Secercah harapan yang datang memberiku semangat hidup. Perjalanan dalam lorong kehidupan memberiku banyak pelajaran. Belajar makna kehidupan sesungguhnya. Kehidupanku yang penuh liku, terkadang turun dan terkadang menanjak. Semua itu memberiku warna kehidupan yang indah, tapi seketika semua warna itu luntur. Menakutkan, aku takut tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Apa? What’s going on? Ucapku dalam hati, sebelum semuanya benar-benar menjadi kegelapan.
0o0o
Hal pertama yang kusadari, aku berada dalam kondisi sadar dan tidak sadar. Semuanya begitu cepat membuat otakku sulit mencernanya. Entah apa yang terjadi sebelum itu, sekarang aku berteriak seperti orang kesetanan. Banyak orang yang berhenti dan berkumpul di sekelilingku. Memandangku dengan heran, sesaat kemudian tersentak melihat sesuatu di sebelah kananku. Aku menangis, berteriak meminta tolong, semuanya tak bergerak. Aku semakin panik, mendatangi satu persatu orang yang berada di sana. Mereka tetap tak bergerak, berdiam diri.
Keputusasaan menghampiriku, aku terdiam dan memandang kesekelilingku. Aku tahu, tak banyak yang dapat kulakukan. Aku mulai berlari meninggalkan mereka dan menuju ke tempat seseorang yang ku sayang terbaring kaku. Beberapa dari mereka mencegahku, menghalangiku menjumpainya. Aku berontak, mencoba melepaskan diri dari kepungan mereka. Usahaku sia-sia, mereka terlalu besar dan aku terlalu lemah untuk melawan mereka. Tak lama kemudian datang pihak berwajib bersamaan dengan ambulance. Pihak berwajib segera membubarkan orang-orang yang di sekelilingku dan mengamankan tempat itu. Aku hanya diam seribu kata melihat hal itu. Para petugas medis segera mengangkutku masuk ke dalam ambulance. kembali ku berontak, ku rasa lemas dan mengantuk. Sesaat sebelum kesadaraanku menghilang, dapat ku rasakan sesuatu benda kecil yang dingin menusuk pergalangan tanganku memasukkan suatu cairan ke dalam tubuhku. Seketika rasa kantuk menyelimutiku, aku tertidur dalam duka.
0o0o0
Pagi ini mama ku terlihat sedikit berbeda, wajah berseri-seri dan terlihat tenang. Anehya jika melihatku mama terlihat sedih dan khawatir, entah apa yang menggangu pikiran mama pagi itu. Aku mulai bertanya-tanya kesalahan apa yang ku perbuat sehingga membuat mamaku sedih. Ku beranikan bertanya pada mama apa yang terjadi, mama hanya tersenyum lalu berkata sambil memelukku lembut “cha, baik-baik ya nanti.. belajar yang rajin, patuh sama ayah dan kakak ya?”. Aku hanya mengangguk menjawab perkataan mama.
“Ayo sekarang kamu siap-siap! Nanti terlambat lagi masuk sekolah.” Ucap mama melepas pelukannya. Aku berlari masuk ke kamar mengambil tas ku dan keluar menemui mama ku yang telah stand by menungguku di motor. Aku sedikit bingung, biasanya aku membawa motor sendiri ke sekolah. Kali ini mama ingin mengantarku ke sekolah, sungguh aneh pikirku dalam hati.
“cha, mama sayang kamu.. sayang banget.” mama mulai mencium keningku, hidungku dan kedua pipiku. Aku sedikit canggung, mama jarang melakukan hal ini.
“aku juga sayang banget sama mama.” jawabku sambil tersenyum. Kami pun berpelukan, sangat hangat.
