19
Tujuan Hidup yang Sesungguhnya
Dalam hidupku, setiap perjalananku, Mak e adalah inspirasi bagiku. Aku yakin setiap Ibu, Ayah, adalah inspirasi bagi anak mereka masing-masing. Tak pedulilah dulu orangtua kita adalah pemulung, atau direktur sekalipun. Karena aura positif mereka dalam menyikapi hidup yang penuh dengan ketabahan yang luar biasa hebat, mereka adalah inspirasi yang sesungguhnya.
Kupikir, barangkali karena mereka sangat memahami akan tujuan hidup. Ya, tujan hidup masing-masing orang biasanya berbeda. Entah itu tujuan baik atau buruk, yang jelas tujuan mereka akan menuntun mereka dalam menjalani kehidupan. Jika ada yang tujuannya sebagai seseorang yang baik, maka akan luruslah perjalanannya. Begitu pula sebaliknya, jika ada yang tujuannya hidup di dunia hanya untuk bermalas-malasan, berfoya-foya, maka akan begitulah perjalanan hidupnya.
Namun, jarang dari kita yang berpikir, apa tujuan Allah menciptakan kita di dunia ini? Padahal dari awal bukan kita yang berkeinginan hidup di dunia sebelumnya. Allah-lah yang berkeinginan kita menjalani hidup di dunia, walau hanya sementara untuk sebuah penilaian. Lalu untuk apa berharap dunia yang sesungguhnya bukanlah milik kita secara berlebihan hingga merusak akal?
Aku berkata demikian sebab ini ada sangkut pautnya dengan saudara jauhku yang dikabarkan dari Indonesia, bahwasannya dia dan keluarganya ternyata kaya raya karena hasil dari pesugihan.
Hih! Bukan main mengerikannya, sampai bulu kudukku berdiri dibuatnya. Mak e yang bercerita padaku. Dan cerita ini, memberikanku banyak pelajaran, atas petuah Mak e. Salah sedikitnya seperti yang sudah kuprolog-kan di awal tadi.
Mak e berkata,
“Tak apalah miskin di dunia daripada miskin di akhirat. Toh, dunia itu hanya sementara, sedangkan akhirat itu abadi. Mak e tak ingin sengsara di akhirat. Karena ketika kita sengsara di akhirat, itu bukanlah cobaan lagi, melainkan azab dari Allah akibat ulah kita di dunia. Akan tetapi jika sengsara di dunia, itu masih ujian, kalau kita lolos ujiannya, maka surga akan abadi bersama kita nantinya.”
Tanpa Mak e mengatakan bahwa itulah tujuan kita dihidupkan di dunia, aku menafsirkan sendiri bahwa apa yang Mak e katakan adalah tujuan yang sesungguhnya kita hidup di dunia: menjalani penilaian Allah.
Kadang aku tak habis pikir dengan orang-orang yang melakukan apapun demi dunia itu. Mengapa harus mengorbankan kehidupan yang benar-benar abadi demi kehidupan yang sementara?
Ya, walau aku rasakan, sebagai manusia, kebanyakan pasti memikirkan ingin terus hidup di dunia, entah itu karena ingin masih dinilai oleh Allah, atau hanya sekedar ingin menikmati kehidupan saja, karena, ya, kita sudah merasakan nikmatnya. Sedangkan surga atau neraka sendiri? Belum ada yang merasakan, bukan? Kalau ada yang pernah merasakan, rasa-rasanya manusia akan menjalankan proses penilaian mereka dengan baik dan benar.
Ah, aku jadi merinding membicarakan hal ini padamu. Sebenarnya aku sangat takut akan penilaianku. Apakah sudah benar? Sepertinya masih banyak yang salah. Bahkan sesungguhnya, aku sangat, sangatlah malu mengatakan hal yang seperti ini. Namun, kuusahakan, kupercayakan diriku, bahwa ini demi perenungan kita bersama. Agar kita bisa terus berusaha memperbaiki tujuan hidup kita, yakni penilaian Allah.
Rasa sulit yang mencekam, kadangkala memiliki pengaruh yang kuat akan keyakinan kita.
Asal kau tahu saja, Kawan. Pernah sekali terjadi, Mak e dan aku tak memiliki sepiring nasi pun untuk dimakan. Berhari-hari, kelaparan. Tak ada lagi sayur kangkung, sebab Bang Burhan pun sudah tak ada lagi. Ayah juga masih bekerja. Pulang hanya berkata pada Mak e dengan satu kata: “Belum.”
Segala puji bagi Allah, kami berdua bertahan selama empat hari tanpa makan. Hanya minum air bening saja. Ya, daripada tak ada sama sekali. Walau sudah begitu kritisnya keadaan kami, tak sedikitpun keluhan keluar dari bibir Mak e. Ketabahannya akan keyakinannya bahwa Allah adalah sebaik-baik penolong sangat luar biasa hebatnya.
Sesekali perutnya yang kempis itu berbunyi meronta kelaparan, Mak e hanya mengucapkan kalimat-kalimat agung.
Tiada Tuhan selain Allah.
Kalimat baik yang semakin menguatkan keyakinannya.
Kawan, sesulit apapun, jalan keluarnya akan segera tiba dengan hikmah yang hebat. Tunggu saja.
Sabar.