Alkisah, di sebuah Negeri Deconaviel. Negeri kaya yang dihuni dengan ratusan peri pria dan wanita. Sebagian besar negeri ini disesaki bunga-bunga. Sedang salah satu hutannya, dipenuhi dengan jutaan macam permen berukuran jumbo, besar, sedang, kecil, bahkan ada yang sangat kecil seukuran tubuh semut hitam. Hutan tersebut menjadi salah satu tempat terfavorit para peri di negeri ini. Hutan Lolicon!
Siapa saja yang berkunjung ke negeri ini, tentu betah berlama-lama di dalamnya. Apalagi ketika berjumpa dengan Peri Meidyne. Pemilik sayap terindah di negeri ini. Wajahnya yang begitu cantik, serta tingkah lakunya yang begitu anggun, mampu membuat para peri pria, tergila-gila padanya.
Ya, selain cantik, Peri Meidyne begitu pintar, hingga hampir seluruh waktunya, ia gunakan untuk membaca buku di perpustakaan kerajaan. Tak jarang, Peri Meidyne berkumpul untuk makan-makan bersama teman-teman sesama perinya. Peri Lulu, si cerewet yang manja. Peri Qwidevi, si pendiam yang ramah nan sabar. Serta, Peri Fazura si pemarah yang keras kepala.
Bukan sekadar untuk bersantai ria, atau membuang waktu. Mereka lebih banyak membedah isi buku pengetahuan terbaru yang dikeluarkan dari pihak kerajaan. Tak jarang juga, mereka berkumpul untuk memecahkan suatu masalah yang sedang mereka hadapi.
Suatu hari, Peri Meidyne mendatangi ibunya, yang seorang saudagar selai terkaya di negerinya, untuk meminta izin pergi bersama teman-temannya ke Hutan Lolicon. Ada sebuah misi yang sedang mereka rencakan, untuk memecahkan kasus yang sedang menimpa Peri Qwidevi.
“Ibu, bolehkah Meidyne pergi ke Hutan Lolicon bersama teman-teman?” Peri Meidyne membenarkan letak vas bunga di atas meja. Ibu Dania masih sibuk dengan para pekerjanya, memilah-milah mana selai yang segelnya tidak rapi.
“Sudah hampir ratusan kali kau berkunjung ke sana. Apa kau dan teman-teman kau tidak merasa bosan?”
“Meidyne kira, tidak ada yang pernah merasa bosan untuk berkunjung ke Hutan Lolicon.”
“Baiklah. Tapi, apa yang hendak kau dan teman-teman kau kerjakan di sana? Membedah buku pengetahuan terbaru milik kerajaan?”
Peri Meidyne menggeleng.
“Ada sebuah misi yang sedang kita jalankan, Bu! Dan Ibu, pasti akan sangat bangga kepada Meidyne.” Si anggun, tersenyum nakal kepada ibunya. Ibu Dania mengerutkan dahi,
“Sebuah misi? Ibu boleh tahu tentang apa?”
“Nanti akan menjadi kejutan untuk Ibu! Tenang saja, Bu. Ini tidak akan mengecewakan Ibu.”
Peri Meidyne mengecup punggung tangan ibunya, seraya terbang menghilang di balik pintu berbentuk Lily Putih, yang besar.
***
Peri Meidyne, Peri Fuzura, dan Peri Lulu terbang melintasi rumah-rumah mungil para peri. Jarak antara rumah Peri Meidyne dan Peri Qwidevi memang sangat jauh. Peri Meidyne menetap di tengah kota Begindhile, salah satu kota elite di Negeri Deconaviel. Sedang, Peri Qwidevi tinggal di perbatasan Negeri Deconaviel dan Negeri Zahwera, negeri para petinggi kerajaan.
Sepanjang perjalanan, Peri Lulu meributkan masalah dirinya dengan Bunda Dikofra, ibundanya. Si pemilik sayap ungu tua dengan taburan glitter kerlap-kerlip ungu muda itu, sebal karena beberapa hari ini Bunda Dikofra selalu terlambat memberikannya uang jajan. Walhasil, perawatan tubuhnya mogok beberapa kali. Dan itu, membuatnya kehilangan kesempatan emas untuk tampil high class setiap harinya.
“Padahal wajahmu biasa-biasa saja. Untuk apa memolesnya setiap saat, kalau memang begitu adanya?” Peri Fuzura memang selalu pedas dalam setiap katanya. Peri Meidyne menahan tawanya, ketika melihat wajah Peri Lulu yang berubah menjadi kepiting rebus.
“Biarlah! Suatu saat nanti, kau akan tahu siapa yang akan segera mendapatkan pendamping dalam pesta dansa, Fuzura!” Peri Lulu mempercepat kinerja sayapnya. Hingga mendahului Peri Fuzura, dan Peri Meidyne yang terbang paling belakang.
“Hei, lihat! Itu Peri Dhio! Sedang apa dia di sana?” Peri Meidyne mengalihkan pembicaraan, sekaligus heran dengan kehadiran Peri Dhio di pekarangan Peri Qwidevi.
“Entahlah. Lebih baik, kita hampiri dia.” Peri Fuzura menyalip Peri Lulu yang masih kesal dengannya. Peri Meidyne hanya bisa geleng-geleng kepala, seraya membuntuti dua temannya yang terlebih dulu mendarat di atas pekarangan rumah si pendiam.
“Hei!” Peri Dhio menyadari kehadiran ketiganya. Dan ia terlihat gugup dan berusaha menutupi sesuatu.
“Sedang apa di rumah teman kami?” Peri Lulu mengibaskan rambut kuning emasnya, lalu berkacak pinggang.
“Ngg… Entahlah. Sepertinya… aku… salah mendarat.” Peri gagah dengan kulit sawo matang itu, menjawab dengan cepat dan terputus-putus.
“Bukankah, menurut sejarah, kau peri pria yang paling baik dalam menghafal setiap daerah di Negeri Deconaviel?” Peri Meidyne membolak-balik halaman pada buku Pengenalan Peri Deconaviel, seolah sedang mencari sesuatu.
Peri Fuzura menaikan sebelah alisnya, dan memasang wajah curiga.
“Ah! Sepertinya aku terlupa sesuatu! Aku harus pergi. Senang bertemu dengan kalian!” Peri Dhio terbang dengan kencang. Seolah tak ingin diketahui apa alasannya mendarat di pekarangan rumah sahabat ketiganya itu.
Ketiga peri mungil nan cantik itu, hanya bisa terheran-heran seraya menatap kepakan sayap hijau lumut milik Peri Dhio yang makin lama makin jauh, hingga hilang seolah tertelan awan Negeri Deconaviel.[] [Noviani Gendaga, santriwati Pesantren Media, jenjang SMA kelas 3, angkatan ke-2]
Serasa menonton film Hollywood..