasumsi.
“Ah, kau saja yang tak sadar. Bahwa kau jauh lebih menyebalkan dari pada Peri Khayan.” Peri Fuzura berucap sesukanya.
“Lain kali, kau harus lebih jauh mengenalnya. Peri Khayan benar-benar peri yang mengasyikkan dan pintar. Sangat pintar! Dan kali ini, kita harus terbang ke kerajaan untuk menculiknya.” Peri Meidyne tersenyum nakal. Kalau sudah begini, keanggunannya luntur hingga dua ratus persen.
“Kau memang gila, Meidyne!” ketiga temannya itu ternganga.
“Hidup itu sebuah petualangan. Kita harus menjalaninya dulu, agar kita tahu apa yang akan terjadi. Agar semuanya menjadi luar biasa.” Peri Meidyne mengepakkan sayap indahnya, menjauh dari ketiga sahabatnya itu. Ia sudah sangat siap menjalankan misi, untuk menyembuhkan Bunda Kirena, ibu dari Peri Qwidevi.
“Kok pada melongo? Kalian tidak mau ikut?”
Peri Meidyne membuka pintu kecil berbentuk Bugenvil di hadapannya. Lalu menyibak awan, meninggalkan ketiga temannya yang masih melongo.[] [Noviani Gendaga, santriwati Pesantren Media, kelas 3 SMA, angkatan ke-2]