Sabtu, 29 November 2014
Siang itu penulis lagi asik melihat album foto di Netbook. Album foto yang penulis punya lumayan banyak terutama foto bareng santri Pesantren Media. Awalnya sih cuma iseng melihat foto santri PM. Eh, lama-lama jadi asik. Seakan-akan penulis kembali ke dua tahun yang lalu. Foto saat penerimaan santri baru. Penulis ingat, kala itu semua santri baru harus memperkenalkan diri di atas panggung. Oalaah… wajah kami imut-imut. Penulis cengar-cengir sendiri. Eh, tiba-tiba Maila ada di samping penulis. Dia ketawa-tawa melihat wajah santri yang masih ‘polos’. Next, penulis dan Maila melihat foto santri waktu belajar. Ada pas pelajaran Tahfizh, Muroja’ah, Tafsir, Musik, Bahasa Inggris, Fotografi, Menulis dan lainnya.
Penulis dan Maila juga melihat foto santri waktu rihlah ke Curug Luhur, Islamic Book Fair (IBF) di Jakarta dan Bogor, Sungai Ciliwung, Bendung Katulampa, Puncak, Penangkaran Rusa, Kebun Raya Bogor, Villa Ciapus, Jungle Land dan Pantai Labuan Banten. Foto saat ikut seleksi Kompetisi Matematika Nalaria Realisitik (KMNR) di Parung dan Fakultas Pertanian IPB. Jalan-jalan ke Jambu Dua Plaza, ikut lomba di SMAI PB Soedirman Bekasi dan Universitas Pakuan Bogor. Saat on air di Radio 106 Mars Fm dan Kisi 93,4 Fm Bogor. Konser musik ‘Al Hamra’ di Kedai Kopi Ijo, Bogor Nirwana Residence Mall dan Panti Asuhan Khairatudaroin. Juga saat study banding ke Rumah Gemilang Indonesia (RGI).
Saking asiknya lihat foto, penulis baru sadar kalo ruang tengah BM gelap. Padahal baru jam 3 sore. Biasanya, jam segini lampu ruang tengah belum dinyalakan. Cahaya matahari masih menerangi. Baik barang-barang yang ada di ruang tengah maupun wajah para penghuni Asrama BM masih bisa dilihat dengan jelas tanpa bantuan cahaya lampu. Tapi sekarang nggak. Ruang tengah beneran gelap. Bahkan cermin berukuran 85×45 cm yang tergantung di tembok juga nggak kelihatan. Lampu kamar penulis sudah dinyalakan beberapa saat sebelumnya.
Penulis melihat ke arah jendela kamar. Langit mendung. Awan berwarna hitam keabu-abuan. Cahaya matahari pun terhalang. Mungkin hal itulah yang menyebabkan ruang tengah BM gelap. Tiba-tiba udara menjadi dingin. Ditambah hembusan angin yang masuk dari ventilasi ruangan. Pepohonan bergoyang, daun-daun kering beterbangan. Ruang tengah BM masih gelap. Nggak lama lagi hujan akan turun. Penulis mengarahkan pandangan ke Maila dan Ica. Maila masih asik melihat foto, Ica yang lagi tiduran dan Olip yang sudah terlelap dari tadi.
Air hujan mulai turun. Membasahi beberapa tempat di bumi. Terdengar suara berisik dari teras depan BM. Oh, ternyata santri akhwat kelas Bahasa Inggris pemula sudah datang. Beberapa dari mereka nimbrung bareng Maila yang masih asik melihat foto santri. Suara tawa membahana. Di luar hujan semakin deras.
“Miss Cici mana? Mau ke sini nggak?” Tanya penulis kepada salah seorang akhwat. Yang ditanya pun mengiyakan. Nggak lama kemudian Miss Cici datang. Penulis menghampirinya. Jilbab beliau basah terkena air hujan.
“Miss bawa payung?” Tanya penulis.
“Iya, Miss bawa.” Jawabnya singkat.
Semakin lama hujan semakin deras. Maila dan beberapa akhwat masih asik di depan Netbook penulis. Penasaran dengan foto mana yang mereka lihat, penulis akhirnya masuk ke kamar. Oh, mereka masih melihat foto santri. Lagi-lagi kamar penulis ramai dengan suara tawa. Kadang kami berkomentar. Tapi tiba-tiba…
“Banjir! Banjir…!” Teriak salah satu akhwat. Semua penghuni kamar penulis kaget. Kami berlari ke ruang tengah.
Inna lillaah…
Meja makan di dapur BM basah terkena guyuran air yang datang dari tangga. Tangga ini menghubungkan lantai 1 dengan lantai 2. Dengan sekuat tenaga penulis mendorong meja itu. Air semakin banyak. Akhwat lain panik nggak karuan. Ada yang lari-lari, ada yang nyari alat pel, ember, serokan dan lap. Ada juga yang mengungsikan barang-barang mereka.
Saluran air di tempat cuci baju mampet. Air hujan masuk lewat pipa dekat saluran itu. Semakin lama air semakin naik dan membanjiri tempat cuci baju. Air mengalir ke tangga yang berada dekat tempat cuci baju. Membentuk curug-curug dadakan. Air mengalir deras menuju tempat terendah yaitu kamar Riska, Daffa dan Alifa. Ketinggian banjir sampai 15 cm. Tetesan air dari atap membuat kamar mereka semakin dipenuhi air hujan. Akhwat lain berusaha untuk mengeluarkan air itu. Miss Cici nggak ketinggalan membantu kami.
Beberapa akhwat basah kuyup. Walaupun begitu mereka kelihatan senang. Ya, mereka bermain air. Bahkan ada yang main perosotan. Ada yang berlari hingga jatuh. Ada hal yang bikin penulis haru. Kali ini penulis merasa santri akhwat kompak. Kami berusaha mengeluarkan air agar BM nggak tenggelam. Haha. Kami bekerja sama. Saling estafet ember. Canda tawa membahana. Kami semangat dan ceria. Bahkan akhwat yang biasanya malas piket pun ikut membantu.
Suasana makin ceria saat ada akhwat yang menyanyi. Liriknya sih asal-asalan tentang kondisi kami yang sedang sibuk membersihkan Asrama BM. Alat pel pun menjadi microphone. Tiga akhwat lain duduk sambil tepuk tangan dengan tepukan yang berbeda. Suasana makin seru. Kami seperti di film Lemonade Mount.
Tapi ada satu tragedi kawan. Ada akhwat yang jatuh dari tangga. Olip jatuh saat menuruni anak tangga yang ketiga. Penulis yang menjadi saksi mata langsung mendekati Olip dan membantunya berjalan. Tangga masih dialiri air. Licin. Kami harus hati-hati.
Beberapa saat kemudian hujan mulai reda. Alhamdulillah. Tapi BM masih digenangi air hujan. Kotor. Akhirnya kami minta izin nggak ikut Muroja’ah. Ustadz Rahmat pun mengizinkan. Olip memutuskan untuk pulang ke rumahnya karena harus diurut. Syafakillah Olip!
Well, itulah kisah saat Asrama Akhwat BM kebanjiran. Saat dimana kami panik, bingung, tapi semangat, haru dan ceria. Di balik banjir yang melanda BM mungkin Allah Swt ingin agar kami lebih menjaga dan memperhatikan kebersihan BM. Semoga kami menjadi penghuni BM yang baik. Ya Allah ampunilah segala kesalahan kami. Aamiin.
[Siti Muhaira, santriwati kelas 3 jenjang SMA, Pesantren Media]