“oiya.. cha nanti bakalan banyak orang yang datang ke rumah. Bilang sama tante sarah untuk membantu kamu mengurus tamu.” kata mamaku sambil melepaskan pelukan. Mama memberikan sedikit dorongan mengarahkan ku kedepan rumah tante sarah. Aku berlalu dan memanggil tante sarah sambil melambaikan tangan ke mamaku. Tante sarah keluar rumah dan menemui ku.
“iya .. ada apa cha?” ucap tante sarah.
“gini, kata mama nanti tante bisa bantuin ocha gak?” jawabku.
“bisa.. bantuin apa ya?” kata tante sarah.
“kata mama nanti bakalan banyak tamu yang datang ke rumah, jadi minta tolong bantuin menerima tamu.” ucapku menimpali. Tante sarah terlihat bingung lalu mengangguk. Aku mengucapkan salam dan pamit dari hadapan tante sarah.
Aku juga sebenarnya bingung, tapi tak berani bertanya pada mama. Pagi ini begitu aneh. Mama menyuruhku memakai helm demi keselamatan, tapi aku menolak memakainya. Mama ku mengambil helm ku dan memakaikannya ke kepalaku. Aku hanya tersenyum melihat perhatian mamaku yang sangat berlebihan pagi ini.
0o0o0
Aku mulai membuka mataku perlahan, awalnya pemandangan sedikit buram. Aku menutup kembali mataku dan membukanya dengan lebih perlahan. Pemandangan asing yang berada di sekelilingku. Hingga benar-benar sadar, aku menyadari di mana aku berada. Di sebuah kamar bercat putih ke abu-abuan, bau alcohol tercium kuat dari ruangan itu. ya, aku berada di sebuah kamar sebuah rumah sakit. Saat hendak turun dari tempat aku berbaring ku rasa semua tubuhku sakit, susah sekali menggerakkannya. Aku mengangat tangan kiriku dan terasa ada jarum menusuk di pergelangan tanganku. Ada selang yang menghubungkan pergelangan tanganku dengan sekantong cairan bening tergantung pada tiang besi di samping tempat tidurku. Pandanganku turun ke tangan dan kaki ku yang di perban. Sekelebat ingatan tentang kejadian itu datang silih berganti. Membuat kepalaku pusing luar biasa. Aku rasanya ingin menangis dan berteriak sejadi-jadinya. Tapi lidahku terasa kelu,kerongkonganku terasa sangat kering. Dengan bersusah payah mencoba membasahi bibirku, aku menelan ludah. Rasanya ada pasir yang menyangkut di kerongkonganku. Ku edarkan seluruh pandanganku pada ruangan itu. Ada jendela yang cukup besar di sebelah kiriku dan aku melihat ada beberapa orang yang sedang duduk tertidur tak jauh dari tempat ku berbaring. Kualihkan perhatianku dari mereka, berusaha mencari setetes air yang dapat melegakan kerongkonganku. Aku melihatnya. Aku melihat segelas air di atas meja satu-satunya yang dapat ku lihat. Aku berusaha meraihnya. Alih-alih aku dapat, malah gelas itu terjatuh ke lantai. Memecahkan kesunyian di ruangan tempatku berada.
“She’s a wake.” ucap salah seorang dari mereka. Melihat tanganku terjulur, ia segera berlari membawakan ku satu gelas plastik air putih dengan sedotan di dalamnya. Aku mengenalinya. Dia adalah Tania, sahabatku. Dia menyodorkan air itu kepadaku dengan tersenyum, aku mengambilnya dan segera meminumnya. Cairan dingin itu mulai membasahi kerongkonganku dan menghilangkan rasa dahaga yang luar biasa. Aku baru berhenti meminumnya ketika gelas itu sudah kosong. Aku merasa jauh lebih baik, aku pun teringat mamaku. Terasa ada kekuatan yang mengalir di dalam tubuhku, aku beranjak dari tempat tidur. Semuanya bingung melihatku turun. Aku mencabut jarum itu dari pergelangan tanganku dan segera memakai sebuah sandal yang tersedia di bawah tempat tidur itu.
“kamu mau kemana cha?” ucap salah seorang diantara mereka, diandra. Salah satu sahabatku. Aku menatap mereka satu persatu. Ternyata yang ada di ruangan hanyalah para sahabatku. Aku tak melihat ayahku di sana. Aku tersenyum, lalu meninggalkan mereka. Aku tak tau apa yang ku lakukan. Hanya saja aku ingin bertemu mama secepatnya. Aku melihat seorang yang berseragam polisi berjalan ke arahku, refleks aku menghindar dan bersembunyi. Tak lama para sahabat dan seorang suster mengejarku. Aku seketika panik dan berusaha berjalan lebih cepat. Susah sekali. Aku harus menyeret kakiku. Untuk berjalan saja sudah sakit rasanya. Aku tak menghiraukan mereka yang berteriak memanggilku, aku terus berjalan secepat yang ku mampu. Aku membelokkan tubuhku ke lorong sebelah kananku. Di sana aku melihat pintu lift terbuka. Beruntung, pikirku. Terseok-seok aku berusaha menyeret kakiku lebih cepat menuju pintu lift. Tepat waktu. Ting, pintu lift tertutup. Aku terengah-engah di dalam lift. Kurasakan sakit mulai menjalar ke seluruh tubuhku, tapi lagi-lagi aku tak menghiraukannya. Aku hanya meringis menahan sakit. Entah mengapa aku menekan tombol lift menuju lantai dasar. Padahal aku tak tau harus kemana mencari mama. Tapi aku begitu yakin, seperti ada sesuatu yang menuntunku untuk melakukannya. Sekelebat ada ingatan yang terlintas di pikiranku. Aku mulai merasakan pusing. Ya tuhan.. semoga itu semua hanya mimpi.. ucapku lirih dalam hati.
0o0o0
Udara dingin menerpaku, pagi ini begitu dingin. Aku merapatkan jaket, berusaha mencari kehangatan. Jalanan terlihat ramai, begitu riuh. “Biasanya tak seramai ini, aneh kira-kira ada apa ya?” gumamku di belakang mama. Aku tak tau apa itu Cuma perasaanku, tapi mama tersenyum tapi hanya sekilas. Ya, tak salah lagi tadi mama tersenyum, aku dapat melihatnya dari balik punggung mamaku. Sekarang kami sedang melaju di atas honda spacy berwarna hijau. Dalam hati aku merasakan gelisah. Aku tak tau apa penyebab. Aku terus saja berdo’a dalam perjalanan menuju sekolah. Meminta ketenangan hati dari tuhan seluruh alam.
Tiba-tiba dapat kurasakan, honda yang kami kendarai oleng. Aku tak dapat berpikir jernih. Tapi aku tau, barusan ada yang sempat menyerempet kami. Mama berusaha menghindar. Usaha mama membuat kami terjatuh. Sesaat sebelum terjatuh, dapat kurasakan tangan hangat mamaku mendorong kuat diriku ke sisi jalan. Dalam keadaan darurat pun mama masih mendahulukanku. Aku terguling, kesadaranku belum menghilang. Aku bangkit. Berusa mengejar mama untuk menolongnya. Saat aku berbalik. Tiba-tiba ciiiiiiiiiiittttttttt.. brak..krek.. terdengar decitan rem yang sangat kuat bersamaan dengan bunyi sesuatu yang patah. Aku begitu syok. Aku terpaku melihat mama yang tergilas ban-ban fuso yang melaju kencang. Fuso hino berwarna hijau itu berplat ‘BA’ yang menandakan dia berasal dari kota padang, sumatra barat. Mungkin ini takdir. Padahal hanya beberapa detik. Detik-detik saat maut menyentuh mamaku. [Ela Fajar Wati Putri, santriwati angkatan ke-3 jenjang SMA, Pesantren MEDIA]
*gambar dari sini